Dalam upaya untuk mencegah eskalasi lebih lanjut, pemerintah Kamboja memilih untuk mengajukan kasus ini sekali lagi ke Mahkamah Internasional (ICJ). Selain itu, Kamboja juga  mencari klarifikasi yudisial mengenai keputusan tahun 1962 yang berkaitan dengan status hukum wilayah tersebut.
Pada bulan November 2013, Mahkamah Internasional mengeluarkan keputusan tambahan yang memperkuat posisi Kamboja. Pengadilan memutuskan bahwa wilayah yang meliputi Kuil Preah Vihear, termasuk rute akses utama ke kuil merupakan wilayah Kamboja.
Oleh karena itu, Thailand berkewajiban untuk memulai penarikan pasukan militernya dari wilayah tersebut. Keputusan ini diterima oleh kedua negara meskipun ketegangan tetap ada di tingkat masyarakat.
Setelah penyelesaian konflik tersebut, Kamboja dan Thailand berkolaborasi untuk meningkatkan hubungan bilateral. Serangkaian langkah dilaksanakan sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi, termasuk berikut ini:
Pertukaran kunjungan pejabat tinggi
Inisiasi kerja sama ekonomi
Implementasi inisiatif untuk memperkuat hubungan budaya yang disepakati bersama oleh kedua negara bahwa potensi Kuil Preah Vihear akan digunakan sebagai pusat pariwisata bersama dengan tujuan menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal yang tinggal di sepanjang perbatasan.
Pada akhirnya, terlepas dari ancaman terhadap stabilitas regional yang ditimbulkan oleh sengketa Kuil Preah Vihear, kedua negara menunjukkan komitmen untuk mencapai resolusi damai. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip-prinsip dasar ASEAN yang menekankan diskusi bersama, Â kompromi, dan penghormatan terhadap hukum internasional.
Hubungan Kamboja dan Thailand saat ini menjadi contoh bahwa konflik yang telah berlangsung lama pun dapat diselesaikan jika kedua belah pihak memiliki kemauan politik untuk bekerja sama dan membangun masa depan yang lebih baik. Meskipun konflik Kuil Preah Vihear telah berakhir, dampaknya terhadap hubungan bilateral Kamboja dan Thailand masih tetap ada.
Tantangan utama yang dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat adalah membangun kembali kepercayaan antara penduduk kedua negara, terutama di wilayah perbatasan. Dampak yang tersisa dari ketegangan historis telah menumbuhkan iklim kecurigaan di antara penduduk setempat yang mengarah pada rasa ketidakpercayaan dan kewaspadaan yang meluas.
Kasus ini menggarisbawahi sebuah kesadaran penting bagi ASEAN adalah keharusan untuk melakukan pendekatan yang seimbang antara prinsip non-intervensi dan peningkatan mekanisme penyelesaian konflik. Sengketa semacam ini menggarisbawahi potensi ketegangan di antara anggota ASEAN untuk meningkat sehingga memerlukan manajemen yang cermat untuk menghindari konsekuensi tersebut.
Oleh karena itu, beberapa pihak menganjurkan pembentukan badan mediasi regional dengan mandat yang lebih kuat untuk mencegah terjadinya konflik serupa di masa depan. Sebaliknya, keputusan Mahkamah Internasional tentang Kuil Preah Vihear menjadi bukti yang signifikan dalam menyelesaikan sengketa teritorial melalui cara-cara damai.
Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa jalur hukum internasional memiliki potensi sebagai aktor mediator yang terpercaya. Hal ini tergantung pada kesediaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menerima hasil dari keputusan dengan cara yang bertanggung jawab dan menempatkan perdamaian sebagai prioritas utama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI