Belakangan ini, perencanaan arah kebijakan Badan Perencanaan Pembangunan (BPP) untuk tahun anggaran 2026 mendapat kecaman tajam karena dianggap sangat menyimpang dari esensi pembangunan yang seharusnya. Alih-alih menempatkan pendidikan dan kesehatan sebagai pilar utama untuk pengembangan SDM, kebijakan saat ini lebih menitikberatkan pada program bantuan konsumsi parsial, yaitu pemberian makan siang gratis untuk anak-anak dan kaum rentan. Langkah tersebut tidak realistis untuk pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Ketidakseimbangan Prioritas dalam Pembangunan
Pembangunan yang berkelanjutan membutuhkan investasi besar di bidang pendidikan dan kesehatan. Investasi ini tidak hanya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, tetapi juga menciptakan daya saing nasional melalui peningkatan inovasi dan produktivitas. Namun, kebijakan BPP yang kini direncanakan justru mengalihkan perhatian dari dua sektor strategis tersebut. Dengan hanya menyediakan makan siang gratis, pemerintah seolah menganggap bahwa bantuan konsumsi parsial saja sudah cukup untuk meningkatkan kualitas SDM.
Anak-anak memerlukan asupan gizi yang lengkap sepanjang hari, bukan hanya pada waktu makan siang. Kondisi gizi yang tidak optimal di pagi dan malam hari dapat mengganggu konsentrasi, daya ingat, serta kesehatan secara keseluruhan. Hal ini berpotensi menurunkan kualitas belajar dan produktivitas di kemudian hari. SDM yang tidak terbangun secara holistik dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Realisme Program dan Efektivitas Ekonomi
Dalam kerangka ekonomi makro, pengeluaran pemerintah merupakan instrumen penting untuk merangsang permintaan agregat. Teori Keynesian menyatakan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah akan menghasilkan efek multiplier, di mana setiap rupiah yang dibelanjakan akan berputar di perekonomian dan meningkatkan pendapatan nasional. Namun, efektivitas stimulus fiskal sangat tergantung pada cakupan dan arah pengeluaran tersebut.
Program yang hanya menyediakan makan siang gratis memiliki cakupan yang sangat sempit. Bantuan yang diberikan hanya satu kali dalam sehari tidak akan menimbulkan efek multiplier yang signifikan. Anak-anak yang hanya mendapatkan makan siang gratis tetap mengalami kekurangan gizi pada waktu makan pagi dan malam sehingga dampak jangka panjangnya tidak akan optimal. Dengan demikian, program ini lebih bersifat simbolis dan tidak mampu memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan output nasional.
Lebih jauh, apabila dana yang dialokasikan untuk program ini tidak berasal dari sumber yang berkelanjutan---misalnya, jika dibiayai melalui defisit anggaran yang berlebihan---maka risiko stabilitas fiskal semakin meningkat. Peningkatan defisit dapat mendorong pemerintah untuk mengambil utang dalam jumlah besar, yang pada gilirannya akan menambah beban bunga dan menekan investasi swasta melalui efek crowding-out.
Analisis Melalui Lensa Model IS-LM dan Efek Multiplier
Dalam analisis ekonomi makro, model IS-LM memberikan gambaran bagaimana keseimbangan di pasar barang (IS) dan pasar uang (LM) dipengaruhi oleh kebijakan fiskal. Peningkatan pengeluaran pemerintah, seperti program makan siang gratis, seharusnya menggeser kurva IS ke kanan, yang berarti peningkatan pendapatan dan output nasional. Namun, jika pengeluaran tersebut bersifat parsial dan tidak terintegrasi dengan baik, dampak penggeseran kurva IS menjadi terbatas