Berlatar Jakarta tahun 2001, kisahnya berfokus pada Cinta, seorang siswi SMA yang populer, aktif, kehidupan sosial & akademiknya cukup stabil, sahabat-sahabat dekatnya ada Alya, Maura, Milly, dan Karmen. Di sekolah, diadakan lomba puisi. Rangga, siswa pendiam dan penyendiri yang jarang bergaul, ikut serta dan karyanya memenangkan lomba tersebut, mengalahkan karya Cinta. Kalah dalam lomba membuat Cinta penasaran dengan Rangga. Dari rasa penasaran tersebut, mereka mulai menjalin hubungan bukan langsung romantis, tetapi melalui interaksi intelektual (puisi, karya sastra, ngobrol) dan kegiatan seperti nongkrong bersama, bertukar pikiran. Namun, dunia mereka berbeda: Rangga yang introvert & reflektif, Cinta yang punya banyak teman & kehidupan sosial yang lebih terbuka. Konflik muncul terutama ketika persahabatan Cinta diuji ada dilema antara memilih loyalitas terhadap sahabat atau mengikuti perasaan hatinya terhadap Rangga.
Film ini berhasil membangkitkan suasana era AADC yang dulu (2002), baik lewat setting sekolah, obsesi terhadap sastra/puisi, persahabatan remaja, dan dialog khas. Bagi penggemar lama, ini jadi panggilan kenangan. Elemen musikalnya dianggap sebagai penyegaran. Lagu-lagu dari Melly Goeslaw dan Anto Hoed dipakai sebagai medium ekspresi emosi, dialog batin, dan unsur dramatis. Koreografi dan musik pembuka Ku Bahagia juga disebut memukau. Pemilihan pemeran baru (El Putra Sarira & Leya Princy) memberi energi segar. Walau dibandingkan dengan pemeran AADC dulu, ada keraguan awal, tetapi banyak yang melihat agar chemistry dan akting mereka cukup meyakinkan untuk peran yang ikonik.
Setting tahun 2001 di sekolah, pakaian, suasana, teknologi yang dipakai, latar sekolah & sekolah puisi, semuanya membawa kesan kembali ke masa lalu yang dirasa berhasil. Selain romansa, film ini cukup berhasil menonjolkan nilai persahabatan dinamika antara Cinta & geng-nya (Alya, Maura, Milly, Karmen) yang menunjukkan tawa, dukungan, konflik kecil, hingga tantangan emosional. Cinta dan sahabatnya, atau antara hatinya dan persahabatan) terasa kurang berat dibanding expectations bagi cerita dengan reputasi seperti AADC. Dramanya kadang terasa ringan, dan puncak emosionalnya tidak selalu membawa dampak besar. Ada bagian di tengah film yang menurut penonton terasa agak melambat, dengan transisi musikal yang kadang terasa memaksa dibanding alur cerita utama.
Karena film ini memang sangat terikat dengan presepsi dan kenangan terhadap Ada Apa Dengan Cinta?, selalu ada ekspektasi tinggi yang sulit dipenuhi. Beberapa penonton merasa bahwa karakter Rangga & Cinta baru tidak memiliki aura yang sama seperti pemeran asal, atau bahwa dialog/kemistri tidak setegas atau seikonik versi lama. Keberadaan lagu & puisi mengganggu alur atau terasa ditambahkan agar lebih dramatis, bukan sebagai bagian yang organik. Bagaimana rasa penasaran, ketertarikan yang perlahan muncul, ketidaktahuan tentang bagaimana menyatakan, dan konflik batin di antara keinginan mengikuti hati vs kekhawatiran terhadap konsekuensinya (terutama terhadap persahabatan). Startnya dengan geng sahabat yang kuat, tawa bersama, kegiatan sekolah, lalu ketika cinta masuk, ada dilema apakah memilih hati sendiri atau menjaga perasaan sahabat. Film mengeksplorasi bagaimana persahabatan diuji bukan hanya dalam konflik besar, tapi juga dalam pilihan kecil sehari-hari. Rangga & Cinta berasal dari dunia yang kontras introvert vs populer, kedekatan sosial vs karya dan kesendirian. Bagaimana mereka melihat satu sama lain, dan bagaimana Cinta belajar melihat kedalaman Rangga, dan sebaliknya.

Rangga & Cinta adalah usaha yang ambisius dan cukup berhasil untuk membangkitkan kembali kenangan Ada Apa Dengan Cinta? sambil memberikan nuansa segar melalui musikalitas dan pemeran baru. Untuk penonton yang merindukan era SMA, puisi, persahabatan, dan cinta pertama dengan suasana nostalgia, film ini sangat layak ditonton.Namun, kalau kamu mencari konflik yang sangat dalam, intensitas emosional yang sama persis seperti versi lama, atau kamu bukan penggemar musikal, film ini mungkin terasa agak ringan di beberapa bagian. Beratnya film di nostalgia dan musikal menjadi nilai plus besar, meskipun kekurangannya tetap ada tapi bukan kekurangan yang membuat filmnya gagal lebih kepada ekspektasi tinggi yang harus dihadapi jadi perbandingan dari film sebelumnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI