China merupakan tujuan perdagangan terbesar Indonesia, dari perdagangan inilah kita menghasilkan devisa terbesar yang kemudian menjadi pertahanan utama mata uang Rupiah kita. Jadi apa yang berpengaruh terhadap surplus dagang dalam tahun terakhir ini? jawabannya tentu adanya aliran likuiditas dari sistem perbankan China yang menggelontorkan stimulus yang masif pasca market crash di 2015 dalam bentuk devaluasi yuan dan memotong suku bunga pinjaman, untuk melihat pergerakan hubungan aliran likuiditas ini maka grafis yang diperlukan adalah tentu tidak lain dari pertumbuhan pinjaman/loan growth dalam negeri China,
Dari grafis olahan terlihat  bahwa pertumbuhan tertinggi terjadi kurun tahun 2016-2017, sedang secara total stimulus sudah terlihat sejak awal  2015 kemudian yang menarik adalah menjelang akhir 2017 dimana pinjaman baru terlihat terus menurun. Hal ini konsisten dengan data impor China yang juga menunjukkan indikasi pelemahan konsumsi impor di akhir 2017,
Dan ini yang terjadi ketika impor China melemah pada neraca dagang kita selanjutnya,
Dari grafis terlihat neraca dagang surplus tepat setelah stimulus China take off di tahun 2015-2017 dan dari grafis ini pula terlihat pelemahan jangka panjang pada surplus neraca dagang kita dari kurun 2011 hampir mencapai rata rata 2 M USD sedang di kurun terakhir periode 2015-2017 hanya berada di kisaran 1-1,5 M saja! Kira kira apa yang terjadi pada kurs rupiah jika di 2018 saja China sudah terlihat mengurangi stimulusnya? seperti halnya terlihat pelemahan kurs rupiah terjadi disaat neraca dagang kita negatif, dipicu oleh negatifnya impor dari China, dan dengan resiko utang yang semakin
 menggunung apakah China akan terus memompa aliran likuiditas?. Place your bet!.
Lihat Money Selengkapnya