Mohon tunggu...
Widyanarto Wibowo
Widyanarto Wibowo Mohon Tunggu... Gigolo -

Saya menyukai forensik data makroekonomi, spekulan mata uang, belajar banyak dari manajer investasi lulusan MIT, para bankir Goldman Sachs NY, turing motor, dan penyuka parfum Armani. Saya ingin menjelaskan tren makroekonomi dengan data historis serta bahasa yang sederhana dan semoga mudah dipahami pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bertahankah Surplus Neraca Dagang Tanpa Stimulus China?

14 Januari 2018   17:01 Diperbarui: 14 Januari 2018   17:03 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

China merupakan tujuan perdagangan terbesar Indonesia, dari perdagangan inilah kita menghasilkan devisa terbesar yang kemudian menjadi pertahanan utama mata uang Rupiah kita. Jadi apa yang berpengaruh terhadap surplus dagang dalam tahun terakhir ini? jawabannya tentu adanya aliran likuiditas dari sistem perbankan China yang menggelontorkan stimulus yang masif pasca market crash di 2015 dalam bentuk devaluasi yuan dan memotong suku bunga pinjaman, untuk melihat pergerakan hubungan aliran likuiditas ini maka grafis yang diperlukan adalah tentu tidak lain dari pertumbuhan pinjaman/loan growth dalam negeri China,

Investing.com
Investing.com
Dari grafis olahan terlihat  bahwa pertumbuhan tertinggi terjadi kurun tahun 2016-2017, sedang secara total stimulus sudah terlihat sejak awal  2015 kemudian yang menarik adalah menjelang akhir 2017 dimana pinjaman baru terlihat terus menurun. Hal ini konsisten dengan data impor China yang juga menunjukkan indikasi pelemahan konsumsi impor di akhir 2017,

Investing.com
Investing.com
Dan ini yang terjadi ketika impor China melemah pada neraca dagang kita selanjutnya,

Investing.com
Investing.com
Dari grafis terlihat neraca dagang surplus tepat setelah stimulus China take off di tahun 2015-2017 dan dari grafis ini pula terlihat pelemahan jangka panjang pada surplus neraca dagang kita dari kurun 2011 hampir mencapai rata rata 2 M USD sedang di kurun terakhir periode 2015-2017 hanya berada di kisaran 1-1,5 M saja! Kira kira apa yang terjadi pada kurs rupiah jika di 2018 saja China sudah terlihat mengurangi stimulusnya? seperti halnya terlihat pelemahan kurs rupiah terjadi disaat neraca dagang kita negatif, dipicu oleh negatifnya impor dari China, dan dengan resiko utang yang semakin menggunung apakah China akan terus memompa aliran likuiditas?. Place your bet!.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun