Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebiri..

12 Oktober 2015   21:01 Diperbarui: 13 Oktober 2015   01:27 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

...kebiri....sensasional benar kata seorang menteri menggebu, mengomentari"predator' yang dengan amat sadis berbuat cabul dan membunuh seorang anak wanita, yang masih kecil dan tidak berdosa wajib di kebiri secara konvensional ( dibenah dengan pisau  bedah dan kimiawi dengan sontikan) untuk mematikan 'syaraf libido' seorang predator anak tersebut sungguh usul yang semakin langka apalagi usul ini di ucapkan oleh seorang menteri, wanita lagi!

Saya acung jempol buat bu menteri jempol empat, inilah mendobrak tabu dan inilah kesempatan kita mengapreasiasikan dalam kehidupan nyata kelak, haruskah? apakah ? dan bagaimanakah ini diterapkan?

Apakah tidak emmbuat nyali "pria predator anak" semakin menciut?"karena pedofilia adalah" sebuah kegemaran" maka sebaiknya dan sebaliknya ya harus diwaspadaikan dari mulai keluarga kita, bagimana melawan dan bagaimana melindunginya, adalah sebuah kenyataan yang harus di pelajari dan di buatkan trik untuk melindungi buah hati kita, adik manis kita dan keponakan-keponakan yang lucu dan imut adalah kenyataan dimulai dari keluarga .

Belajar dari penemuan seorang anak yang di bunuh dan di masukan dalam kardus maka saya agaknya ingat jaman dulu, waktu masih sekolah dasar di sebuah kampung di sebelah utara kampung saya malahan "kebiri" ini sudah jamak, dimana para pemelihara babi , banyak yang meng'kebiri" hasil peternakannya terutama babi jantan , supaya lebih gemuk dan badannya tambah banyak dagingnya, inilah kenyataan dulu di seputar utara kampung saya banyak peternak babi mempraktekannya dan sungguh mereka bisa"kaya" dalam memelihara babi kebiri ini 

Tetapi inil bukan tidak ada sangkut pautnya dengan pernyataan sang bu menteri inilah kenyataan dari kita yang harus selalu waspada dan selalu melihat "kanan-kiri" kita adakah seseorang yang "kuper" sering mengumpulkan anak-anak kecil dan inilah yang harus diwaspadai, efek berita ini sangat mengejutkan...tidak tabu membicarkan kelamin...!

walau setingkat naisonal (kebetulan seornag menteri wanita lagi) dan inilah yang menjadi masukan benar-benar masukan bagi pemerintahan sekarang , bahwa maslaah kelamin adalah juga masalah nasional..karena inilah maka secara nasional harus ada upaya pencegahan dan menghukum secara berat para predator anak ini adalah benar adanya.

Bagimanapun anak kita, keponakan, adik perempuan kita adalah masa depan kita, yakni masa depan bangsa ini, maka kedepan pemerintahan ini mampu dan harus "mau ' meniadakan minim menekan "masalah kelamin" dan pedofilia ini demi martabat dana masa depan bangsa ini.

saya pribadi sebagai lelaki sungguh mendukung "kebiri " karena ini sebagai shock terapi bagi yang "senang pedofilia" dan inilah kita sebagai bangsa yang menjujung tinggi moralitas dan nilai budaya ketimuran sungguh kaget dan angkat jempol sekali lagi bu menteri dalam ide besar"mengkebiri kelamin " adalah sebagi batu loncatan untuk kita semakin waspada pada "predator"pedofil dan penyuka sex anak-anak" untuk kita bisa mencegah dan kalau mungkin kita menangkap dan menekan laju "predator ini"

 maka maklum saja "kebiri" ini bukan saja secara phisik tetapi diharapkan dapat menekan "predator anak" untuk tidak melakukan hal ini, ada benarnya.

Tak ada beda secara kimiawai maupun bedah semua bertujuan sama menekan syaraf loibido para pelaku ( kalau saya usul malah dihukum mati saja!)

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun