Mohon tunggu...
Al Mujizat
Al Mujizat Mohon Tunggu... Penggiat Sustainability

Mempraktikkan, menulis dan melatih

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pasar Tanpa Bau, Pasar yang Mandiri

16 Oktober 2025   06:13 Diperbarui: 16 Oktober 2025   06:13 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di antara tumpukan sayur dan ikan, aroma khas pasar tradisional mulai menyeruak --- campuran amis, asam, dan sisa organik yang membusuk. Banyak orang sudah terbiasa dengan bau itu, seolah memang begitu nasib pasar rakyat. Tapi apa jadinya bila suatu hari pasar itu tidak lagi berbau busuk, melainkan harum tanah yang subur dan sayuran segar?

Bayangkan pasar tradisional yang bersih, tak berlalat, dan nyaman dikunjungi. Di belakangnya, tak ada lagi tumpukan sampah, melainkan rumah kecil tempat sisa sayur, buah, dan ikan diolah menjadi pakan maggot dan pupuk organik. Dari pasar lahir kehidupan baru, bukan limbah. Itulah gambaran tentang pasar tanpa bau, pasar yang mandiri --- tempat ekonomi sirkular bekerja dalam bentuk paling sederhana dan nyata.

Selama ini, pasar tradisional adalah pusat kehidupan ekonomi rakyat. Namun, di balik perputaran uang yang besar, pasar juga menjadi salah satu penghasil sampah organik terbesar di kota. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, sekitar 60 persen sampah pasar adalah sampah organik: sisa sayur, kulit buah, ikan, dan daging. Sebagian besar berakhir di TPA, mencemari tanah, mengeluarkan gas metana, dan menguras anggaran kebersihan kota.

Padahal, masalahnya bukan pada sampah, melainkan pada cara kita memperlakukannya. Sampah selalu dianggap kotor, sesuatu yang harus dibuang. Padahal, jika dilihat dengan cara pandang baru, ia adalah sumber daya. Di sinilah konsep ekonomi sirkular berperan: tidak ada yang benar-benar terbuang. Setiap sisa bisa kembali memberi nilai jika kita tahu cara memanfaatkannya.

Dan jawaban paling menarik justru datang dari makhluk kecil yang selama ini sering dianggap menjijikkan: maggot, larva lalat tentara hitam. Dalam satu kilogram sampah organik, koloni maggot bisa menghabiskan seluruh isi hanya dalam waktu sehari. Yang tersisa bukan bau busuk, melainkan pupuk alami yang menyuburkan tanah. Maggot sendiri, setelah dewasa, dapat dijadikan pakan ayam dan ikan. Dengan begitu, sisa pasar berubah menjadi sumber energi baru bagi petani dan peternak.

Perubahan itu dimulai dari hal sederhana: mengubah cara pandang. Saat pedagang mulai sadar bahwa sisa sayur punya nilai, mereka tak lagi membuangnya sembarangan. Pasar menjadi lebih rapi, pelanggan lebih nyaman, dan pendapatan pengelola meningkat. Yang semula dianggap beban berubah menjadi sumber kebanggaan.

Ekonomi sirkular di pasar juga menciptakan hubungan baru antara pasar dan petani. Sampah pasar yang telah diolah menjadi pupuk kembali ke lahan pertanian. Dari sana tumbuh sayur dan buah yang dijual kembali ke pasar. Siklus ini sederhana tapi luar biasa: pasar memberi kehidupan bagi pertanian, dan pertanian memberi kehidupan bagi pasar. Tidak ada limbah, yang ada hanya keberlanjutan.

Jika setiap pasar tradisional di Indonesia memiliki satu rumah maggot sederhana, ribuan ton sampah per hari bisa diubah menjadi nilai ekonomi. Pemerintah daerah menghemat biaya kebersihan, pedagang punya pasar yang lebih sehat, petani mendapatkan pupuk murah, dan masyarakat sekitar memperoleh lapangan kerja baru. Tak hanya lingkungan yang lebih bersih, tapi juga ekonomi lokal yang lebih kuat.

Namun semua ini tak bisa berjalan sendiri. Diperlukan kolaborasi antara banyak pihak. Pemerintah menyediakan fasilitas dan regulasi, koperasi pasar mengelola hasil olahan, perguruan tinggi memberi pendampingan teknis, komunitas lokal mengedukasi pedagang, dan perusahaan membantu melalui program CSR-C. Ketika semua bergerak bersama, pasar menjadi lebih dari sekadar tempat jual beli --- ia berubah menjadi pusat pembelajaran dan ketahanan ekonomi lokal.

Pasar tradisional sesungguhnya adalah miniatur masyarakat. Di sanalah kita belajar tentang kehidupan: tentang saling bergantung, tentang memberi dan menerima, tentang bagaimana satu sisa bisa menjadi rezeki bagi yang lain. Maka menjadikan pasar bersih dan mandiri bukan sekadar urusan teknis, melainkan langkah menuju kesadaran baru --- bahwa keberlanjutan harus dimulai dari tempat paling dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Setiap bau busuk di pasar sebenarnya bukan sekadar persoalan kebersihan, melainkan tanda dari sistem yang belum efisien. Kita membuang apa yang bisa dimanfaatkan, kita menyingkirkan yang seharusnya menjadi sumber kehidupan. Tapi ketika kita mengubahnya---ketika sisa sayur menjadi pakan maggot, maggot menjadi pupuk, dan pupuk menyuburkan ladang petani---maka lahirlah lingkaran baru: lingkaran yang menjaga bumi, memberi nilai, dan menumbuhkan kemandirian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun