Mohon tunggu...
Syahrir Alkindi
Syahrir Alkindi Mohon Tunggu... Konsultan - Mencari

Penulis dan konsultan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melawan Bias dalam Lingkup Subyek Politik

25 Juni 2018   17:06 Diperbarui: 25 Juni 2018   17:16 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa memiliki dimensi yang luasnya tak terbayangkan. Ragam, dialek, penggunaan dan pengaruh semuanya terlingkup dalam bahasa. Begitu pula dengan relasi kuasa, bahasa akan selalu memainkan peran penting dalam menentukan keberpihakan politik.  Narasi politik akan 'diinstitusikan' oleh bahasa sehingga bisa dibaca dan dipahami di ruang publik. Pihak-pihak yang 'membaca' telah dilingkupi oleh artikulasi bahasa yang diagendakan oleh 'mereka-mereka yang hendak berkuasa'.

Proses hegemoni ini tidak lepas dari peran institusi politik. Althusser memberikan distingsi terhadap jenis-jenis institusi politik yang ia namakan apparatus. Aparatus ini dapat bersifat ideologis ataupun represif. Namun, aparatus selalu bertujuan untuk meng-Interpelasi kan subjek politik. Interpelasi adalah proses keterpanggilan yang berkaitan dengan kesadaran akan identitas politik. Seseorang akan merasa terpanggil dan menjadi bagian dari sebuah aparatus saat hegemoni berhasil dilakukan.

Identifikasi dan labelisasi sangatlah dibutuhkan dalam alur distribusi kekuasaan. Identitas menandai pintu-pintu mana yang boleh diketuk dan mana yang tidak. Disinilah Bahasa memainkan peranan pentingnya, untuk menunjukkan relasi kuasa melalui mengarahkan opini dan asumsi terhadap identitas tertentu.

Atribut-atribut menjadi lebih diperhatikan ketimbang tindakan politik itu sendiri. Sebelum bertindak, asumsi terhadap subyek politik sudah muncul terlebih dahulu melalui asumsi dan stigmatisasi terkait identitas politiknya.  Ketika seseorang sudah terinterpelasi, saat itulah ia menemukan identitas politik yang sekaligus mereduksi makna dan interpretasi terhadap tindakan politiknya dalam ruang publik.

Tindakan politik yang sudah direduksi akan menimbulkan bias. Bias inilah yang menghidupi konflik dan perpecahan dalam ruang publik. Memahami bias dalam sikap dan pandangan politik sebagai satu-satunya sumber argumentasi sangatlah berbahaya. Masyarakat yang menggunakan bias dan asumsi sebagai bahan bakar diskusi tidak akan lepas dari kecenderungan sentimen dan penghakiman politik sepihak.

Memang, tanpa adanya demarkasi dan distingsi politik tidak akan berjalan. Disensus adalah esensi politik, tapi disensus seperti apa yang layak kita perjuangkan?

Menghadirkan Disensus yang Sehat

Konflik memang sudah niscaya dalam ruang publik, menghadirkan suasana disensus yang tidak menjadikan identitas sebagai tolak ukur utama penting untuk dilakukan. Menghindari bias dapat kita lakukan dengan cara  menjauhkan subyek dari subyektivikasi. Identitas subyek tidak akan pernah tuntas. Selalu terjadi konflik dalam diri subyek antara dirinya sendiri dan ide-ide yag diberikan dalam ruang publik.

Subyektifikasi terhadap subyek akan menjauhkan subyek dari dirinya sendiri. Asosiasi-asosiasi simbolik selalu berperan penting pembentukan makna subjek. Interpretasi terhadap subjek muncul setelah adanya relasi antara Penanda (Signifier) dan Petanda (Signified). Proses semiotika terhadap hal-hal simbolik-lah yang mendeterminasikan relasi di dunia nyata.

Signifier tidak terberikan atau terpostulasikan begitu saja. Signifier terbentuk dari proses dialektika yang Panjang terhadap sebuah signified. Meneliti dan memetakan titik awal sebuah asumsi dapat dimulai dengan melihat signifier terhadap identitas tertentu apa yang dipercaya secara luas dalam ruang publik.

Konteks signifier dan signified adalah resiprokal, tidak hierarkal, makna subjek selalu bisa dibentuk dan diperbaharui agar bisa lepas dari segala asumsi dan stigmatisasi yang dapat membawa kita pada arus konflik berkepanjangan yang mengesampingkan nalar serta rasio dan mengedepankan emosi semata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun