Mohon tunggu...
Jihan Ratu
Jihan Ratu Mohon Tunggu... UPN 'Veteran' Jawa Timur

Mahasiswi Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketegangan Hizbullah dengan Israel: Keterkaitan dengan Materi Ilmu Hubungan Internasional

12 Desember 2024   18:00 Diperbarui: 12 Desember 2024   17:05 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam kehidupan bernegara di lingkup internasional, kawasan bagian Timur Tengah selalu dilanda ketegangan yang menjadi sorotan dunia hingga saat ini. Konflik antara Hizbullah dengan Israel di perbatasan selatan Lebanon telah terjadi selama hampir setahun, semenjak 8 Oktober mereka memulai serangannya untuk menghalangi Israel dari perangnya di Gaza, yang telah menewaskan sedikitnya 41.500 orang. Israel telah membalas tembakan, meningkatkan dan memperlambat serangannya terhadap salah satu kelompok tempur nonpemerintah yang paling berpengalaman di kawasan tersebut, yang dipersenjatai dengan baik dan teruji dalam pertempuran melawan Israel. Namun, faktanya konflik antara keduanya ini bukanlah sesuatu hal yang baru, melainkan sudah terjadi hampir setengah abad. 

Israel telah resmi menjadi sebuah negara pada 14 Mei 1948, negara ini juga mempersatukan bangsa Yahudi yang awalnya hidup tersebar. Bangsa Yahudi sendiri selalu merasa tidak puas yang membuat mereka terus ingin merenggut dan memperluas wilayah mereka, hal ini membuat Israel dianggap serakah dan menjadi musuh bagi beberapa bangsa Arab karena selalu berusaha untuk menguasai daerah yang sekiranya menguntungkan mereka, seperti wilayah di Lebanon. Pemimpin Zionis pertama yang telah merancang dasar berdirinya negara Israel di awal abad, Memoar Theodor Hertzel, secara terang-terangan menyebutkan bahwa Lebanon Selatan dan Pegunungan Cheik yang berada di Lebanon Timur memiliki sumber air yang berlimpah untuk menunjang kehidupan ekonomi dan sosial Israel.

Pada tahun 1982, saat adanya “Operasi Perdamaian untuk Galilea”, Israel melakukan invansi ke Lebanon dalam upaya untuk membubarkan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang telah menempatkan dirinya sejak tahun 1960-an. Namun, tujuan ini berubah ketika Israel berencana untuk menguasai wilayah di Lebanon serta mendirikan Israel Raya. Menanggapi Israel yang secara spesifik menjelaskan bahwa mereka ingin merebut tanah dan hak bangsa Arab, beberapa kelompok di Lebanon memunculkan sebuah gerakan anti Israel yang berasal dari komunitas Muslim Syiah bernama Hizbullah pada Juni 1982. Didukung oleh rezim Iran, Hizbullah menyatakan prinsip dari berdirinya mereka: “Perjuangan kita akan berakhir hanya ketika entitas ini [Israel] berhasil dilenyapkan.” Menurut the U.S. State Department’s Country Reports on Terrorism, Hizbullah (Partai Allah) bukan hanya partai politik utama dan penyedia pelayanan sosial, namun juga merupakan organisasi militan dengan milisi bersenjata yang terlatih di Lebanon, sehingga Hizbullah menjadi kelompok penting di Lebanon dengan salah satu tujuan utama mereka yaitu merebut kembali wilayah di Lebanon yang terlah direnggut oleh Israel ketika invansi. 

Pada akhir musim panas tahun 1982, komando PLO telah meninggalkan Lebanon ke Tunisia, namun tentara Israel tetap memutuskan untuk tetap menduduki sebagian wilayah selatan negara yang berbatasan dengannya, serta ibu kotanya, Beirut. Lalu, kini Hizbullah menjadi musuh utamanya. Israel menduduki Lebanon selama lebih dari dua dekade, hingga pada tanggal 25 Mei 2000, Israel akhirnya menarik diri dan mengakui kegagalan intervensinya di wilayah Lebanon, hal ini membuat Hizbullah berada dalam posisi yang lebih kuat lagi.

Konflik keduanya ini diperparah pada tahun 2006 ketika milisi Lebanon memasuki Israel lalu menculik dua tentara mereka. Israel membalas perbuatan mereka dengan serangan udara, blokade udara dan laut, serta invansi darat ke wilayah Lebanon bagian selatan. Dalam kurun 33 hari saja, pertempuran antar keduanya itu telah merenggut nyawa 1.200 warga Lebanon yang juga menyebabkan satu juta orang mengungsi. Sedangkan di pihak Israel, jumlah korban tewas mereka meningkat menjadi 165 serta 500.000 orang mengungsi. Ini adalah kali pertama bagi kedua pihak untuk memiliki jumlah korban jiwa sebesar itu dalam periode waktu yang bisa dibilang cukup singkat. Kedua pihak juga mengalami kerugian besar baik dari sisi militer maupun sipil. Namun, perang tersebut tidak menghasilkan solusi damai, hingga akhirnya ketegangan itu masih terus berlanjut hingga hari ini.

Pada 7 Oktober 2023 terjadi sebuah serangan Hamas di tanah Israel yang menewaskan hampir 1.200 orang. Lalu keeseokan harinya, Israel mengirim bom di Jalur Gaza sebagai bentuk balasan, hingga menewaskan beberapa pemimpin senior Hizbullah dan Hamas. Dalam beberapa bulan terakhir, pertempuran antara kedua belah pihak semakin serius yang menyebabkan meningkatnya jumlah korban jiwa dan orang yang mengungsi.

Pandangan saya terhadap konflik yang terjadi antara Hizbullah dengan Israel ini menunjukkan betapa sulitnya mencari solusi untuk damai dilihat dari kawasan mereka yang selalu dipenuhi oleh ketegangan dan kebencian antar satu sama lain yang sudah terjadi selama berpuluh-puluh tahun. Konflik ini semakin diperburuk ketika Iran dan Amerika Serikat mulai memberikan dukungan pada masing-masing pihak. Cukup sulit untuk mencari solusi jangka panjang kepada kedua belah pihak, karena Hizbullah dan Israel sama-sama memiliki sifat yang keras terhadap satu sama lain. Hal ini membuat upaya diplomasi yang sering kali dilakukan oleh PBB susah dilakukan, akibat dari masing-masing pihak lebih memilih untuk fokus pada mempertahankan posisi kekuatan mereka dibandingkan berkompromi demi mencapai suatu perdamaian.

Jika dikaitkan dengan apa yang saya pelajari di Mata Kuliah Pengantar Ilmu HI, saya akan memilih Balance of Power dan Security Dilemma sebagai hal yang paling menonjol dalam konflik antara Hizbullah dengan Israel. Dalam konteks Balance of Power sendiri, ditunjukkan oleh bagaimana kedua belah pihak, baik Hizbullah dan Israel, serta aktor-aktor eksternal (seperti Iran dan Amerika Serikat) saling berusaha menjaga atau menguatkan diri di kawasan Timur Tengah. Dari perspektif ini, baik Hizbullah dan Israel sama-sama merasa terancam oleh kekuatan lawannya sehingga mereka terus meningkatkan kapasitas militer masing-masing, hal ini menjadikan sebuah keseimbangan yang rapuh. Di mana setiap tindakan yang mungkin memperkuat salah satu pihak akan dianggap sebagai ancaman oleh pihak lain, sehingga keseimbangan ini tidak menciptakan sebuah stabilitas, melainkan semakin mendorong terjadinya perlombaan senjata dan konflik yang semakin parah di masa depan.

Hal ini lalu dapat dikaitkan dengan perspektif Security Dilemma, yaitu ketika salah satu pihak meningkatkan keamanan mereka, justru dianggap sebagai ancaman bagi pihak lain. Dalam konflik Hizbullah dan Israel sangat terlihat jelas ketika Israel melakukan serangan udara kepada Hizbullah di Lebanon atau Suriah untuk mencegah mereka memperkuat persenjataan. Hizbullah pun merasa terancam oleh tindakan Israel tersebut, sehingga mereka terus memperkuat kekuatan roket dan persenjataannya untuk melawan Israel. Pandangan seperti ini yang sering kali menimbulkan ketidakpercayaan antara kedua pihak yang cukup sulit untuk dihentikan karena meskipun tindakan dari masing-masing pihak bermaksud untuk melindungi diri serta menjaga keamanan, namun tindakan tersebut malah menimbulkan reaksi negatif dari lawan sehingga dapat pula memperburuk ketegangan.

Meskipun berbagai macam solusi diplomatik sudah diputuskan untuk menyelesaikan konflik ini, tetapi pada akhirnya belum juga berhasil mencapai penyelesaian dalam jangka panjang. Solusi yang dikeluarkan cenderung berfokus pada gencatan senjata, namun pelaksanaan di lapangan sulit untuk terwujud karena faktor internal dan eksternal yang rumit. Diperlukan juga komitmen yang kuat dari aktor-aktor regional maupun internasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun