Mohon tunggu...
Dwi Kamaliyah Romadhoni
Dwi Kamaliyah Romadhoni Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Psikologi di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Saya bergabung di Kompasiana untuk berbagi wawasan dari kuliah saya tentang kesehatan mental dan psikologi sosial. Sebagai mahasiswa, saya tertarik menulis hal-hal sederhana seperti kehidupan sehari-hari, kebiasaan manusia dan hal-hal sederhana yang punya makna mendalam. Saya percaya bahwa diskusi di sini bisa membantu menyebarkan kesadaran psikologi di masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ghosting Sebagai Manifestasi Gaya Keterikatan Avoidant: Perspektif BIopsikologi Terhadap Ketakutan Keintiman.

14 Oktober 2025   16:00 Diperbarui: 14 Oktober 2025   15:16 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di era kencan digital yang semakin mendominasi kehidupan sosial, "ghosting" telah menjadi tren yang lazim, di mana seseorang secara tiba-tiba memutus kontak tanpa memberikan penjelasan, sehingga menimbulkan rasa bingung dan luka emosional bagi pihak yang ditinggalkan. Misalnya, dalam skenario sehari-hari, seseorang mungkin mengalami situasi di mana mitra kencan melalui aplikasi seluler tiba-tiba berhenti merespons pesan atau panggilan, tanpa petunjuk apa pun tentang alasan di baliknya. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan perubahan dalam dinamika interaksi manusia, tetapi juga sering dikaitkan dengan "keterikatan penghindar", sebuah pola psikologis di mana individu menghindari kedekatan emosional karena kekhawatiran akan kerentanan pribadi. Teori keterikatan yang dikemukakan oleh John Bowlby menjelaskan bahwa pola ini terbentuk dari pengalaman masa kanak-kanak, seperti kurangnya dukungan emosional dari pengasuh, dan kemudian memengaruhi kualitas hubungan romantis di usia dewasa. Namun, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih holistik, pendekatan biopsikologi---yang mengintegrasikan faktor biologis seperti hormon, struktur otak, dan pengaruh genetik terhadap perilaku---menawarkan wawasan yang lebih dalam. Esai ini akan mengeksplorasi bagaimana ghosting muncul sebagai bentuk dari keterikatan penghindar, dengan fokus utama pada ketakutan terhadap keintiman dari sudut pandang biologis. Pembahasan ini akan mencakup analisis tentang bagaimana respon tubuh, seperti pelepasan hormon dan aktivitas otak, memainkan peran dalam perilaku ini. Selain itu, kita akan membahas implikasi praktis, seperti bagaimana pemahaman ini dapat membantu mengurangi insiden ghosting di masyarakat. Pernyataan utama esai ini adalah bahwa ghosting bukan hanya pilihan sadar yang didasarkan pada preferensi pribadi, melainkan respons biologis yang kompleks terhadap ancaman emosional, melibatkan hormon seperti oksitosin dan kortisol, serta fungsi otak seperti amigdala. Dengan demikian, esai ini bertujuan untuk menjembatani gap antara psikologi dan biologi, guna memberikan perspektif yang lebih lengkap. 

Keterikatan penghindar, sesuai dengan kerangka teori Bowlby, adalah pola perilaku di mana individu merasa tidak nyaman dengan kedekatan emosional dan lebih memilih untuk menjaga jarak, sering kali sebagai mekanisme perlindungan diri. Dalam konteks hubungan romantis, hal ini dapat terwujud melalui ghosting, di mana seseorang memilih menghilang untuk menghindari konflik, komitmen, atau konfrontasi yang potensial. Namun, dari perspektif biopsikologi, perilaku ini tidak hanya berakar pada pengalaman masa lalu, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor biologis yang mendasar, seperti peran hormon dan struktur otak. Sebagai contoh, hormon oksitosin, yang sering disebut sebagai "hormon ikatan" karena fungsinya dalam membangun rasa percaya dan kedekatan sosial, terbukti memiliki kadar yang lebih rendah pada individu dengan keterikatan penghindar. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli neuroendokrinologi menunjukkan bahwa rendahnya oksitosin dapat memicu rasa cemas yang intens saat menghadapi keintiman, sehingga ghosting menjadi cara instingtif untuk melarikan diri, mirip dengan respons "lawan atau lari" yang diaktifkan oleh sistem saraf simpatik. Selain itu, amigdala---bagian otak yang bertanggung jawab atas pengolahan emosi dan deteksi ancaman---memainkan peran sentral dalam fenomena ini. Saat seseorang dengan keterikatan penghindar menghadapi situasi emosional yang mendalam, amigdala dapat merespons dengan melepaskan hormon stres seperti kortisol, yang menciptakan perasaan terancam dan mendorong perilaku penghindaran. Sebuah studi terbaru dalam jurnal psikologi, misalnya, menemukan bahwa aktivitas amigdala yang lebih tinggi selama interaksi sosial  berkorelasi dengan kecenderungan ghosting, terutama di platform digital seperti media sosial, di mana anonimitas memudahkan tindakan tersebut. Fenomena ini semakin umum di era digital karena teknologi memungkinkan individu untuk menghilang tanpa konsekuensi langsung, memperburuk dampak emosional pada korban. 

Lebih lanjut, faktor genetik menambah lapisan kompleksitas dalam biopsikologi keterikatan penghindar. Variasi dalam gen seperti transporter serotonin dapat memengaruhi produksi neurotransmitter yang mengatur suasana hati dan respons sosial, membuat beberapa orang lebih rentan terhadap ketakutan keintiman. Misalnya, jika seseorang mewarisi varian genetik yang mengurangi kemampuan mengelola stres, mereka mungkin lebih cenderung menggunakan ghosting sebagai strategi coping, bukan hanya karena pengalaman buruk di masa kecil, tetapi juga karena dasar biologis yang membuat kedekatan terasa seperti ancaman. Dalam konteks ini, bayangkan seorang individu yang sering mengalami ghosting; perilaku mereka mungkin merupakan kombinasi dari trauma masa lalu dan predisposisi genetik yang memperkuat respon amigdala. Secara keseluruhan, biopsikologi mengungkapkan bahwa ghosting adalah mekanisme perlindungan tubuh yang diwariskan secara evolusioner, bukan sekadar kekurangan etika. Dengan pemahaman ini, kita dapat mengembangkan intervensi yang lebih efektif, seperti terapi hormon untuk meningkatkan oksitosin atau latihan mindfulness untuk menekan respons amigdala, meskipun faktor lingkungan sosial tetap menjadi pengaruh penting.  

Dari analisis di atas, ghosting jelas merupakan manifestasi dari keterikatan penghindar, yang dipengaruhi oleh elemen biopsikologis seperti fungsi oksitosin, amigdala, dan faktor genetik. Ketakutan terhadap keintiman bukan hanya masalah psikologis, melainkan juga respons biologis yang primitif terhadap ancaman emosional, di mana tubuh bereaksi untuk melindungi diri melalui perilaku penghindaran. Dengan memahami aspek ini secara mendalam, masyarakat dapat mengadopsi pendekatan yang lebih empati dan proaktif, seperti mempromosikan komunikasi terbuka dalam hubungan atau menerapkan intervensi berbasis ilmiah untuk mengatasi akar biologis masalah. Misalnya, program pendidikan kesehatan mental dapat mengintegrasikan pengetahuan tentang hormon dan otak untuk membantu individu mengelola ketakutan mereka, sehingga mengurangi insiden ghosting dan membangun koneksi yang lebih autentik. Akhirnya, esai ini menekankan pentingnya sinergi antara psikologi dan biologi dalam menangani isu kontemporer seperti ghosting, memungkinkan terciptanya hubungan yang lebih sehat dan berkelanjutan di era digital.

Referensi 

 1. Ainsworth, M. D. S., & Bowlby, J. (1978). Pola keterikatan: Studi psikologis tentang situasi asing. Child Development, 49(3), 571-582. (Jurnal ilmiah)   2. Bowlby, J. (1969). Keterikatan dan kehilangan: Jilid 1. Keterikatan. Basic Books. (Buku)   3. Carter, C. S. (1998). Pandangan neuroendokrin terhadap keterikatan sosial dan cinta. Psychoneuroendocrinology, 23(3), 779-818. (Jurnal ilmiah)   4. Levine, A., & Heller, R. (2018). Ilmu di balik ghosting: Mengapa orang menghilang dalam hubungan. Psychology Today, 51(4), 45-52. (Artikel ilmiah dari majalah psikologi terkemuka)    

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun