Mohon tunggu...
Aliva Rosdiana
Aliva Rosdiana Mohon Tunggu... Penulis - edupreneur

Sebagai seorang edupreneur, saya harus mengasah diri dengan meningkatkan kualitas diri agar menjadi seorang yang memberikan manfaat dalam dunia pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Penggunaan Bilingualisme dalam Situasi Diglosia

2 Juni 2023   16:10 Diperbarui: 2 Juni 2023   16:17 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bilingualisme dalam situasi diglosia (sumber: www.nationalgeographic.grid.id)

Bahasa dan pemakaiannya berpengaruh pada beberapa faktor seperti tingkat usia pemakai bahasa, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan etnis. Kemajemukan yang ada pada suatu daerah dikarenakan adanya migrasi, perdagangan, pendidikan, dan perkawinan sehingga persinggungan kontak antar bahasa bisa saja terjadi sehingga bilingualisme, dengan kata lain penggunaan lebih dari dua bahasa kemungkinan terjadi. Campur kode dan alih kode dalam proses penggunaan dua bahasa atau lebih disesuaikan dengan topik pembicaraan, situasi pembicaraan, lawan bicara, dan lain-lain. Penerapan bilingualisme salah satunya adalah di Madura, dimana penghuninya tidak hanya asli penduduk Madura, tapi juga dai suku Jawa, suku Cina, suku Sunda, suku Batak, suku Ambon, dan suku Makasar. 

Istilah bilingualisme dalam Bahasa Indonesia adalah kedwibahasaan. Seorang penutur menggunakan bahasa lebih dari satu bahasa dalam berkomunikasi. Penutur bilingual tetap menmpertahankan bahasa ibunya sebagai bahasa pertama yang ia pakai dan bahasa lain sebagai bahasa kedua.  Pembentukan bilingualisme dalam diri seseorang disebabkan bisa melalui dua hal, yakni bilingualisme alamiah (natural bilingualism) dan bilingualisme sekunder (secondary bilingualism). Secara alami, penutur menggunakan dua bahasa dalam satu waktu dikarenakan tuntutan dan tekanan lingkungan, sehingga ia dikatakan seorang bilingual yang terbentuk secara alamiah dari pemeerolehan dua bahasa secara alamiah. Berbeda dengan proses bilingualisme sekunder yang terjadi dikarenakan situasi di dunia pembelajaran dimana guru dan murid dituntut untuk menggunakan bahasa kedua secara sistematik.

Penggunaan bahasa yang dilakukan penutur dalam masyarakat relatif stabil. Dengan kata lain, penggunaan dialek sebagai bahasa pertama yang digunakan memiliki keragaman yang telah terkodifikasi dengan tata bahasa lebih kompeks digunakan dalam komunikasi. Sementara, bahasa Indonesia sebagai bahasa lingua franca lebih banyak dan utama digunakan sebagai medium dalam situasi formal seperti di dunia pendidikan, dunia kerja, dan bahkan dunia internasional. Pada situasi tertentu, bahasa Indonesia memiliki tingkatan tinggi sehingga lebih terhormat dalam penggunaannya, atau disebut dengan high variety atau ragam tinggi. Berbeda dengan ragam rendah (low variety) yang kerap digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Jawa menjadi ragam rendah bila penggunaannya menggunakan bahasa ngoko dalam percakapan sehari-hari. Namun bahasa Jawa bisa menjadi ragam tinggi bila penggunaannya menggunakan bahasa krama alus untuk situasi tertentu seperti dalam acara konferensi, pernikahan, panggung wayang, dan sebagainya. Bahasa Guarani yang digunakan oleh masyarakat Paraguay yaitu negara Amerika Selatan memiliki ragam rendah dibandingkan bahasa Spanyol.

Secara ragam bahasa, penggunaan bahasa dibedakan secara fungsinya dalam situasi diglosia baik dalam ragam tinggi maupun ragam rendah. Ragam tinggi memiliki fungsi formal, sedangkan ragam rendah memiliki fungsi informal, kekeluargaan, dan bersifat santai. Secara prestise, ragam tinggi dianggap superior dibandingkan ragam rendah yang inferior. Bahasa yang diturunkan oleh nenek moyang sebagai warisan tertulis memiliki ragam tinggi. Pemerolehan bahasa dalam masyarakat lebih condong pada bahasa pertama atau bahasa ibu sehingga memiliki ragam rendah dibandingkan ragam tinggi yang digunakan dalam dunia pendidikan. Pembakuan bahasa dianggap sebagai standar untuk pembuatan kamus, pemelajaran tata bahasa yang lebih kompleks, petunjuk pelafalan, dan buku sehingga ragam tinggi digunakan sebagai pemakaian bahasa dalam penulisan dan pengucapannya. Secara stabilitias, diglosia tetap dipertahankan dalam komunikasi pada situasi yang berbeda dan penggunaan ragam bahasa yang berbeda.

Keragaman bahasa sebagai penentu tinggi rendahnya nilai bahasa (diglosia) tak lepas dari penggunaan lebih dari satu bahasa (bilingualisme). Bilingualisme tanpa diglosia terjadi pada percakapan sehari-hari masyarakatnya seperti nasyarakat Belgia yang sebagian masyarakatnya menggunakan bahasa Belanda, dan sebagian lainnya menggunakan bahasa Perancis. Diglosia tanpa bilingualisme terjadi dikarenakan pengaruh sistem sosial dimana kelompok elit atau masyarakat kota lebih memilih menggunakan bahasa dengan ragam tinggi. Kesepakatan masyarakat tertentu secara fungsional menggunakan dua ragam bahasa baik tinggi maupun rendah seperti masyarakat Jawa menggunakan ragam tinggi bahasa Jawa Krama dan ragam rendah bahasa Jawa Ngoko.

Interferensi bisa terjadi kapan saja akibat dari penggunaan dua bahasa yang akan mengarah pada pembahasaan alih kode. Pengalihan kode dan pencampuran kode bisa terjadi akibat dari situasi kemampuan masyarakat yang mampu menggunakan bahasa lebih dari satu seperti yang dilakukan oleh para kawula muda JakSel (Jakarta Selatan) menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hal ini muncul dikarenakan wilayah Jakarta Selatan yang didominasi instansi pendidikan taraf internasional. Selain itu, campur kode juga terjadi di dunia industri sebab bahasa pakem bahasa Inggris merupakan kesepakatan yang tak bisa diubah. Sementara bahasa percakapan yang mereka gunakan adalah bahasa Indonesia bahkan bahasa dialek setempat.

Contoh bahasa campur kode (code mixing) yang ada di dunia pendidikan penerbangan:

A: Ngapain pagi sekali kamu datang?

B: Pesawatnya perlu di run-up, diinspeksi, dicheck oli, busi, landing gear dibuka.

Alih bahasa terjadi bila ketika ada dua orang dengan bahasa dialek yang sama melakukan percakapan, kemudian datang orang lain mendekat dan berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Otomatis dua orang yang bercakap-cakap mengalihkan (code switching) bahasa dialek tertentu dengan berganti ke bahasa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun