Iklan Rokok yang Merajalela
Memasuki tahun 1980-an, ketika penggunaan fairing makin mapan dan bentuknya makin sedap dipandang, seiring dengan penggunaan kapasitas mesin yang terus membesar hingga 500cc (masih mesin dua langkah alias 2 tak), popularitas balapan ini juga semakin melejit.
Jika sebelumnya motor yang digunakan pebalap adalah pilihan dirinya atau timnya, pabrikan-pabrikan motor besar baik dari Eropa dan Asia (terutama Jepang) mulai turun gunung mengelola tim sendiri.Â
Tim-tim ini bersaing dengan tim privateer alias perseorangan atau perusahaan non-motor. Saat itu, tim seperti ini lebih banyak jumlahnya ketimbang tim pabrikan.
Di saat yang sama, para sponsor juga memanfaatkan popularitas balapan ini sebagai ajang promosi produk mereka. Bagi tim, masuknya sponsor jelas menguntungkan karena biaya yang terus membengkak akibat ketatnya persaingan dan jumlah seri balapan dalam satu musim yang terus bertambah.
Menariknya, sponsor-sponsor besar yang masuk bukan saja dari kalangan produsen produk yang berkaitan dengan motor seperti oli dan ban, tapi juga produk yang tidak berkaitan dengan motor. Â
Misalnya saja produk elektronik seperti Toshiba atau Yashika. Tapi yang paling banyak kemudian adalah muncul dari perusahaan-perusahaan rokok.
Merek-merek rokok seperti Marlboro, Gauloises, Bastos, Lucky Strike, Camel, Fortuna, Rizla, dan lain-lain tampak dominan. Merek-merek rokok terlihat mendominasi karena mereka umumnya menjadi sponsor utama, bukan hanya sponsor penggembira.
Status sebagai sponsor utama biasanya diikuti dengan hak istimewa, selain menampilkan logo produk secara dominan baik dalam ukuran dan jumlah, juga ikut mempengaruhi warna utama dari livery motor itu.
Tim Suzuki yang aslinya berwarna biru tua, muncul di arena tahun 1992 dengan warna dominan putih mengikuti sponsor utama mereka, merek rokok Lucky Strike.Â