Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cermis: Pencuri Janin

24 Februari 2021   14:25 Diperbarui: 24 Februari 2021   14:29 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: diolah dari www.indusladies.com

Malam hari, Kampung Sinaraga sunyi seperti biasanya. Apalagi hujan turun sejak tadi sore, jalanan tanah merah basah dan licin. Siapa pula yang hendak keluar di saat seperti itu. Hanya di tiga pos ronda yang terlihat ada orang berkumpul. Itupun hanya berkumpul dan mengobrol, tak ada yang mau berkeliling.

Pos ronda di tiga RT itu baru ramai lagi dua malam terakhir. Sebelumnya, sunyi. Seperti kebiasaan, pos ronda baru ramai dan diramaikan lagi kalau ada kejadian, entah itu maling atau yang lainnya. Tapi sudah bertahun-tahun tak pernah ada kejadian kemalingan di kampung itu.

Mungkin para maling juga malas menyatroni kampung itu, karena penduduknya jarang yang punya barang berharga. Pesawat televisi dan radio sudah tak lagi memikat. Kendaraan bermotor juga hanya motor-motor butut, bodong, yang kalau dicuri juga akan sangat menyulitkan pencurinya; sulit nyolongnya, dan sulit pula menjualnya.

Nah, kalau sekarang pos ronda itu ramai lagi, juga karena ade peristiwa yang terjadi di kampung sebelah, Cinanggul. Peristiwa yang bukan kriminal biasa. Memang judulnya 'maling,' tapi yang 'dicuri' adalah 'barang' yang aneh; janin bayi dalam kandungan! Malingnya? Tentu juga bukan maling biasa.

Di Cinanggul, kampung yang terhalang sebuah bukit dengan Sinaraga, sudah ada satu kejadian. Masitoh yang sedang hamil empat bulan mendadak kehilangan calon bayinya dengan gaib. Tiba-tiba saja perutnya kempes, mual-mualnya hilang, dan saat diperiksa bidan, di dalam rahimnya sudah tak ada lagi calon bayinya. Lenyap entah kemana.

Menurut cerita orang-orang di sana, pas malam kejadian, ada tetangganya yang melihat bulatan cahaya yang melesat masuk ke dalam rumah Masitoh. Cahaya apa dan seperti apa, tak jelas. "Mirip cahaya obor, tapi cepat, dan tak terlihat yang membawanya..." begitu pengakuan Sardi yang kemudian beredar kemana-mana.

Sebelum kejadian di Cinanggul, kejadian serupa juga terjadi di Kampung Pasir Eurih yang agak jauh dari Sinaraga dan Cinanggul. Yang ini sudah agak lama, lebih dari sebulan yang lalu. Ceritanya mirip-mirip, ada yang melihat cahaya masuk ke dalam rumah, lalu keesokan harinya, perempuan hamil di rumah itu kehilangan janinnya. Juga sama-sama hamil empat bulan.

Tadinya, orang-orang di Sinaraga tak terlalu khawatir, saat peristiwanya terjadi di Pasir Eurih. Tapi begitu kejadian lagi di Cinanggul, mereka mulai cemas. Jangan-jangan pencuri gaib ini memang mencari mangsa janin-janin bayi yang masih kecil, yang baru 'jadi' karena kata orang, dalam usia kandungan empat bulan, janin itu sudah mulai berbentuk manusia.

Kecemasan ini bukan tanpa sebab. Di Sinaraga, secara kebetulan, ada lima perempuan yang sedang mengandung. Cicih istrinya Dayat, Tati istrinya Maman, Kenoh istrinya Sarmidi, Yayah istrinya Barhum, dan Nunung istrinya Sarip. Dari kelimanya, hanya Kenoh yang hamilnya sudah besar, sudah lewat delapan bulan. Sedangkan yang lainnya, ada di sekitaran empat bulanan.

Dalam kasus seperti itu, desas-desus soal dugaan motifnya berkembang. Ada yang menyebut sebagai bagian tumbal pesugihan. Ada juga yang menyebut sebagai syarat untuk mencari kesaktian. Ada juga yang menghubungkannya dengan setan yang berkeliaran. Tapi yang paling serem adalah yang menghubungkannya dengan legenda Nini Jimah, paraji yang mati digorok lehernya.

Nini Jimah sudah meninggal lebih dari lima puluh tahun yang lalu. Ia adalah dukun beranak yang biasa dipanggil untuk membantu melahirkan di daerah-daerah sekitaran Gunung Muncang, termasuk juga Pasir Eurih, Cinanggul, Sinaraga, dan kampung-kampung lainnya. Menurut cerita yang dituturkan oleh orang tua, Nini Jimah dibacok lehernya dengan golok oleh Kuwu Sarno dari Ciguriang. Gara-garanya, istrinya yang cantik dan muda, meninggal saat melahirkan anak pertamanya, termasuk juga bayinya. Nini Jimah dianggap bertanggungjawab atas kematian itu oleh Kuwu Sarno.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun