Mohon tunggu...
Alinda Syifa Fumizuki
Alinda Syifa Fumizuki Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Airlangga

Seorang pemula yang ingin mencoba hal baru dalam dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Apakah Budaya Tidak Enakan Sama dengan People Pleaser?

31 Mei 2022   00:00 Diperbarui: 31 Mei 2022   00:33 4070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Orang Indonesia merupakan salah satu penduduk dunia yang dikenal dengan keramahannya. Keramahan tersebut sudah menjadi ciri khas di seluruh wilayah Indonesia. 

Namun, keramahan tersebut dapat mendorong ke sisi negatif termasuk munculnya budaya 'tidak enakan' atau "sungkan". 

Tidak enakan atau dalam bahasa jawa lebih dikenal dengan istilah pekewuh merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menolak apa yang dikatakan, diminta atau diperintahkan orang lain terhadap dirinya. 

Seseorang yang memiliki sifat tidak enakan akan cenderung untuk selalu mengatakan "Iya" terhadap apa yang dikatakan orang lain dan menuruti permintaan atau perintah orang lain.

Pada batas normal budaya 'tidak enakan' memiliki konteks yang baik yang dimaksudkan agar perasaan pihak lain tidak terluka atau untuk menjaga kesopanan dan hubungan personal yang terjaga tetap baik. Akan tetapi, jika budaya 'tidak enakan' diterapkan pada waktu, tempat, dan batasan yang salah maka budaya ini akan merugikan diri sendiri.

Seperti halnya saat seseorang tidak dapat menagih piutangnya kepada orang yang diberikan pinjaman uang atau hutang, dengan alasan tidak enak untuk menagih utang dan takut orang tersebut belum dapat membayarnya, atau khawatir menyingguung perasaan. Contoh tersebut sering terjadi di kehidupan sehari-hari dalam masyarakat dan dapat merugikan diri sendiri.

Lalu bagaimana pandangan psikologi mengenai budaya 'tidak enakan' ini? Dalam psikologi, budaya ini dikenal dengan people pleaser. Menurut Susan Newman, seorang sosial-psikolog, people pleaser merupakan seseorang yang ingin membuat orang di sekitarnya bahagia dan memiliki kecenderungan untuk mementingkan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya sendiri. Dalam hal ini sifat selalu 'mengiyakan' permintaan orang lain termasuk dalam people pleaser.

Setelah melihat definisi people pleaser dari sisi psikologi dapat diketahui bahwa budaya 'tidak enakan' dalam masyarakat Indonesia mirip dengan people pleaser yang dikenal dalam psikologi. Lalu bahayakah budaya 'tidak enakan' dan people pleaser ini?

Menurut Brennan (2021) seorang people pleaser cenderung dapat melupakan jati dirinya dan mengesampingkan kepentingan serta kebutuhan sendiri. Hal ini disebabkan seorang people pleaser akan melupakan apa yang membuatnya benar-benar bahagia karena lebih mementingkan kebahagian orang lain. 

Selain itu, seorang people pleaser dan seorang yang memiliki kepribadian tidak enakan di luar batas normal dapat menyebabkan kepedulian terhadap diri sendiri berkurang, adanya kebencian terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan ketidakmampuan untuk menikmati diri sendiri.

Lalu apa yang harus dilakukan agar berhenti menjadi seorang people pleaser dan seorang yang memiliki kepribadian tidak enakan di luar batas normal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun