Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Serial Noval] Mpok Telolet Mpok

19 November 2019   11:47 Diperbarui: 19 November 2019   11:49 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: makassar.terkini.id

"Bye bye Karawang.... I'll be coming here someday, I swear!"

Itulah teriakan lantangku saat baru saja melewati gerbang tol Karawang Barat. Sore ini akhirnya aku benar-benar meninggalkan kampung halaman Papah, dengan beragam rasa yang bercampur aduk dan membuat sesak dada ini. Ya, Tuhan. Ada apa denganku? Adakah rasa yang tertinggal di sana? Apakah yang membuatku enggan meninggalkan desa itu? Dan apakah sebenarnya niat awalku hingga memilih Karawang sebagai destinasi liburanku?

"Oh, God!" Kutepuk keningku, teringat sesuatu. "Pesan Papah... Desain ulang rumah Aki. OMG!"

Sungguh! Bukankah itu alasan yang membelokkan niatku yang dari awal ingin menghabiskan dua pekan liburanku ke Lembang hingga akhirnya malah memilih ke Karawang? Yang membuat Hendra si laki-laki romantis itu puas mengejekku sewaktu ngopi ganteng di Robista. Mengatakan bahwa tempat liburanku itu sama sekali tidak keren lah. Apa yang aku cari di situlah. Hingga kecurigaannya bahwa aku ke kampung halaman Papah itu hanya untuk mencari seorang mojang Karawang.

Ups! Dipikir-pikir, ejekan Hendra yang terakhir itu kejadian juga ternyata. Setelah lima tahun, Saudara-saudara. Bayangkan! Setelah perjodohan tanpa akhir yang terus-terusan dilakukan oleh si laki-laki romantis itu terhadapku. Setelah... ah. Kalian yang menyimak kisahku dari awal tentunya sudah bisa menebak siapa yang kumaksud di sini.

***

Hari kian beranjak malam. Dan aku masih juga di sini. Terjebak kemacetan panjang di tol dalam kota. Ah, andai saja kudengarkan saran dari Bi Isah tadi untuk berangkat agak siangan, tapi yaaa... sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur. Tinggal dikasih suwiran ayam, bumbu kuning, cakue, daun bawang, bawang goreng, sedikit kecap, sedikit sambel dan juga kerupuk. Hopla! Jadilah semangkok bubur ayam super lezat yang biasa mangkal di depan gang H. Sodiq. Hehehe.

Kruyuk kruyuk...

"Sialan, mana gue laper lagi. Ini jalanan kapan lancarnya sih? Udah satu setengah jam lho terjebak di sini. Dan itu masih jauh dari arah ke kontrakan gue di bilangan Jakarta Barat. Hoaaammm.... Apa untuk malam ini gue lebih baik nginep di kantor aja ya? Hm...."

Telolet telolet...

Bunyi klakson di belakang, kontan saja menyadarkanku dari lamunan. Rupanya jalan di depanku sudah mulai lancar. Segera saja Estilo putih kuajak terbang dengan kecepatan 80 km/jam, dengan maksud agar bisa segera sampai ke kantor. Malam ini sudah kuputuskan untuk menginap di kantor saja. Karena, kalau kupaksakan ke kontrakan juga, yang ada aku bisa kolaps di jalan dan takkan pernah sampai di tempat. Iiih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun