Mohon tunggu...
Muhammad Ali Husein
Muhammad Ali Husein Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fisip Unsoed

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ini Dia Alasan Pemerintah Mengurangi Subsidi BBM

12 Juni 2013   01:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:10 1966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Muhammad Ali Husein

Kadept Kastrat KAMMI Kathoza 2013

Isu pengurangan subsidi BBM berhasil menjadi tema pertikaian seru dalam masa tahun anggaran 2013. Hal ini merupakan tindak lanjut dari penundaan kenaikan BBM pada bulan Maret-April tahun 2012 lalu. Dalih Pemerintah akan pengurangan subsidi BBM merupakan cerminan dari asumsi ekonomi makro Indonesia yang dipengaruhi oleh dampak krisis global yang tak berkesudahan. Krisis keuangan global semenjak tahun 2008 yang merupakan dampak dari krisis Subprime Mortage di AS pada tahun sama memberikan efek spillover ke Negara-negara Eropa yang akhirnya menjadi krisis global. Meskipun krisis di AS tersebut sudah berakhir pada tahun 2009 silam, namun Negara-negara yang terkena imbas dari krisis keuangan global tersebut belum juga bisa sepenuhnya memulihkan diri, begitupun dengan Indonesia.

Melihat kondisi domestik di Indonesia kini, isu pengurangan subsidi BBM kembali mencuat ke permukaan setelah sebelumnya pada tahun anggaran 2012 subsidi BBM melonjak naik dari pagu 40 juta Kiloliter menjadi 45,2 juta Kiloliter. Hal ini cukup untuk menguras anggaran APBN hingga anggaran subsidi membengkak 154,22% dari pagu subsidi BBM di APBN 2012. Hal ini menjadi dalih Pemerintah yang membentuk alasannya mengapa APBN-P 2012 bisa defisit anggaran.

Untuk menyelamatkan APBN, Pemerintah berencana mengurangi subsidi BBM dengan menjadikan penyelamatan APBN sebagai benteng, berikut alasan Pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM di tahun 2013 :

Ada beberapa alasan yang penting untuk diketahui bersama mengapa Indonesia yang merupakan Negara pensubsidi BBM dalam jumlah besar di negaranya kini hendak mengurangi subsidi BBM demi menyelamatkan APBN 2013. Adapun alasan-alasan Pemerintah dalam keinginannya pengurangan subsidi antara lain :


Pertama, pada tanggal 28 Maret 2013 atau yang dikenal dengan Kuartal/Semester I, APBN 2013 mengalami defisit sebesar 17,9 T. Hal ini merupakan akibat dari realisasi APBN yang timpang antara pendapatan dengan belanja. Menurut data yang diperoleh dari Bambang P.S. Brodjonegoro, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, realisasi pendapatan dan hibah hingga Maret 2013 adalah sebesar Rp 254,0 Triliun atau 16,6% dari pagu pendapatan sebesar Rp 1. 529,7 Triliun di APBN. Hal ini tidak sebanding dengan realisasi belanja yang hingga Maret 2013 berjumlah Rp 271, 9 Triliun atau 16,2% dari pagu belanja sebesar Rp 1.683, 0 Triliun di APBN.

Menurut Umar Juaro, pengamat ekonomi, defisitnya APBN pada Kuartal I tidak terlepas dari tiga tekanan Ekonomi, yakni :

  1. Tekanan neraca perdagangan, dimana terjadi fluktuasi nilai tukar pada kisaran Rp 9.700 – Rp 9.800. Selain itu juga terjadi fluktuasi harga jual minyak dalam negri (ICP) dan lifting migas.

  2. Tekanan fiskal

  3. Tekanan inflasi, ketika subsidi BBM berkurang maka harga inflasi juga akan naik.

Umar Juaro juga menuturkan bahwa subsidi BBM akan berkurang jika ICP sudah diatas USD 120/barel. Dampak yang ditimbulkan adalah harga BBM naik serta inflasi yang terjadi mencapai sekitar 9%.

Bambang P.S Brodjonegoro pun menuturkan bahwa APBN 2013 adalah tahun berjalan dimana defisit besar antara pendapatan dengan belanja terjadi di Kuartal I (bulan Maret), padahal pada tahun berjalan 2011 dan 2012 defisit besar APBN selalu terjadi pada Kuartal II. Hal ini merupakan akibat dari penerimaan pajak yang tidak sesuai target dan tingginya realisasi belanja, hal ini juga tergantung pada BBM.

Defisit Rp 17,9 Triliun pada Kuartal I APBN 2013 kini merupakan sebuah kemunduran, pasalnya di Kuartal I tahun sebelumnya defisit APBN berada jauh dibawahnya, yaitu pada angka Rp 8,0 Triliun. Tingginya defisit Kuartal I APBN 2013 didorong oleh tingginya realisasi subsidi BBM serta ditambah dengan penerimaan pajak yang tidak sesuai target. Meskipun realisasi subsidi BBM hingga Kuartal I (Maret 2013) barulah mencapai angka Rp 3,5 Triliun dari pagu Rp 193,8 Triliun di APBN. (Bambang P.S Brodjonegoro, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal).

Kedua, terjadi pelonjakan subsidi BBM dari APBN 2012 ke APBN 2013. Subsidi BBM yang dimaksud disini adalah Premium, Solar, dan Minyak tanah, karena tiga jenis tersebut merupakan tiga jenis BBM dengan konsumsi terbesar diantara jenis lainnya, terutama Premium dan Solar. Subsidi minyak tanah dahulu tergolong besar, namun semenjak digalakkannya konversi minyak tanah ke gas untuk aktivitas dapur rumah tangga, subsidinya mulai bisa dikurangi.

Subsidi BBM pada APBN-P tahun anggaran 2012 adalah sebesar Rp 137 Triliun atau setara dengan 40 juta Kiloliter, namun kuota akhir dari jumlah subsidi BBM pada tutup anggaran di tanggal 28 Desember 2012 adalah sebesar Rp 211,9 Triliun, meskipun realisasi penggunaannya adalah sebanyak 45,07 juta Kiloliter di saat tutup anggaran. Jika digabungkan seluruhnya, jumlah kuota BBM bersubsidi dalam tahun anggaran 2012 adalah sebesar 154,22% yang berarti melewati pagu subsidi BBM di APBN-P.

Pada tahun anggaran 2013, kuota BBM bersubsidi di APBN 2013 adalah sebesar Rp 193 Triliun atau setara dengan 46,01 juta Kiloliter. Angka ini lebih sedikit dari realisasi konsumsi BBM bersubsidi pada tahun anggaran 2012, menurut Jero Wachik, kuota subsidi BBM pada tahun anggaran 2013 haruslah ditambah dalam APBN-P yang akan dibahas pada bulai Mei 2013 ini.

Jika membandingkan antara realisasi konsumsi BBM bersubsidi dengan kuota BBM bersubsidi di tahun 2013 memang menunjukkan harus ditambahnya kuota BBM bersubsidi tahun 2013. Pada tahun 2011, realisasi konsumsi BBM bersubsidi adalah sebesar 41,78 juta Kiloliter dan pada tahun 2012, jumlah realisasi konsumsi BBM bersubsidi berada pada angka 45,07 juta Kiloliter, naik sekitar 7,8%. Melihat kenaikan tingkat konsumsi BBM bersubsidi pada 2011 ke 2012 akan menjadi aneh jika kuota BBM bersubsidi di tahun 2013 hanya berada pada angka 46,01 juta Kiloliter. Jika mengingat pertumbuhan ekonomi tahun 2013 adalah 6,5%, maka kuota BBM bersubsidi pasti akan ditambah.

Tak berhenti sampai disitu, selain selalu meningkanya jumlah konsumsi BBM bersubsidi tiap tahunnya, ternyata kuota subsidi pada tahun anggaran 2013 sudah cukup tinggi. Memang subsidi BBM terletak pada angka Rp 193,8 Triliun, namun jika seluruh subsidi di APBN 2013 digabungkan jumlahnya mencapai Rp 317,2 Triliun. Hal ini hampir menyamai kuota anggaran pendidikan yang mencapai Rp 336,8 Triliun atau setara dengan 20% anggaran belanja APBN 2013. Hal ini bisa dikatakan berbahaya, karena hampir 40% dana anggaran dari APBN 2013 hanya digunakan untuk membiayai subsidi dan pendidikan. Sedangkan 60% sisanya harus cukup untuk membiayai anggaran belanja sisanya.

Ketiga, prakiraan defisit APBN 2013 memang membuat Pemerintah semakin giat untuk mengurangi subsidi, bagaimana tidak, pada tahun anggaran 2012 APBN sudah dibuat defisit Rp 146 Triliun akibat pelonjakan penambahan kuota subsidi BBM. Karena itulah pemerintah merasa perlu mengrangi subsidi BBM untuk menyelamatkan APBN beserta keseimbangan neraca perdagangan 2013.

Realisasi penerimaan Negara pada tahun anggaran 2012 adalah sebesar Rp 1335,7 Triliun atau setara dengan 93% dari target penerimaan anggaran dari APBN-P. Sedangkan jumlah belanja Negara pada tahun anggaran 2013 adalah mencapai Rp 1481,7 Triliun, melonjaknya julah belanja Negara membentuk defisit anggaran sebesar Rp 146 Triliun. (Agus Martowardojo, Menteri Keuangan sebelum menjabat Gubernur BI). Hal ini membuat Mahendra Siregar -Wakil Menteri Keuangan- bingung. Pasalnya terakhir kali Indonesia defisit anggaran yang besar adalah pada tahun 1961.

Ketika belanja subsidi BBM sudah melonjak melewati pagu anggaran di APBN, hal ini harus diimbangi dengan tingginya ekspor agar tidak membenai neraca perdagangan. Namun ketika posisi ekspor tidak mampu mengimbangi impor maka menutup defisit anggaran adalah dengan Pembiayaan Anggaran yang tertera di dalam APBN, yang terbagi lagi menjadi dua, pembiayaan anggaran yang berasal dari dalam negeri dan yang berasal dari luar negeri. Pembiayaan anggaran dari dalam negeri bisa dengan penerbitan SUN (Surat Utang Negara) sedangkan pembiayaan anggaran dari luar negeri adalah dengan peningkatan FDI (Foreign Direct Investment) atau dengan hutang luar negeri.

Eks Gubernur BI, Darmin Nasution, pernah meminta Pemerintah untuk menggenjot FDI/investasi langsung asing hingga USD 20 miliaruntuk menutup defisit anggaran tahun 2012. Namun pada tahun 2012 Pemerintah tidak sanggup menggenjot FDI dikarenakan investor asing tidak tertarik untuk investasi di Indonesia. Tidak tertariknya investor untuk berinvestasi di Indonesia disebabkan karena infrastruktur di Indonesia tidak memadai. Padahal infrastruktur merupakan syarat utama untuk menciptakan iklim investasi dalam suatu Negara. Karena melalui cara FDI tidak bisa maka cara menutupi defisit anggaran adalah dengan cara hutang luar Negeri.

Hal ini mengartikan bahwa APBN Indonesia juga habis untuk membayar Bungan dan hutang luar negeri ketika pembiayaan anggaran defisit anggaran adalah melalui hutang luar negeri. Karena itulah Pemerintah menganggap bahwa permasalah utamanya adalah terletak pada subsidi BBM. Subsidi BBM selain menguras APBN juga menaikkan konsumsi BBM tiap tahunnya. Hal ini dibuktikan dengan data statistik minyak bumi dari Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), pada tahun 2005 tingkat konsumsi bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 101.867 juta barel minyak. Namun pada tahun 2011 silam tingkat konsumsi mogas melonjak menjadi 165.308 juta barel minyak.

Naiknya konsumsi BBM yang disebabkan oleh tingginya subsidi BBM memang benar adanya. Karena ketika BBM disubsidi dalam jumlah besar maka bisa menekan harga keekonomian BBM hingga harga BBM menjadi murah. Harga BBM yang murah tersebut menciptakan perilaku konsumtif dalam masyarakat, perilaku konsumtif itulah yang menggiring masyarakat untuk selalu mengkonsumsi BBM bersubsidi didukung dengan rendahnya harga BBM.

Dampak besarnya subsidi BBM tak berhenti sampai disitu, ia membentuk kondisi dimana FDI menjadi kecil karena dana untuk infrastruktur banyak tersedot oleh anggaran subsidi. Selain itu ia juga membuat hutang luar negeri semakin besar karena tingginya impor BBM tidak bisa ditutupi kekurangan anggarannya dengan FDI , hal itu membentuk neraca perdagangan menjadi defisit, neraca perdagangan yang defisit adalah pengejawantahan dari melemahnya ekspor serta membengkaknya impor. Ketika neraca perdagangan semakin defisit dan hutang luar negeri semakin besar, cara mengatasinya adalah dengan cara mengurangi subsidi BBM.

Keempat, defisit neraca perdagangan dimana impor menggunung jauh melebihi ekspor mengharuskan Pemerintah mengurangi subsidi guna menekan tingkat impor. Wijayanto, pakar ekonomi sekaligus pengajar di Paramadina, juga menuturkan bahwa rendahnya harga BBM bersubsidi membuat permintaan domestik naik dan impor terus menggunung, sehingga menimbulkan defisit perdagangan. Selain itu, menggunungnya impor akibat naiknya permintaan domestik bisa menekan nilai rupiah terhadap dolar serta membuat defisit APBN membesar.

Cara agar impor tidak melampaui ekspor adalah dengan cara mengurangi subsidi BBM, karena yang membuat impor terus dilakukan adalah karena keperluan BBM bersubsidi di domestik semakin besar dari tahun ke tahunnya. Selain itu, lifting (produksi minyak) minyak mentah Indonesia sekarang ini hanya berkisar antara 830.000-870.000 barel oil per hari. Sedangakn kebutuhan untuk konsumsi nasionalnya mencapai 1,4 juta barel/ hari (Badan Kebijakan Fiskal RI, 2013). Alhasil dengan kenyataan bahwa lifting migas Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan domestiknya, maka impor akan terus dilakukan. Cara untuk membatasi konsumsi BBM adalah dengan menaikkan harga BBM.

Tulisan berlanjut ke http://metro.kompasiana.com/2013/06/12/bantahan-akan-alasan-pemerintah-mengurangi-subsidi-bbm-568009.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun