Mohon tunggu...
Antia RosevaTatalifya
Antia RosevaTatalifya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng tirtayasa

Menulis untuk publik.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Problematika dan Realita Pendidikan Gratis di Banten

1 Desember 2020   08:32 Diperbarui: 1 Desember 2020   08:35 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Setiap Provinsi di Indonesia tak pernah lepas dari masalah pendidikan. Seolah menjadi permasalahan turun-temurun, disetiap pergantian pemimpin daerah (Pemda) akan selalu ada pembahasan mengenai masalah pendidikan. Salah satu provinsi yang saat ini terus berusaha memecahkan masalah pendidikannya adalah Banten. Provinsi dengan Serang sebagai ibukota nya ini tengah merealisasikan pendidikan gratis 12 tahun di sekolah negeri untuk masyarakat Banten sebagai bentuk menaikkan tingkat mutu pendidikannya.

Dilansir dari data BPS (Badan Pusat Statistik) ditahun 2016, tingkat pendidikan di Banten rata-rata hanya mencapai 8,3 tahun atau setara dengan bangku SMP. Itu artinya, tingkat mutu pendidikan di Banten masih terhitung rendah. Lantas mengapa hal tersebut bisa terjadi padahal Pemda Banten sudah memberikan fasilitas berupa pendidikan gratis?

Faktanya dari 160 ribu siswa lulusan SMP Negeri hanya 60 ribu saja yang diterima di SMA Negeri, ungkap Fitron Nur Ikhsan selaku Ketua Komisi V DPRD. Artinya, SMA Negeri kekurangan ruang kelas untuk melakukan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar). 

Disamping itu, Pusat Telaah dan Informasi Regional Banten membeberkan bahwa 3 dari 10 siswa di Serang mempertaruhkan nyawanya akibat sekolah yang rusak. Dengan kondisi sekolah yang rusak, membuat kegiatan belajar mengajar kurang kondusif sehingga baik siswa maupun tenaga pengajar kurang motivasi. Pada akhirnya, siswa memilih untuk putus sekolah akibat hal tersebut.

Merujuk kepada dua hal tersebut, pemerintah mengungkapkan alasan dibalik terhambatnya pendidikan gratis adalah perihal anggaran. Selama ini pemerintah sudah mengoptimalkan anggaran untuk pendidikan gratis, namun ternyata pada kenyataannya di lapangan anggaran tersebut masih belum cukup. Hal ini terbukti dari fasilitas sekolah yang kurang memadai dan juga rusak. Kurangnya ruang kelas menjadi contoh dari fasilitas yang kurang memadai, dampaknya sangat berpengaruh terhadap jumlah siswa yang dapat ditampung sekolah.

Disamping itu, Fitron juga meyakini siswa yang berhasil masuk SMA Negeri adalah siswa dengan nilai yang memadai dan tidak sedikit dari mereka sudah mempersiapkan segalanya sejak SMP, seperti mengikuti bimbel  yang mana mengeluarkan biaya yang cukup besar. 

Hal ini membuat siswa yang tidak mampu mengikuti bimbel dan hanya mengandalkan materi dari sekolah dengan nilai rata-rata harus membayar sekolah swasta. Jika sudah begini, orang tua siswa akan ragu untuk menyekolahkan anaknya di sekolah swasta karena takut kekurangan biaya yang akan mengakibatkan anaknya putus sekolah dan uang yang dikeluarkan di awal masuk sekolah akan sia-sia.

Selanjutnya, jika meninjau pasal 8 pergub No. 31 Tahun 2018 yang isinya "Setiap Sekolah yang menerima dana Pendidikan Gratis wajib mengikuti pedoman pelaksanaan pemanfaatan dan pertanggungjawaban keuangan Pendidikan Gratis yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah." ternyata masih banyak kekeliruan yang dilakukan oleh pihak sekolah. Salah satu kekeliruannya yaitu dana dari pemerintah ada yang dialokasikan untuk kepentingan lain diluar pedoman pendidikan gratis. 

Kekeliruan lainnya adalah pungutan liar. Mengapa pungutan liar disangkut pautkan dengan pasal tersebut? Sebagai contoh yang dilansir dari detakbanten.com tentang cerita salah seorang wali murid yang mendaftarkan anaknya ke SMKN 2 Serang, beliau menceritakan bahwa ia harus membayar 75 ribu rupiah untuk tes kesehatan dan 15 ribu untuk mengambil formulir tes akademik. "Padahal beli obat di apotek aja ga sampai 60 ribu dan harga formulir beserta maps di tempat foto copy cuma 2 ribu. Ini mah sekolah emang niat nyari untung" ujarnya.

Menelurusi cerita dari wali murid tersebut, pada Pasal 10 (poin ke 4)  pergub No. 31 Tahun 2018 yaitu "penggunaan dana pendidikan gratis untuk kegiatan ulangan harian, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa" sekali lagi menjadi bukti nyata bahwa pihak sekolah masih melakukan kekeliruan. 

Pasalnya, tidak sedikit dari beberapa tenaga pengajar yang meminta uang kepada siswa dengan embel-embel uang foto copy soal ulangan. Padahal menurut pasal tersebut, seharusnya segala bentuk fasilitas untuk kegiatan ulangan sudah ditanggung oleh dana pendidikan gratis. Jadi siswa tidak perlu membayar sepeserpun termasuk untuk soal ulangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun