Zonasi mulai diterapkan tahun 2018. Pada sistem ini penerimaan peserta didik didasarkan pada jarak rumah siswa terhadap sekolah. Kemudian dilakukan perangkingan terhadap jarak tersebut. Sesuai dengan kuota yang disediakan sekolah para siswa bisa memantau hasil hitung jarak yang telah terdata di perangkingan zonasi.
Efek zonasi terhadap proses belajar.
Jika sebelumnya penerimaan siswa didasarkan pada perangkingan nilai, maka mengajar di sekolah dengan prestasi bagus lebih mudah dan menyenangkan. Siswa-siswa dengan prestasi tinggi akan masuk ke sekolah unggul. Sehingga pengelompokan sekolah berdasarkan intake siswa lebih mudah. Dari sini muncullah sekolah-sekolah kategori favorit dan tidak favorit.
Pada masa zonasi, hampir setiap sekolah mendapatkan input siswa dengan prestasi beragam. Hal ini dikarenakan dasar penerimaan siswa adalah lokasi jarak rumah ke sekolah. Efek zonasi terasa sekali pada sekolah-sekolah yang terletak diperbatasan kabupaten dengan sekolah-sekolah swasta yang kurang memprioritaskan kualitas belajar.
Pembelajaran di kelas dengan siswa kategori berprestasi dicampur dengan siswa yang tertinggal dalam belajar terjadi gap yang cukup jauh. Siswa yang kurang serius belajar memiliki semangat belajar yang rendah. Jarang membawa buku paket, berpakaian tidak lengkap, mengantuk ketika diajar, beberapa kali meninggalkan jam pelajaran tanpa keterangan, hingga beberapa kali bolos sekolah merupakan fenomena yang biasa terjadi.
Para guru pun membuat kebijakan yang lama sudah tidak diambil yakni pengelompokan siswa dalam kelas unggulan dan tidak. Para guru pun lebih semangat mengajar pada kelas unggulan.