Mohon tunggu...
Alifatul Auliya
Alifatul Auliya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi antropologi

Baca dahulu menulis kemudian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membangun Kota Membangun Budaya

9 Februari 2021   10:49 Diperbarui: 9 Februari 2021   11:05 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pembangun adalah hal yang mutlak tidak dapat dihindari karena manusia selalu berupaya untuk terus bertumbuh, seperti hukum alam akan ada kemunduran di setiap kemajuan pun sebaliknya, tetapi di sisi lain maju dan mundur sendiri adalah suatu konstruksi sosial yang dihasilkan oleh budaya. Satu hal yang dapat dipastikan bahwa membangun yang dalam hal ini adalah membangun kota perlu memperhatikan berbagai aspek terutama aspek budaya sebagai identitas maupun penjaga keharmonisan hidup. Dapat dikatakan saat manusia membangun kota sebagai wilayah fisik tempat tinggal, maka manusia juga sedang membangun budayanya karena fisik mempengaruhi budaya juga budaya mempengaruhi lingkungan fisik. Agar kehidupan, manusia, penmbangunan, dan kebudayaan dapat hermonis dan sinergis perlu suatu konsep pembangun yang bersifat antropologis untuk mencapai harmoni kehidupan di dalam suatu kota.

Tidak diragukan lagi jika negara atau bangsa kita Indonesia memiliki kebudayaan dan nilai yang luhur bahkan tersohor hingga ke penjuru dunia di tengah keberagaman atau kemajemukan yang tinggi. Namun bagaimana kondisi kebudayaan dan nilai luhur bangsa di tengah derasnya alur globalisasi?.

Salah satu efek dari hadirnya globalisasi yang tidak dapat dihindari adalah terbentuknya masyarakat dunia yang kemudian terbentuk arus kebudayaan. Ditengah derasnya arus kebudayaan dan invansi budaya asing masyarakat Indonesia saat ini yang utamanya adalah pemuda mulai kehilangan jati dirinya hingga menalami disorientasi kebudayaan. Tak jarang akibatnya adalah timbulnya citra inferioritas budaya, yaitu anggapan di mana budaya sendiri lebih rendah dan tak sebanding dengan budaya negera lain, hingga anggapan bahwa negara lain lebih hebat dan maju dari negara sendiri yang mengakibatkan lunturnya nilai rasa nasionalisme. Hal tersebut selain dikarenakan kuatnya arus globalisasi dan proses mendunia, juga disebabkan oleh perasaan bahwa budaya hanyalah tari tarian dan adat istiadat yang sudah tidak relefan dengan jaman atau terkesan kolot.

Budaya atau kebudayaan tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kebudayaan bukanlah hanya tari tarian atau adat istiadat semata, Koentjaraningrat (2000) dalam bukunya memaparkan tujuh unsur kebudayaan yang mana ketujuh unsur tersebut merupakan unsur vital dan universal dalam kehidupan yang mencakup dan berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Hal tersebut juga sebuh pembuktian bahwa kebudayaan bukanlah hanya semata tari tarian atau adat istiadat masyarakat tradisional. Kebudayaan mempunyai fungsinya tersendiri, baik fungsi aplikatif maupun regulasi. Seperti pada umumnya, hadirnya suatu norma atau nilai dan juga regulasi atau peraturan adalah tercapainya keselarasan arau harmoni dalam kehidupan masyarakat.

Pada era globalisasi yang berdampak pada munculnya kemajemukan atau kesamaan perilaku yang salah satunya ialah karakter masyarakat industrial, kebudayaan menjadi identitas dan pembeda suatu bangsa dan perorangan. Sebagai contoh budaya ramah yang telah menjadi identitas bangsa Indonesi di mata dunia. Selain sebagai identitas dan pembeda, kebudayaan banyak mengajarkan norma, nilai, dan perilaku yang mengandung keluhuran dan nilai positif. Hal tersebut dapat dipelajari melalui sejarah dan tapak tilas kebendaan peninggalan sejarah. Semua hal tersebut dapat menjadi patokan atau ideologi bagi masyarakat yang khususnya generasi muda untuk berpegang di tengah menggelobalnya budaya dari negara atau bangsa tertentu, seperti westernisasi dan korean culture.Permasalahan muncul saat masyarakt tidak lagi mengenal atau bahkan mengetahui budayanya sendiri, sehingga kehilangan norma dan perilaku luhur yang dipaparkan di atas, bahkan hilangnya identitas sehingga mengadopsi budaya lain.

Berdasarkan pemaparan di atas terlihat urgensitas atau pentingnya dalam pelestarian kebudayaan yang tidak hanya kulitnya saja seperti lagu daerah atau pakaian, namun juga nilai filosofis, norma, dan perilaku luhur di balik itu semua. Hal tersebut menjadi sangat penting lagi mengingat proses globalisasi yang semakin menggerus jati diri dan disorientasi serta adopsi perilaku dari budaya luar di kalangan remaja, yang bahkan hingga timbulnya rasa inferior terhadap bangsa lain dan lunturnya nasionalisme.

Mempelajari budaya bukan berarti hanya mempelajari tarian atau lagu daerah semata sebagai formalitas. Mempelajari budaya berarti mengenal dan memahami makna filosofis dari kebudayaan dan menerapkannya dalam kehiupan. Sebagai langkah awal agar generasi muda mengenal kebudayaannya sendiri salahsatunya ialah melalui peninggalan kebendaan seperti bangunan bersejarah dan cagar budaya. Namun sayangnya ditengah tengah gencarnya pembangunan yang dilakukan kerap kali mengabaikan unsur kebudayaan dan nilai luhur. Katakan saja reklmasi teluk Jakarta, pembangunan bandara baru Yogyakarta (NYIA), dan pembangunan pabrik semen di pegunungan Kendeng yang ditengarai merusak peninggalan kebudayaan dan lingkungan. Kecenderungan pembangunan akhir akhir ini seolah mengambil kiblat dari negeri negeri eropa dan barat yang kapitalis, hanya mengejar keuntungan semata tanpa memeperhatikan aspek budaya dan sosial. Seolah -- olah ingin membuat indonesia menjadi seperti tanah amerika yang kehilangan ruh dari penduduk aslinya, yang secara tidak langsung membakar jejak historis, osiologis, dan antropologis mengenai kebudayaan dan peradaban di masa lalunya. Sehingga melupakan bahwa bangsa dan negeri ini memiliki karakternya sendiri.

Salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah pembangunan yang memperhatikan aspek kebudayaan atau antropologis. Sebagai contoh ialah kota Seoul sebagai ibukota negara Korea Selatan yang memiliki moto untuk maju (dalam hal teknologi maupun ekonomi) namun juga berbudaya yang hal tersebut terlihat dari upaya untuk merevitalisasi dan menyelaraskan pembangunan dengan letak bangunan bersejarah yang ada seperti benteng Namhansanseong , sehingga generasi muda tidaklah lupa dari mana  leluhurnya berasal dan nilai filosofis dalam kebudayaan bangsanya. Karena mempelajari kebudayaan secara mendalam paling mudah dipelajari melalui sejarah dan peninggalan bersejarah yang tentunya memiliki nilai historis dan kebudayaan yang tinggi.

Jika pemudanya telah mengenal, memahami, dan dapat menerapkan nilai filosofis dari kebuayaan bangsanya dalam kehidupan. Maka secara tidak langsung rasa optimistis terhadap masa depan dan percaya diri akan hadir di alam jiwa tiap pemuda Indonesia sebagai identitas dan bekal dalam kehidupan masyarakat  global.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun