Di tengah arus perubahan zaman yang sangat cepat, anak-anak generasi Z menghadapi tantangan yang tak mudah dalam mengelola emosi dan hubungan sosial. Kehidupan serba digital dan interaksi maya kerap membuat mereka rentan terhadap tekanan psikologis dan kesulitan mengelola rasa empati. Untuk itu, mengembangkan emotional intelligence atau kecerdasan emosional menjadi kebutuhan utama dalam pendidikan modern. Namun, bagaimana jika pengembangan tersebut dipadu dengan kearifan filsafat pendidikan Islam yang kaya makna? Melalui karya monumental Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, pendidikan Islam yang berfilsafat dapat menjadi jawaban tepat untuk membentuk generasi Z yang tangguh secara emosional sekaligus matang secara spiritual.
Filsafat Pendidikan Islam dalam Perspektif Ihya Ulumuddin
Ihya Ulumuddin bukan hanya kitab yang membahas agama secara formil, namun menawarkan pandangan holistic tentang bagaimana manusia harus mendidik jiwa dan akal secara seimbang. Dalam filsafat pendidikan Islam, tujuan pendidikan bukan sekadar mengisi otak dengan pengetahuan, melainkan membentuk manusia utuh yang kuat secara moral dan emosional. Imam al-Ghazali menekankan pentingnya mengenal diri, menguasai nafsu, dan memperbaiki akhlak sebagai fondasi utama pendidikan. Nilai-nilai ini relevan sebagai pijakan filsafat pendidikan Islam yang menempatkan pembinaan spiritual sebagai sarana membentuk karakter yang stabil dan empatik pada anak-anak, termasuk anak-anak generasi Z.
Emotional Intelligence Anak Gen Z dan Tantangannya
Generasi Z tumbuh di dunia yang penuh dengan gadget dan media sosial, yang memudahkan mereka terhubung namun juga memicu kesepian dan stres karena perbandingan sosial dan tekanan ekspektasi. Data dari American Psychological Association menunjukkan bahwa kecemasan dan depresi meningkat di kalangan remaja digital era ini. Emotional intelligence yang meliputi kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi, empati, dan keterampilan sosial menjadi kemampuan kunci agar mereka mampu beradaptasi dan berkembang optimal. Maka pendidikan yang membentuk kecerdasan emosional harus mengedepankan pendekatan yang humanis dan spiritual agar anak tidak kehilangan pijakan nilai dalam kehidupan modern.
Membangun Emotional Intelligence Melalui Pendidikan Islam Berbasis Ihya Ulumuddin
Konsep pendidikan dari Ihya Ulumuddin menyajikan model pembelajaran yang sangat cocok untuk membangun emotional intelligence. Melalui pengajaran nilai kejujuran, kesabaran, dan kasih sayang, anak-anak diajak melakukan refleksi diri secara rutin---sebuah praktik yang memperkuat kesadaran emosional dan kontrol diri. Selain itu, ajaran Ihya memberikan penekanan pada empati dan kepedulian sosial melalui "amar ma'ruf nahi munkar" yang menjadi landasan moral anak dalam berinteraksi sosial dengan sesama. Kurikulum pendidikan Islam yang memadukan nilai-nilai Ihya ini, disertai peranan guru sebagai teladan dan keluarga sebagai pendukung utama, dapat menciptakan lingkungan pendidikan holistik yang menyiapkan generasi Z menjadi insan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga matang secara emosional dan spiritual.
Menghadirkan filsafat pendidikan Islam berbasis Ihya Ulumuddin dalam pengembangan emotional intelligence anak Gen Z bukan sekadar pilihan, tetapi kebutuhan mendesak di era penuh kompleksitas saat ini. Pendidik dan orang tua didorong untuk mengadopsi pendekatan ini agar generasi muda mampu menghadapi dunia dengan jiwa yang tangguh, cekatan, serta berakhlak mulia. Dengan pondasi seperti ini, generasi Z Indonesia tidak hanya akan unggul secara ilmu pengetahuan, tetapi juga memberi dampak positif bagi masyarakat luas --- membangun masa depan yang penuh harapan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI