Mohon tunggu...
Eka Widjiastuti
Eka Widjiastuti Mohon Tunggu... Perawat - Perawat

Saya bekerja sebagai perawat di Instalasi Gawat darurat RS Cipto Mangunkusumo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peka Budaya sebagai Indentitas Perawat Profesional

10 Juni 2023   19:03 Diperbarui: 10 Juni 2023   19:08 3003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak etnis dan banyak suku di dalamnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam sensus penduduk pada tahun 2010, Indonesia memiliki lebih dari 1300 suku bangsa (Na'im, 2011). Banyaknya suku bangsa di Indonesa menunjukkan beragam pula budaya yang ada dalam setiap suku. Keragaman budaya yang ada di Indonesia selalu melingkupi segala sisi kehidupan bermasyarakat. Keyakinan dalam masing masing budaya ini mempengaruhi pandangan sehat dan sakit setiap individu. Faktor keyakinan dalam budaya mempunyai dampak cukup besar dalam gambaran situasi kesehatan masyarakat Indonesia.

Manusia merupakan mahluk individu yang unik. Tiap individu mempunyai keyakinan, norma norma dan budaya yang berbeda beda. Setiap individu juga mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan budayanya di setiap saat dimanapun dia berada. Budaya memiliki kaitan dengan kesehatan. 

Perilaku sehat sakit pada setiap orang menggambarkan perilaku budayanya. Budaya memiliki peran dalam menentukan perilaku sakit pada pasien. Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku sakit atau cara pasien menanggapi sakitnya antara lain strata sosial, suku bangsa, agama dan budaya (Potter, 2020). 

Penyakit yang sama dapat menyebabkan reaksi yang berbeda pada tiap individu. Sebagai contoh, cara tiap orang menggambarkan rasa sakit yang dialaminya akan berbeda beda. Pasien yang tenang tanpa keluhan sakit bukan berarti dia tidak mengalami rasa sakit. Demikian juga dengan sebaliknya, pasien yang berteriak bukan juga mengalami sakit yang lebih berat. Hal ini dilatarbelakangi oleh budaya masing masing individu  (Potter, 2020).

Nilai budaya yang dimiliki oleh setiap pasien harus dapat dihargai dan dilindungi. Selaras dengan keunikannya sebagai individu. Di sini perlunya kemampuan perawat dalam memahami  tentang keyakinan dan sifat seseorang yang berhubungan dengan penyakitnya. Dengan pemahaman ini, makan dapat membantu pasien dalam menyelesaikan masalahnya. Kondisi keragaman budaya ini juga menunjukkan bahwa perlunya pelayanan keperawatan yang berdasar pada budaya pasien. Hal ini menjadi suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga kesehatan profesional termasuk perawat.

Menurut Leininger, keperawatan budaya merupakan praktik keperawatan yang menitikberatkan pada bagaimana mengenal perbedaan dan persamaan antara budaya dengan melihat asuhan keperawatan sehat dan sakit berdasarkan nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan (Nies, 2019). Leininger mengembangkan model konseptual keperawatan dengan menggambarkan asuhan keperawatan menggunakan konsep matahari terbit (Sunrise Model). 

Dalam konsep Sunrise Model menunjukkan bahwa manusia tidak dapat terlepas dari bagaimana faktor pandangan dunia, latar belakang budaya dan struktur sosial yang ikut berperan dalam pelayananan  keperawatan. Keperawatan budaya dalam konsep sunrise model dipengaruhi oleh 7 (tujuh) elemen dasar, yaitu: faktor teknologi, agama dan filosofi, faktor keluarga dan sosial, nilai budaya dan cara hidup, faktor politik dan hukum, faktor ekonomi dan juga faktor pendidikan (Nies, 2019). Elemen ini yang harus menjadi hal yang perlu dipertimbangkan oleh perawat dalam memberi asuhan keperawatan terbaik kepada pasien.

Dalam pemberian asuhan keperawatan peka budaya, sangat mungkin terjadi perbedaan pandangan budaya antara pasien dan tenaga kesehatan, yang akan menimbulkan kesalahpahaman diantara keduanya. Dalam mengatasi perbedaan pandangan budaya ini, selain perlunya pemahaman terhadap budaya, diperlukan pengetahuan perawat tentang cara mengatasi perbedaan padangan ini. Pada konsep teori Leininger ada tiga bentuk pilihan tindakan yang didasari budaya untuk memberikan keputusan  perawatan, yaitu melestarikam atau mempertahankan budaya sebelumnya yang sudah sesuai dengan prilaku sehat, adaptasi atau negosiasi budaya yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan dan membuat pola baru atau restrukturisasi budaya (Potter, 2020)

Peka budaya merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasi oleh perawat. Penerapan ilmu peka budaya, penting dimiliki oleh perawat profesional dalam melakukan asuhan keperawatan. Dengan memahami ilmu peka budaya, perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara holistik. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2012, menemukan bahwa pasien yang memperoleh asuhan keperawatan dari perawat yang terlatih dalam kompetensi budaya tingkat kepuasannya lebih tinggi sebanyak 5,2 kali daripada pasien yang dirawat oleh perawat yang nbelum dilatih (Novieastari, 2018).

Pendekatan budaya yang dilakukan oleh perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan, dapat membuat pasien merasa lebih tenang dan percaya akan asuhan keperawatan yang diberikan padanya. Asuhan akan lebih dirasakan bermakna, ketika perawat memiliki kompetensi pemahaman budaya yang baik. Peka budaya dalam keperawatan merupakan suatu kompetensi yang perlu terus menerus perlu dilatih, sehingga tingkat kepekaaan dalam kompetensi budaya yang dimiliki perawat akan lebih tajam. Penerapan peka budaya dalam asuhan keperawatan menjadi langkah nyata dalam mewujudkan profesionalisme keperawatan.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun