Mohon tunggu...
ALI (ARSIP LITERASI ILMIAH)
ALI (ARSIP LITERASI ILMIAH) Mohon Tunggu... Penulis

"ALI (Arsip Literasi Ilmiah) adalah ruang berbagi gagasan, opini, dan karya tulis ilmiah yang disajikan dengan bahasa sederhana namun tetap tajam dan kritis. Mengulas isu-isu sosial, pendidikan, budaya, hingga agama dengan perspektif literasi yang mencerahkan."

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mencintai Sesama Muslim Sebagai Tolak Ukur Kesempurnaan Iman

14 Agustus 2025   11:15 Diperbarui: 17 Agustus 2025   00:10 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhammad Ali Serami Baru

Diriwayatkan dari Abu Hamzah Anas bin Malik Radhiyallahu Ta'ala 'Anhu, seorang sahabat yang sekaligus menjadi pelayan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. "Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Radhiyallahu Ta'ala 'Anhu, pelayan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: 'Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.'" (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini memiliki sanad yang jelas, dimulai dari Nabi Muhammad , disampaikan kepada pelayan beliau (Anas bin Malik), lalu kepada Abu Hamzah, hingga sampai kepada Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Sanad ini menunjukkan adanya kesinambungan periwayatan dari generasi sahabat hingga ulama hadis terkemuka. Para ulama memberikan penafsiran yang mendalam terhadap hadis ini. Al-Qurthubi menyatakan bahwa persaudaraan karena agama lebih kokoh daripada persaudaraan karena keturunan. Persaudaraan nasab dapat terputus ketika terjadi perbedaan agama, sedangkan persaudaraan karena iman tetap terjaga meskipun berbeda keturunan.

Sebagaimana menurut Al-Hafizh menambahkan bahwa makna lahiriah hadis ini adalah menuntut kesetaraan dalam mencintai orang lain. Akan tetapi, secara naluri, manusia cenderung ingin didahulukan. Maka, mencintai sesama sebagaimana mencintai diri sendiri adalah ujian keimanan yang membutuhkan kesungguhan hati.

Pesan hadis ini sejalan dengan riwayat Muslim dan Ahmad yang menggambarkan kesatuan hati orang-orang beriman:"Perumpamaan orang-orang beriman dalam cinta, kasih sayang, dan kepedulian mereka adalah seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, seluruh tubuh turut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam." (HR. Muslim no. 2586, Ahmad no. 18373). Imam Ibnu Daqiq al-'Id menjelaskan bahwa hadis ini menggambarkan kesatuan hati di antara orang-orang beriman, sehingga mencintai sesama menjadi tanda kesempurnaan iman.

Relevansi dalam Kehidupan Sehari-hari

Hadis tentang mencintai sesama muslim sebagaimana mencintai diri sendiri memiliki relevansi yang sangat kuat dalam kehidupan modern, bahkan di tengah era digital dan globalisasi yang serba cepat. Meskipun disabdakan lebih dari 14 abad yang lalu, pesan moralnya bersifat lintas zaman karena menyentuh inti kemanusiaan: rasa empati, kepedulian, dan solidaritas sosial.

Di zaman sekarang, kita hidup di tengah kemajuan teknologi komunikasi yang memudahkan interaksi, namun pada saat yang sama memunculkan jarak emosional. Banyak orang saling terhubung melalui media sosial, tetapi tidak benar-benar hadir dalam kehidupan nyata. Dalam konteks ini, ajaran Rasulullah menjadi pengingat bahwa hubungan antar manusia tidak boleh hanya bersifat superfisial atau sekadar "like" di dunia maya. Cinta kepada sesama harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang dirasakan manfaatnya oleh orang lain.

Contohnya, ketika ada saudara kita yang mengalami kesulitan ekonomi, ajaran hadis ini mendorong kita untuk menolong bukan hanya dengan kata-kata penyemangat di komentar media sosial, tetapi juga dengan aksi nyata seperti memberikan bantuan materi atau membuka peluang usaha. Begitu pula saat ada teman yang sedang berjuang melawan sakit, kita tidak hanya mengirim pesan singkat "semoga cepat sembuh", tetapi juga menyempatkan diri untuk menjenguk, mendoakan, atau membantu meringankan beban keluarganya.

Di sisi lain, hadis ini juga relevan sebagai panduan etika dalam dunia kerja dan bisnis. Dalam kompetisi yang ketat, banyak orang tergoda untuk menghalalkan segala cara demi keuntungan pribadi, bahkan jika itu merugikan orang lain. Rasulullah melalui hadis ini mengajarkan prinsip keadilan dan kejujuran: jika kita tidak ingin diperlakukan curang, maka jangan pernah mencurangi orang lain. Jika kita ingin pelanggan kita puas, maka kita juga harus memberikan pelayanan yang terbaik.

Relevansi hadis ini semakin terasa di tengah kondisi masyarakat yang kerap terpecah karena perbedaan pandangan politik, ideologi, atau mazhab. Mencintai sesama sebagaimana mencintai diri sendiri berarti menempatkan persaudaraan di atas perbedaan, menghargai hak orang lain untuk berpendapat, dan mengedepankan dialog daripada permusuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun