Mohon tunggu...
Ali Arief
Ali Arief Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Saya berasal dari Kota Medan...berkarya dan berkreativitas dibutuhkan kemauan dan keyakinan untuk tetap konsisten di jalur kejujuran dan kebenaran...tetap belajar memperbaiki diri...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Temaram di Lembah Seulawah

8 April 2020   11:35 Diperbarui: 8 Juli 2020   10:22 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak terasa waktu hampir menjelang Magrib. Pintu dan jendela rumah warga segera ditutup. Lampu-lampu penerangan di pinggir jalan mulai dihidupkan. Suara azan pun berkumandang, seakan menyerukan panggilan Tuhan untuk menunaikan kewajiban. Udara terasa dingin, hanya terdengar suara jangkrik dibalik keheningan suasana di lembah Seulawah. Sesekali terdengar juga suara mesin kendaraan roda dua dan empat, melintas memecah keheningan malam.

Mataku sesekali tertuju pada sebuah rumah gubuk yang berada di dekat lembah Seulawah. Rumah yang ditempati oleh dua orang wanita tua, kakak beradik itu hanya disinari lampu teplok yang terlihat sedikit kotor dan usang. Aku terkadang, sangat iba melihat kondisi kedua wanita tua itu. Menurut kabar dari beberapa warga yang tinggal di sekitar pinggir lembah Seulawah ini, kedua wanita tua itu sudah hampir berpuluh-puluh tahun tinggal di gubuk tersebut.

Hingga usia mereka semakin tua, keduanya belum mendapatkan pasangan hidupnya. Itulah sebabnya, mengapa kedua wanita tua itu tetap bertahan untuk menempati rumah gubuk tersebut. Aku bersama ketiga teman-temanku sedang melakukan pengamatan di lembah Seulawah, berkaitan dengan tugas perkuliahanku yang harus diselesaikan. Aku tertarik dengan keadaan alam yang masih asri di lembah Seulawah ini. Bahkan, aku semakin ingin mencoba mengenal kedua wanita tua itu.

Aku bersama dengan teman-temanku, seakan terperanjat dengan lantunan suara nan merdu yang muncul dari gubuk itu. Kedua wanita itu melantunkan kalam Illahi, di bawah temaram cahaya lampu yang membuat hati tersentuh mendengarkan merdunya suara mereka berdua. Walau kedua wanita itu hidup dengan keterbatasan di dalam gubuk, akan tetapi rasa bersyukur yang sangat besar kepada Tuhan, tetap mereka tanamkan di dalam perilaku hidupnya.

Aku semakin merasa sangat malu melihat diriku, tatkala kedua wanita tua itu masih terus membaca ayat-ayat suci alquran di keheningan malam. Aku dan teman-temanku segera bergegas, setelah singgah sebentar untuk mengantar sedikit rezeki yang kami miliki kepada kedua wanita tua tersebut. Tampak senyum sapa yang ramah terlihat dari kedua wajah wanita tua itu. Lalu aku dan teman-temanku meninggalkan gubuk tua itu dengan perasaan yang penuh haru.

Keesokan paginya, aku beserta ketiga orang temanku, Fadli, Arief, dan Amar menyiapkan masakan berupa mie instan untuk sarapan pagi. Segelas minuman teh dan kopi juga disuguhkan, sebagai pelengkap sarapan pagi yang kami nikmati bersama. Tiba-tiba kami mendengar suara dari kejauhan. Suara yang berasal dari gubuk tua di lembah Seulawah. Dengan sigap, aku bersama dengan teman-temanku langsung menuju asal suara tersebut.

Sesampainya di gubuk tua itu, aku beserta ketiga temanku melihat satu dari wanita tua itu dalam kondisi tidak sadarkan diri. Aku bersama ketiga temanku melakukan pertolongan pertama kepada wanita tua yang pingsan tersebut. Beberapa menit kemudian, wanita tersebut sadar dan sembari mengucapkan terima kasih karena telah memberikan pertolongan kepada saudaranya yang pingsan. Wanita tua itu, menyuguhkan minuman yang sangat segar dan beberapa potong ketela rebus sebelum kami pergi.

Lama kutatap wajah kedua wanita tua itu, ada rasa iba yang mendalam di lubuk hati ini. Aku sangat khawatir kepada keduanya, jika nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada mereka. Namun, aku juga harus memahami keadaan untuk saat ini. Aku dan teman-temanku harus tetap menyelesaikan tugas yang diberikan dosen sesuai waktu yang telah ditetapkan. Mengenai kedua wanita tua itu, aku akan tetap mengawasi kondisi mereka disela-sela aku melakukan tugas ini.

Hari pun terus berganti, aku dan teman-temanku sudah mulai mengenal dengan akrab kedua wanita tua itu. Kedua wanita tua itu, dikenal dengan sebutan Nyak Omar dan Nyak Ayri. Keduanya sangat ramah dan pintar memasak. Walaupun kondisi mereka berdua hanya tinggal di gubuk reot, tetapi di sekitar lingkungan mereka tumbuh beberapa tanaman jenis sayuran juga buah-buahan. Tentunya, hal ini yang membuat kedua wanita tua itu merasa betah untuk tinggal di gubuk tersebut.

Aku dan teman-temanku, banyak mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari kedua wanita tua tersebut. Sabar, tegar, ikhlas, dan berbagi, itulah yang telah kupetik dari pengalamanku selama berada di lembah Seulawah ini. Walau di bawah temaram cahaya lampu yang tidak terang, akan tetapi kehidupan yang telah digambarkan kedua wanita tua itu, mampu menyadarkanku untuk selalu bersyukur akan segala pemberian yang  diberikan Tuhan kepada makhluknya. Sabar dan ikhlas atas segala ketentuan yang ditetapkan-Nya, sebagai modal dasar untuk menjalani kehidupan di permukaan bumi ini.

Aku juga akan terus menanamkan keyakinan di dalam diri, bahwa hidup itu tidak hanya sebatas duniawi saja, ada kehidupan lain nantinya yang tetap harus dipertanggungjawabkan. Seperti kedua wanita tua itu, walaupun mereka hidup dengan keterbatasan, tetapi mereka tetap menyeimbangkan antara kebajikan hidup dengan sesama, terlebih-lebih dengan Sang Khalik. Seakan hidup tiada bermanfaat, jika hanya kenikmatan dirasa saat berada di dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun