Perubahan Masyarakat: Antara Dinamika Sosial dan Krisis Nilai
Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom., M.Sos. | AAHARAHAP
DeskripsiÂ
Perubahan adalah keniscayaan, tetapi arah perubahan selalu bergantung pada kesadaran manusia. Di tengah derasnya arus digital dan globalisasi, masyarakat Indonesia menghadapi ujian: antara kemajuan dan kehilangan nilai. Tulisan ini mengajak kita menafsirkan kembali makna
 perubahan  - bukan sekadar adaptasi terhadap zaman, tetapi pengendalian terhadap arah peradaban. Dengan berpijak pada teori sosiologi dan pandangan Ibnu Khaldun, penulis menegaskan bahwa perubahan sejati lahir dari moral, ilmu, dan iman.
Zaman bergerak tanpa menunggu kesiapan siapa pun.
Di tengah gemuruh perubahan, sebagian orang berlari mengejar arus, sebagian lain terhempas oleh gelombang yang mereka tak pahami. Di jalanan, di ruang digital, di lembaga pendidikan, bahkan
 di rumah-rumah kita - semua sedang berubah. Namun pertanyaan yang paling mendasar adalah: apakah perubahan ini membawa kita menuju kemajuan, atau sekadar menjauhkan kita dari nilai-nilai kemanusiaan yang sejati?
Perubahan adalah keniscayaan dalam perjalanan masyarakat. Sejak manusia membangun peradaban, struktur sosial, sistem ekonomi, hingga pola pikir selalu mengalami transformasi. Dalam pandangan Auguste Comte, perubahan sosial merupakan hukum alam yang mendorong masyarakat menuju tahap positif - Â di mana rasionalitas dan ilmu pengetahuan menjadi dasar kehidupan. mile Durkheim menegaskan bahwa perubahan terjadi karena pergeseran solidaritas dari bentuk mekanis menuju organik; masyarakat semakin kompleks, dan hubungan antarindividu semakin fungsional.
Namun, Karl Marx melihat perubahan sebagai hasil dari pertentangan kelas - Â konflik antara mereka yang menguasai alat produksi dan mereka yang tertindas. Dalam konteks Indonesia modern, pandangan Marx terasa relevan ketika kita menyaksikan jurang sosial-ekonomi yang semakin menganga, sementara kekuasaan ekonomi hanya berputar di lingkaran elit tertentu. Di sisi lain, Max Weber menyoroti bahwa perubahan juga lahir dari nilai dan etika kerja, seperti dalam Etika Protestan yang membentuk semangat kapitalisme. Ini menunjukkan bahwa moralitas, budaya, dan ideologi memiliki peran besar dalam menentukan arah perubahan sosial.
Dalam tradisi Islam, pemikir besar seperti Ibnu Khaldun sudah jauh hari menguraikan hukum perubahan masyarakat melalui konsep 'ashabiyyah - semangat solidaritas yang menjadi fondasi lahir dan runtuhnya peradaban. Baginya, masyarakat akan maju selama mereka menjaga persatuan, keadilan, dan kekuatan moral. Ketika semangat kolektif itu melemah, peradaban pun mulai runtuh dari dalam. Pandangan Ibnu Khaldun ini terasa amat relevan dengan kondisi bangsa kita hari ini, di mana ikatan sosial mulai terkikis oleh kepentingan pribadi dan politik jangka pendek.
