Pejabat yang Banting Kursi: Drama Kekuasaan ala Mahasiswa Frustrasi
1. Drama Ego vs Tanggung Jawab
Kalau mahasiswa frustrasi di kelas atau organisasi kampus biasanya banting kursi karena posisinya tidak strategis atau kalah menonjol, pejabat kadang meniru pola yang sama - bedanya kursi mereka bernama jabatan, dan rakyat menunggu hasil nyata. Mereka sibuk adu strategi, lobi, dan drama ego, sementara kebijakan tertunda dan birokrasi berantakan. Psikologi perilaku dan teori konflik organisasi menunjukkan hal sederhana: motivasi ekstrinsik - status, pengakuan, kekuasaan- lebih dominan daripada niat tulus melayani (Herzberg, 1966; Coser, 1956). Observasi saya jelas: banting kursi hanya memuaskan ego sesaat, memicu resistensi, dan menutupi tujuan utama, sementara yang tetap fokus, meski kesal, mampu menghasilkan perubahan nyata.
2. Tidak Perlu Banting Kursi
Kesal itu wajar, tapi tidak perlu banting kursi. Strategi cerdas jauh lebih efektif:
1. Komunikasi persuasif - Sampaikan kritik atau aspirasi dengan jelas, sopan, tapi tegas.
2. Aliansi internal - Bangun jaringan dukungan untuk memperkuat posisi tanpa drama.
3. Proposal solusi konstruktif - Fokus pada langkah nyata, bukan sekadar mempertahankan ego atau jabatan.
Kursi atau jabatan bukan ukuran kualitas; drama ego hanya simbol kekosongan. Fokus pada strategi nyata, tanggung jawab, dan hasil yang bermanfaat jauh lebih bermakna daripada pertarungan posisi. Moralnya satir tapi tegas:
"Banting kursi itu murahan; strategi nyata baru bikin kursi berarti."
3. Satir Viral: Refleksi Singkat