Sikap Manusia terhadap Alam: Dari Eksploitasi Menuju Harmoni
Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom., M.Sos.
Abstrak:
Tulisan ini membahas perubahan sikap manusia terhadap alam dari perspektif Islam dan filsafat ekologi modern. Melalui pendekatan spiritual dan ilmiah, penulis menyoroti akar krisis lingkungan yang berawal dari hilangnya kesadaran moral dan kesakralan alam. Dengan merujuk pada pandangan Seyyed Hossein Nasr, Al-Ghazali, dan Fritjof Capra, tulisan ini mengajak pembaca untuk membangun etika ekologis baru: berpindah dari paradigma eksploitasi menuju harmoni. Konteks ekologis Indonesia menjadi refleksi nyata bahwa keseimbangan antara manusia dan alam adalah syarat keberlanjutan kehidupan.
Alam bukan sekadar latar kehidupan manusia, melainkan bagian integral dari eksistensi manusia itu sendiri. Dalam pandangan Islam dan filsafat ekologi modern, manusia bukan penguasa absolut atas alam, tetapi khalifah - pemegang amanah untuk menjaga keseimbangan ciptaan Tuhan.
Namun, kesadaran ini sering pudar di tengah kerakusan industri dan kapitalisme global. Alam dijadikan objek eksploitasi tanpa batas demi keuntungan jangka pendek. Hutan digunduli, sungai dicemari, dan udara dikotori. Krisis ekologis yang kita hadapi bukan semata krisis lingkungan, tetapi krisis moral dan spiritual manusia.
Al-Qur'an menegaskan:
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya." (QS. Al-A'raf: 56)
Ayat ini menegaskan bahwa keseimbangan alam merupakan bagian dari kesempurnaan ciptaan Tuhan. Merusak alam berarti menyalahi amanah kekhalifahan. Dalam pandangan Islam, alam bukan sekadar sumber daya, tetapi juga ayatullahÂ
tanda-tanda kebesaran Allah yang harus dihormati dan dijaga.
Krisis Spiritual dan Pandangan Filosofis