Jangan Beralasan dengan Takdir
Takdir (qadar) adalah salah satu rukun iman yang paling sering disalahpahami. Banyak orang menjadikannya alasan untuk menyerah, malas, atau bahkan menutupi kesalahan. Padahal, keyakinan terhadap takdir tidak pernah dimaksudkan untuk meniadakan ikhtiar (usaha) dan tanggung jawab moral manusia.
Takdir Bukan Penghapus Usaha
Allah menegaskan dalam Al-Qur'an:
 "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."
(QS. Ar-Ra'd [13]: 11)
Ayat ini menunjukkan bahwa perubahan tidak terjadi dengan menunggu, tetapi dengan bekerja. Takdir adalah ketetapan Allah yang menguji kesungguhan manusia dalam menjemput hasil. Seperti ditegaskan Imam Al-Ghazali dalam Ihya' 'Ulum al-Din (Juz IV, hlm. 229):
 "Usaha manusia itu sendiri bagian dari takdir Allah. Maka, orang yang meninggalkan usaha dengan alasan takdir justru menentang takdir itu sendiri."
Dalih Takdir: Kesalahan Lama yang Ditegur Nabi
Rasulullah pernah menegur seseorang yang beralasan dengan takdir setelah melakukan dosa:
"Apakah engkau berhujjah dengan takdir Allah untuk menutupi kesalahanmu?"