Fitur 'trending' atau 'populer' dapat ditemui di berbagai media sosial, salah satunya Twitter. Melalui fitur yang ditawarkan ini, pengguna dapat melihat dan menggali informasi terkait topik yang sedang hangat dibicarakan pengguna lainnya. Namun, apa jadinya jika fitur ini gagal dalam mencapai tujuan awalnya dan malah membuat pengguna jengkel? Inilah yang sedang terjadi di media sosial Twitter.
Mari ambil salah satu contoh terbaru. Pada Rabu lalu (23/11/2022), nama YouTuber food vlogger populer Indonesia, Ria SW, masuk ke jajaran atas trending di media sosial Twitter. Ketika menekan nama tersebut guna mencari tahu alasan di balik trendingnya YouTuber yang kerap disapa Kak 'Ia ini, ekspektasi seketika runtuh.
Bukannya menerima informasi yang diinginkan, yang didapati hanyalah akun-akun yang sibuk mempromosikan jualannya. Kekesalan ini telah diungkapkan beberapa warganet melalui cuitan mereka di akun pribadi masing-masing.Â
Salah satunya, pengguna akun @gajelumonyet menuliskan "Ria SW trending tapi yang gw liat cuma akun jualan doang.." (https://twitter.com/gajelumonyet/status/1595389125066379264)
Tidak sampai di situ, pengguna akun @sukaapedess juga mencuitkan, "orang2 yg pake tag/kata trending cuma buat promosiin jualan/akun mereka atau bahkan promosiin politik KALIAN JAHAT BANGET...". Cuitan ini disukai sebanyak 3 ribu pengguna lainnya, tanda setuju dengan pendapatnya. (https://twitter.com/sukaapedess/status/1595326402311884800)
Buka Lapak di Media Sosial, Sah-Sah Saja
Media sosial sebagai tempat berjualan memang telah menjadi salah satu strategi penjualan atau marketing yang dikembangkan sejak maraknya berbelanja secara daring. Penggunanya yang kian bertambah menjadi alasan utama tingginya minat penjual untuk memanfaatkan media sosial.
Melansir data yang dikeluarkan oleh We Are Social, jumlah pengguna aktif media sosial selalu mengalami peningkatan. Hingga Januari 2022 lalu, tercatat ada sebanyak 191,4 juta pengguna media sosial di Indonesia.
Berdasarkan data yang sama, terlihat berbagai alasan di balik menggunakan media sosial di mana berbelanja online menduduki peringkat ke-7. Memang, penggunaan media sosial yang penggunanya selalu meningkat sangat efektif sebagai tempat berjualan. Hal ini karena semakin banyak yang melihat, maka semakin besar peluang suatu barang dan jasa akan dibeli.
Sayangnya, penggunaan media sosial sebagai sarana menjual barang dan jasa belakangan ini justru menggunakan metode yang mengganggu pengguna lainnya. Daripada menggunakan kata kunci yang sesuai dengan barang dan jasa yang ditawarkan, mereka justru menyisipkan berbagai kata kunci yang sedang populer secara acak.
Tentunya, ini mengganggu pengguna lain yang ingin mencari informasi terkait topik yang sedang hangat dibicarakan. Apabila terlalu banyak unggahan yang tidak bersangkutan dengan kata kunci yang digunakan, pengguna akan merasa jenuh dan lebih memilih tidak menggunakan fitur itu lagi.