Mohon tunggu...
Alfredo Pance Saragih
Alfredo Pance Saragih Mohon Tunggu... Pembelajar -

"Seseorang yang memilih untuk diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan" Kunjungi blog pribadi saya: https://alfredopance.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ingin Buat Rumah Baca di Kota Siantar

3 Maret 2017   21:35 Diperbarui: 3 Maret 2017   21:38 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpus Umum Kota Siantar

Sebelumnya, tulisan ini saya buat sebagai curahan pemikiran mengenai minat baca dan rencana membuat rumah baca di Siantar. Saya berharap melalui tulisan ini, bapak/ibu, teman-teman dan semua Kompasianer dapat memberikan masukan dan pandangan demi terwujudnya rencana ini. 

Saya menyadari bahwa aktifitas membaca sangat penting untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Kesadaran ini muncul setelah aktif membaca kurang lebih 5 tahun. Dalam aktifitas membaca ada beberapa kendala yang saya hadapi, misalnya harga buku yang tinggi, minimnya fasilitas baca (rumah baca, perpusatakaan, taman baca, dan sebutan lainnya), sampai pada minimnya dorongan pemerintah dalam meningkatkan minat baca masyarakat. Kondisi ini menumbuhkan ide untuk "mendirikan rumah baca di Siantar".

Saya tinggal di kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, sebuah kota kecil yang katanya "paling toleran" di Indonesia. Pengalaman selama 5 tahun di kota ini hingga sekarang, jumlah peminat baca masih boleh dikatakan minim. Hal ini dapat terlihat dari sepinya pengunjung Perpustakaan Kota, minimnya public space untuk membaca, minimnya penulis, rendahnya karya ilmiah atau jenis tulisan lainnya dan sampai pada sepinya pengunjung toko buku. Orang Siantar lebih memilih untuk berbelanja ke Siantar Plaza atau ke Ramayana. Mahasiswa pun tidak beda halnya. 

Sepinya Pengunjung Perpus
Sepinya Pengunjung Perpus
Perpustakaan Umum Kota Siantar menurut saya (selaku pengunjung) tidak serius dalam menjalankan fungsinya sebagai penyedia fasilitas baca, pun sekaligus mendorong semangat baca masyarakat Siantar. Saya pernah berkunjung (sehabis kuliah) jam 15.10 WIB, tapi para pegawainya mengatakan "sebentar lagi udah mau tutup, bacanya besok aja ya". Heran juga sebuah Perpustakaan Umum Kota bisa bisa tutupnya cepat. Belum lagi pegawainya yang "tidak cinta membaca". Padahal, seharusnya dari segi waktu Perpus Umum apa salahnya kalau buka selama 12 jam, atau bila perlu 24 jam, karena ada kalanya orang bisa fokus membaca saat subuh. Dari segi pegawai, harusnya yang jaga itu "pustakawan", yang bisa kita jadikan sebagai pembimbing kita dalam rekomendasi bacaan. 

Mengenai toko buku, ada dua toko buku yang paling sering saya kunjungi, yaitu Toko Buku Lumenium dan Toko Buku di Siantar Plaza. Dulunya ada beberapa toko buku lain, tapi setelah beberapa lama, karena sepinya pengunjung, akhirnya toko buku itu tutup. Selain sedikitnya toko buku, mahalnya buku juga menjadi persoalan lain. 

Sejak 2012 hingga sekarang, setidaknya ada 100 judul buku yang ada di perpus pribadi saya. Buku itu ada yang saya beli sendiri, beberapa judul dari inventaris organisasi (PMKRI), pemberian senioran dan selebihnya saya lupa darimana. Beberapa buku saya yang menurut saya bagus saya rekomendasikan untuk dibaca beberapa teman-teman, tapi ada beberapa yang tidak mengembalikan.

Dengan adanya buku ini, muncul keinginan untuk membuat rumah baca di Siantar. Tapi masih bingung masalah tempat. Maklum, kita sendiri juga ngekost. hehe. 

Bagaimana membuat rumah baca?

Langkah-langkah apa yang perlu dilakukan?

Gimana caranya biar dapat donasi buku?

Mohon masukan Kompasianers.

Salam hangat, APS. 

      

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun