Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[perpisahan] 38 Tahun Menyusun Angka dengan CINTA

30 September 2025   21:36 Diperbarui: 30 September 2025   21:36 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ibu Atiek, mohon pamit, dokpri)

38 Tahun Menyusun Angka dengan Cinta, Perpisahan Haru Segenap Karyawan SMK Karya Rini dengan Ibu Atiek

Yogyakarta, 30 September 2025. Pukul 12.35 ketika saya dan beberapa guru meninggalkan sekolah selepas ujian ketiga di hari kedua. Di tengah perjalanan, hujan deras mengguyur kota pelajar, seolah langit ikut menangisi kepergian seorang perempuan yang selama hampir empat dekade menjadi penjaga kepercayaan di balik meja administrasi SMK Karya Rini. Di tengah rintik yang tak kunjung reda, para guru dan karyawan, bermantel tebal, berhati hangat, berjalan bersama menuju Omah Tobong di Sidokarto, Godean. Bukan sekadar makan siang perpisahan, melainkan upacara penghormatan bagi sosok yang telah menulis sejarah diam-diam: Mujiati Alfitnati atau yang akrab disapa Ibu Atiek.

Namun, kisah Ibu Atiek bukan dimulai di balik arsip keuangan sekolah, melainkan dari dapur kecil keluarga sederhana, sangat sederhana bahkan.

Ia anak ketiga dari tujuh bersaudara. Ayahnya seorang masinis, ibunya ibu rumah tangga yang sepanjang hidupnya tak pernah lepas dari obat asma kronis. Kakak sulungnya meninggal di usia dua tahun karena demam, sebelum Atiek sempat mengenal wajahnya. Sejak kecil, ia terbiasa hidup susah: pulang sekolah bukan untuk bermain, tapi momong adik-adik yang masih balita. Tanggung jawab datang lebih awal, tapi ia tak pernah mengeluh.

Ketika lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 1, ia dan tiga adiknya lulus bersamaan. Tapi impian kuliah harus dikubur dalam-dalam, keluarga tak punya biaya. Maka, dengan tekad seorang anak yang ingin meringankan beban orang tua, ia mulai bekerja. Tiga bulan pertama, ia berjualan gorengan, dititipkan ke warung-warung. Hasilnya? Cukup untuk "numpang makan".

Lalu, takdir membawanya ke SMK Karya Rini.

Pada 23 September 1987, di usia 20 tahun, Ibu Atiek resmi menjadi pengelola kafetaria sekolah. Tugasnya: memasak soto, bakso, burjo, dan mengelola makanan titipan siswa. Dengan gaji hanya Rp15.000 per bulan, ia jalani hari-hari dengan semangat. Tak hanya memasak, ia juga menanamkan nilai wirausaha: siswa diajak belajar berjualan makanan ringan tanpa mengganggu belajar. Dari sana, jiwa kewirausahaan mereka tumbuh, buah dari keteladanan diam-diam seorang perempuan muda yang tak pernah mengenal kata "menyerah".

Dewan pimpinan sekolah pun melihat lebih dari sekadar tangan yang cekatan. Mereka melihat hati yang tulus dan pikiran yang teratur. Maka, suatu hari, kepala sekolah memanggilnya: "Mulai besok, setelah jam istirahat, kau bantu di tata usaha." Kafetaria ditutup sementara, dan Ibu Atiek mulai menulis ijazah dengan tangan rapi, setiap huruf, setiap tanda tangan, penuh tanggung jawab.

Seiring waktu, tugasnya bertambah: membantu bagian SPP, lalu menjadi asisten bendahara gaji. Sekolah bahkan membeli komputer pertama (Lotus 1-2-3) karena melihat potensinya. Tanpa pelatihan formal, ia belajar otodidak. Dari nol, ia kuasai sistem administrasi modern, sambil tetap menjaga akurasi manual yang tak pernah salah.

Dan di tengah kesibukan itu, cinta datang tanpa drama. Seorang pemuda dari Mandala Bhakti, berpendidikan SD, dari desa, tapi jujur dan bersungguh-sungguh, diam-diam memperhatikannya. Mereka tak pernah pacaran, tak pernah jalan berdua. Prinsip mereka: jaga diri dari fitnah. Hanya doa dan niat baik yang mengiringi. Ketika mereka meminta restu menikah pada 28 Agustus 1993, dewan direksi terkejut: "Kalian pacaran sejak kapan?" Jawab mereka: "Kami tak pernah pacaran. Kami langsung memilih menikah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun