Perampasan Aset ala Mahasiswa: Antara DPR yang Menunggu SMS dan Rakyat yang Mulai 'Eksekusi'
Pagi yang cerah 2 September 2025 (atau mungkin hanya terlihat cerah karena asap dari demo kemarin sudah mengendap) puluhan mahasiswa dari berbagai kampus berkumpul di depan Gedung DPR. Mereka bukan datang untuk konser, bukan pula untuk selfie di depan patung Garuda. Mereka datang dengan spanduk tajam:
"SAHKAN UU PERAMPASAN ASET SEKARANG! KAMI TAK MAU TUNGGU LAGI!"
Di dalam ruang rapat, Komisi III DPR sedang mengadakan rapat kerja. Rapat yang seharusnya membahas percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset (yang sudah mangkrak sejak zaman presiden sebelumnya) berubah menjadi ajang saling lempar tanggung jawab.
Anggota dari Fraksi A berkata, "Kami siap mendukung, tapi harus menunggu arahan dari Ketua Umum partai dulu. Beliau sedang golf di Puncak."
Anggota dari Fraksi B menyahut, "Kami juga mendukung, tapi perlu koordinasi dengan Sekjen. Tapi beliau sedang meeting online... katanya jaringan jelek."
Anggota dari Fraksi C hanya mengangguk-angguk, lalu berbisik ke stafnya, "Cek dulu, apakah ada mention di X soal ini. Jangan sampai kita salah sikap."
Sementara itu, di luar, mahasiswa mulai kehabisan kesabaran.
"Kami sudah aksi dari 2023! Katanya UU Perampasan Aset untuk koruptor, pelaku kejahatan keuangan, mafia tanah... Tapi sampai sekarang belum sah juga! Padahal, rakyat sudah ngebet pengin lihat rumah mewah koruptor jadi aset negara!"
Salah satu mahasiswa naik ke atas mobil komando, megafon di tangan, wajah serius, tapi nada suaranya nyeleneh:
"Kalau Bapak-Bapak tidak segera sahkan UU-nya, jangan salahkan kami jika masyarakat mulai melakukan perampasan aset secara mandiri!"