Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Kebijakan Konyol dan Drama di Balik Pintu Istana

19 Agustus 2025   10:30 Diperbarui: 19 Agustus 2025   08:59 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Kebijakan Konyol dan Drama di Balik Pintu Istana

Selamat datang di negeri ajaib, tempat di mana kebijakan dibuat dengan gaya "suka-suka hati" dan rakyat cuma jadi penonton yang pasrah. Di sini, para pejabat seolah-olah sedang bermain peran dalam pertunjukan teater absurditas yang tak berujung, di mana mereka berakting seolah-olah sedang memperjuangkan kepentingan rakyat, padahal di balik panggung, mereka justru menari-nari di balik undang-undang yang sengaja disusun agar bisa meraup keuntungan sendiri.

Bayangkan, ketika lagu yang selama ini menghibur bangsa justru diserang dengan pajak dan royalti yang bikin orang mau nyanyi sambil nangis. "Ini demi pendapatan negara," kata mereka sambil tersenyum manis, padahal sebenarnya mereka cuma ingin menambah pundi-pundi sendiri. Mereka bilang, "Pajak lagu ini penting untuk pembangunan," padahal yang ada, lagu-lagu rakyat jadi terpinggirkan, tergantikan oleh lagu-lagu para pejabat yang penuh ironi dan kekonyolan.

Di balik pintu istana, para pejabat itu sibuk merancang kebijakan yang bikin rakyat makin sengsara. Mereka bermain-main dengan undang-undang seperti main monopoli di taman kanak-kanak. Kalau ada yang berani protes, langsung saja disuruh duduk manis dan bilang, "Ini demi masa depan bangsa." Tapi kenyataannya, masa depan bangsa cuma jadi alasan supaya mereka bisa menambah pundi-pundi uang "pelayanan" yang penuh dengan keanehan.

Bahkan, saat rakyat mengeluh soal kenaikan pajak dan royalti lagu, mereka cuma tersenyum sok bijak dan bilang, "Ini untuk stabilitas ekonomi, sobat." Padahal, yang mereka lakukan cuma menganggap rakyat sebagai mesin ATM berjalan yang harus terus menerus menarik tunai dari kantong mereka sendiri. Kalau rakyat berontak, mereka tinggal buat aturan baru yang bikin rakyat makin bingung, dan mereka pun tertawa sendiri di balik layar sambil menghisap rokok kebijakan yang makin membakar rakyat.

Inilah negeri di mana pejabat bermain di balik undang-undang seperti anak kecil main petak umpet---sulit ditemukan, tapi bikin repot dan menyengsarakan. Mereka menganggap rakyat itu seperti pemain cadangan yang harus selalu siap dipermainkan. Kalau sudah begitu, mau bilang apa lagi? Mungkin yang terbaik adalah kita semua ikut main peran, jadi penonton setia yang cuma bisa menatap aksi konyol ini sambil tersenyum getir, karena toh, mereka tetap di atas panggung, sementara kita di bawah, menunggu giliran untuk terjerat dalam drama absurd yang tak berujung ini.

(olahan Chat GPT, dokpri)
(olahan Chat GPT, dokpri)
Selamat tinggal, negeri penuh humor gelap ini. Semoga suatu saat nanti, ada yang keluar dari panggung dan berkata, "Cukup sudah permainan ini. Saatnya rakyat yang berkuasa, bukan pejabat yang bermain-main di balik layar!" Tapi sampai saat itu, kita cuma bisa menikmati pertunjukan kebijakan konyol ini, sambil berharap jangan sampai lagu rakyat kita benar-benar hilang dari panggung bangsawan para pejabat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun