Romo Y.B. Mangunwijaya: Arsitek Serba Bisa, Pahlawan Kemanusiaan yang Langka
"Arsitektur bukan sekadar bangunan, tetapi juga tentang membangun kehidupan."Â -Â Romo Mangunwijaya
Di tengah gemerlap modernitas, ada sosok yang muncul bagai oase: Romo Y.B. Mangunwijaya. Ia bukan hanya seorang arsitek, tetapi juga pastor, penulis, dan aktivis sosial yang mengabdikan hidupnya untuk kemanusiaan.
Dengan tangan dan hatinya, ia merancang bukan sekadar bangunan, melainkan harapan bagi kaum marginal. Kisahnya adalah cermin bagi kita semua, bahwa keahlian apa pun -termasuk arsitektur- bisa menjadi alat untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.
Latar Belakang: Siapa Romo Y.B. Mangunwijaya?
Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, atau yang lebih dikenal sebagai Romo Mangun, lahir pada 6 Mei 1929 di Ambarawa, Jawa Tengah. Ia adalah seorang pastor Katolik yang menjalani hidup dengan cara yang jauh dari biasa.
Dengan latar belakang pendidikan teologi dan arsitektur, Romo Mangun mampu memadukan spiritualitas dengan kepedulian nyata terhadap sesama. Ia percaya bahwa arsitektur bukan hanya soal estetika, tetapi juga tentang bagaimana bangunan bisa melayani manusia, terutama mereka yang terpinggirkan.
Kontribusi Arsitektural: Membangun dengan Hati
Filosofi Romo Mangunwijaya dalam arsitektur bisa dirangkum dalam istilah "arsitektur rakyat." Ia menolak desain megah yang mengesampingkan kebutuhan masyarakat dan lebih memilih menciptakan bangunan yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan selaras dengan budaya lokal. Baginya, arsitektur harus memberdayakan, bukan sekadar memamerkan kemewahan.
Salah satu karya monumentalnya adalah Kampung Kali Code di Yogyakarta. Pada awal 1980-an, kawasan kumuh di bantaran Kali Code ini jauh dari layak huni. Romo Mangun tidak hanya datang dengan rancangan, tetapi juga melibatkan warga dalam prosesnya.
Bersama mereka, ia membangun rumah, ruang komunal, dan sistem sanitasi yang lebih baik. Hasilnya? Sebuah pemukiman yang tidak hanya indah secara fisik, tetapi juga mengembalikan martabat penduduknya. Karya ini mengantarkannya meraih Aga Khan Award for Architecture pada 1992, penghargaan bergengsi yang mengakui dampak sosial dari arsitektur.
Romo Mangun juga meninggalkan jejak dalam desain bangunan religius dan publik, seperti Gereja Katolik Jetis dan Pusat Kebudayaan Prambanan. Desainnya memadukan elemen tradisional Indonesia dengan sentuhan modern, menciptakan ruang yang fungsional sekaligus kaya makna.
Upaya Kemanusiaan: Mengangkat Kaum Terpinggirkan
Romo Mangunwijaya bukan arsitek yang bekerja dari menara gading. Ia turun langsung ke lapangan, memperjuangkan hak-hak kaum miskin dan terpinggirkan. Baginya, arsitektur adalah senjata untuk melawan ketidakadilan sosial. Proyek-proyeknya selalu melibatkan komunitas lokal, memberi mereka peran aktif untuk memperbaiki kehidupan mereka sendiri.