Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekuatan Keterlibatan dalam Proses Pembelajaran

8 Desember 2024   17:55 Diperbarui: 8 Desember 2024   17:57 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Kekuatan Keterlibatan dalam Proses Pembelajaran

Ketika kita mendengar sebuah informasi, apa yang biasanya akan tersisa di ingatan kita? Apakah hanya sekadar informasi yang melewatkan telinga, atau ada cara lain yang lebih efektif untuk mengingat dan memahami sesuatu? Benjamin Franklin, sosok penting dalam sejarah pemerintahan dan pendidikan, memberikan kita petunjuk berharga melalui kutipannya: "Tell me and I forget. Teach me and I remember. Involve me, and I learn." Dalam kehidupan sehari-hari, kutipan ini mengajak kita mempertimbangkan pentingnya keterlibatan dalam proses belajar.

Proses belajar adalah suatu perjalanan yang tak terpisahkan dari kehidupan kita. Namun, tidak semua metode pembelajaran sama efektifnya. Kutipan Franklin menyoroti tiga tingkatan dalam belajar: mendengar, mengajari, dan terlibat (melibatkan diri). Ketiganya berhubungan erat, tetapi memiliki dampak yang berbeda pada cara kita menyimpan informasi dalam ingatan kita.

Berikut sedikit saringan dari pengalaman mengajar saya hampir dua tahun terakhir. Dengan menggunakan dua kurikulum yang berbeda, tentu membutuhkan sentuhan dan cara mengajar yang berbeda.

Mendengar Tanpa Keterlibatan

Mari kita lihat langkah pertama, "Tell me and I forget." Bayangkan kita duduk di dalam kelas, mendengarkan seorang guru atau pembicara menjelaskan konsep baru. Kita mungkin akan mengangguk, tetapi setelah beberapa saat, isi materi tersebut dapat dengan mudah terlupakan. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang hanya didengar tanpa konteks atau keterlibatan emosional akan cepat memudar dari ingatan.

Begitu pula sebagai seorang guru, tentu saya tidak bisa terus mendominasi materi seolah-olah sebagai yang paling tahu. Siswa diajak untuk mulai lebih berani mengungkapkan pendapat dan sikap mereka. Salah satunya (sering tidak sesuai dengan materi ajar) yakni mengajak mereka untuk menyampaikan apa yang sedang mereka rasakan dan pikirkan saat itu. Dengan demikian terjadi "pemecahan" blocking diri (self blocking atau pertahanan diri yang tidak mau terbuka) sehingga suasana menjadi lebih cair dan bersahabat.

Tentu proses ini melibatkan semua aspek indera khususnya indera pendengaran: kita mendengar dengan simpati dan empati. Maka kita sudah terlibat dalam keadaan siswa. Hal ini berlaku kala kita mengajar. Mereka akan mendengarkan kita penuh keterlibaan diri.

Jika siswa lebih akrab dengan dirinya dan merasa sumbatan perasaannya sudah ada yang mendengarkan, mereka akan lebih masuk dalam pembelajaran. Tetapi konsentrasi mereka tidak akan bertahan lama. Siswa akan mudah "menyerah" pada situasi yang seharusnya menuntut mereka terlibat lebih serius dan instens dengan sebuah pembelajaran.

Belajar dengan Mengajari

Lebih lanjut Franklin menambahkan, "Teach me and I remember." Ketika kita berada dalam proses diajari, kita menerima informasi dengan cara yang lebih terstruktur. Kita belajar melalui metode pengajaran yang berbeda, seperti membaca buku, mendengarkan kuliah, atau mengikuti tutorial.

Cara ini tentu lebih mendalam daripada sekadar mendengar. Namun, meskipun kita bisa mempertahankan informasi lebih lama, pemahaman kita mungkin masih terbatas pada tingkat kognitif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun