Terlalu sibuk dengan misteri yang transenden membuat kealpaan pada benak bahwa sesungguhnya jalinan terindah sebagai sesama ciptaan adalah menjadi sahabat satu sama lain. Aku tersanjung pada ucapan seorang anak penyakit kangker  menjelang akhir hidupnya, dia masih berkata bahwa kelak aku ingin bersama dengan seluruh warna dan hamparan benda di halaman rumahku.Â
Adakalanya itu merupakan sebuah doa, tetapi anak kecil tersebut memberiku daya bahwa dia menyapa sebagian elemen ciptaan di dunia ini yang serta merta menyadarkanku bahwa itu ungkapan agar segera menyadari bahwa seluruh ciptaan ini bersifat untuk saling melengkapi dan membubuhi persahabatan, guna dapat berpijak agar berdiri sebagai ciptaan dengan bertanggung jawab memelihara hidup.
Apa yang dimaksud memelihara hidup? Tak kumengerti, jelasnya bahwa menggunakan seluruh indera diri ini untuk bercengkrama dengan pengalaman dan seluruh kekuatan di dalam diri, guna membantu bukan hanya manusia tetapi juga seluruh alam semesta menjadi keluarga di dalam bumi ini. Â
Untuk itu hal terpenting memang adakalanya dari usaha kita akan selalu mengorbankan sebagian dari alam akibat seleksi dari alam itu sendiri mengharuskan demikian. Tetapi ingat seluruh seleksi alam di muka bumi ini walaupun tetap diteliti masih mempunyai potensi di luar dirinya yang membuat siapapun tak dapat menebaknya melalui algoritma di zaman now.
Cara yang tepat adalah berusahalah memandang seobjektif mungkin siapa dan apa dari seluruh yang pernah dijumpai ini. Dengan cara apa? tentu tanpa memaksa atau menjadikan ciptaan itu tidak lagi murni menjadi dirinya. Syukur yang tepat memang adalah doa, tetapi permata dari doa adalah persahabatan dengan seluruh ciptaan tanpa pernah harus berurusan dengan misterinya.
Tak perlu tanyakan misteri apa yang akan kita dapat, tetapi berharaplah dapatkah aku melihat Pangeran bulan dan Permaisurui bintang untuk menemani aku bercerita sambil mencelupkan kantong teh pada segelas air hangat. Selamat untuk berbenah diri.Â