Mohon tunggu...
Andi Alfitra Putra Fadila
Andi Alfitra Putra Fadila Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi Plat Merah

Statistisi yang bingung membedakan peran sebagai penulis, pembaca, dan analis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Benar Belanja Rokok "Menyembunyikan" 8,8 Juta Penduduk Miskin Indonesia?

30 Januari 2023   07:24 Diperbarui: 30 Januari 2023   09:43 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dengan logika pikir inilah, konsumsi rokok tidak dapat dikatakan 'menyembunyikan' 8,8  juta penduduk miskin. Karena konsumsi rokok ini sendiri menyatakan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengonsumsi di atas garis kemiskinan, hanya saja masyarakat lebih memilih mengonsumsi rokok dibandingkan mengonsumsi barang lain yang lebih bernilai guna. 

Meskipun biaya mengonsumsi rokok dipindah pada konsumsi lainnya, jumlah penduduk miskin akan tetap sama. Namun di sisi lain, saya menilai CISDI dalam publikasinya tidak berusaha mempertanyakan mengapa rokok dimasukkan dalam perhitungan pengeluaran. 

CISDI berusaha melihat bagaimana dampak yang terjadi jika pengeluaran rokok tidak pernah dilakukan. Perbedaannya, CISDI mengasumsikan pengeluaran itu akan hilang, sedangkan saya mengasumsikan pengeluaran itu akan dialokasikan pada pengeluaran lainnya.

Lantas, apakah CISDI salah dalam publikasinya? Sekali lagi, untuk menjawab ini, saya akan berangkat dari pertanyaan "kita sedang membahas kemiskinan yang mana?"

Kemiskinan Multidimensi

Konsep kebutuhan dasar atau biasa juga disebut dengan kemiskinan absolut bukanlah satu-satunya konsep kemiskinan. Sebut saja kemiskinan multidimensi, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural, kemiskinan kutural, dan masih banyak lagi konsep lainnya. 

Jika dalam pernyataannya CISDI mengaitkan konsumsi rokok sebagai konsumsi yang mubazir karena tidak berpengaruh terhadap pemenuhan nutrisi dan menyebabkan pembengkakan pada biaya perawatan, maka sebenarnya kita sedang membahas kemiskinan dari segi ketidakmampuan mencukupi gizi. 

Jika harus mengukur dari segi kemiskinan, maka konsep yang paling dekat membahas ketidakcukupan gizi serta pengeluaran untuk biaya kesehatan adalah konsep miskin multidimensi.

Kemiskinan multidimensi adalah suatu konsep yang melihat kemampuan rumah tangga atau individu untuk menyediakan kebutuhan hidup primer dan sekunder. Konsep kemiskinan multidimensi langsung meninjau kemiskinan dari kepemilikan/akses terhadap hal-hal pokok seperti partisipasi sekolah, kecukupan gizi, keberadaan air bersih, akses sanitasi, listrik, dan sebagainya. 

Konsep ini menutupi kekurangan miskin absolut yang tidak memerhatikan aset. Meskipun konsep perhitungannya bersifat multidimensi dan cenderung lebih sulit untuk diinterpretasikan, konsep kemiskinan multidimensi ini pada beberapa kasus sebenarnya lebih dekat dengan gambaran kehidupan miskin yang ada di dalam ruang diskusi masyarakat. 

Oleh karena itu, jika ingin melihat bagaimana konsumsi rokok menyembunyikan kemiskinan di Indonesia, ada baiknya jika konsep yang digunakan adalah kemiskinan multidimensi. 

Barangkali jika kemiskinan yang kita bahas ini adalah kemiskinan multidimensi, maka pernyataan CISDI tidak sepenuhnya salah. Karena kebetulan, analisis kemiskinan multidimensi juga selalu menyuarakan hal yang sama: bahwa ada banyak gejala kemiskinan yang tidak ditangkap oleh persentase penduduk miskin yang dirilis oleh BPS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun