Mohon tunggu...
Alfira Fembriant
Alfira Fembriant Mohon Tunggu... Lainnya - Instagram : @Alfira_2808

Music Director and Radio Announcer STAR 105.5 FM Pandaan Pasuruan East Java (from 2012 until now) 📻

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cinta Monyetku Ternyata Bukan Cinta Sejatiku

23 November 2020   02:50 Diperbarui: 23 November 2020   03:02 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah perasaan yang tidak biasa, yang menggebu-gebu antara saling mengasihi dengan penuh kasih sayang dan kita sebut Cinta.

Kalau yang namanya Cinta, ya cinta saja. Tidak ada istilah cinta monyet atau cinta dengan istilah nama hewan lainnya. Hanya memang ada istilah cinta monyet yang dikaitkan dengan percintaan anak remaja setara SMP atau SMA.

Dikatakan cinta monyet karena hubungan asmaranya hanya main-main saja. Namun jangan salah, mereka ketika ditegur jangan pacaran karena masih anak-anak dan dijuluki asmaranya masih Cinta Monyet, itu pasti marah.

Kenapa demikian? Karena yang mereka rasakan itu tetaplah rasa yang sama seperti perasaan cinta orang dewasa. Jadi lebih tepatnya bukan cintanya yang salah, melainkan waktunya saja kurang tepat hingga mengarah pada hubungan yang main-main belaka.

Dikatakan hubungan yang main-main saja karena tidak bisa seserius orang dewasa. Kalau orang dewasa menjalin asmara, cepat atau lambat jika sudah cocok dengan sang pacar, mereka akan segera naik ke pelaminan. Sedangkan asmaranya anak ABG (Anak Baru Gede) ini walau ada kecocokan juga belum bisa naik ke pelaminan karena masih pelajar.

Syarat untuk menikah di Negeri kita Indonesia adalah minimal dua sejoli yang akan melangsungkan akad nikah setidaknya sudah mempunyai KTP (Kartu Tanda Penduduk). Lantas kalau masih pelajar di bawah usia 17 tahun, pasti lah belum mempunyai KTP.

Sehingga jalinan asmara tersebut masih ngambang seperti sebuah plastik di tengah lautan yang mengapung, bak menunggu ombak menelan ke samudera terdalam.

*

Seragam biru putih penulis pun dulu juga pernah menjadi saksi hadirnya getaran pertama yang muncul dalam hati. Getaran itu muncul hanya dengan menatap raut wajah lawan jenis dengan cara yang berbeda daripada lainnya. Suatu rasa bahagia tiada tara ketika ia yang tidak sengaja kita menaruh hati, rupanya melempar senyuman manis melayang bebas ke arah kita.

Salting (Salah Tingkah) selalu menjadi makanan favorit ketika tidak sengaja bersalipan dengannya di beberapa titik lokasi dalam sekolah. Sudah sama-sama saling suka, saling sayang, tapi tidak ada ungkapan secara langsung dan komitmen berarti seperti kaulah muda lainnya. Mungkin itu lah cara kita berkomitmen dalam hati di masa itu, hingga tiga tahun pun berlalu dan kita terpisah karena waktu telah habis untuk kita berjumpa tanpa ada kejelasan suatu hubungan berarti.

Tidak ada ponsel canggih, tidak ada internet di masa itu, kita pun kesulitan untuk komunikasi satu sama lain pasca kelulusan sekolah. Seragam putih biru pun juga sudah berganti menjadi seragam putih abu-abu, namun kisah cintaku dengannya masih saja kelabu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun