Mohon tunggu...
Alfino Hatta
Alfino Hatta Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Membaca, menulis puisi dan tertarik belajar hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Komunitas sebagai Mitra Strategis dalam Meningkatkan Akses Kesehatan di Wilayah Pedesaan Indonesia

23 Mei 2025   04:19 Diperbarui: 23 Mei 2025   04:34 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Komunitas Desa di Indonesia. (Sumber: Photo by Maximus Beaumont on Unsplash)

Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi Indonesia dan menjadi pilar utama pembangunan nasional. Namun, bagi masyarakat pedesaan, yang mencakup sekitar 43% dari total populasi Indonesia dengan lebih dari 74.000 desa, akses terhadap layanan kesehatan sering kali terhambat oleh berbagai kendala struktural dan sosial. Menurut Badan Pusat Statistik, populasi pedesaan ini menghadapi tantangan, seperti keterbatasan infrastruktur kesehatan, kekurangan tenaga medis, rendahnya kesadaran kesehatan masyarakat, dan hambatan geografis yang signifikan. Dalam konteks ini, Sistem Kesehatan Berbasis Komunitas (SKBK) muncul sebagai pendekatan inovatif yang menempatkan komunitas sebagai mitra strategis dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi layanan kesehatan yang responsif terhadap kebutuhan lokal. 

Tantangan Akses Kesehatan di Wilayah Pedesaan  
Masyarakat pedesaan di Indonesia menghadapi tantangan multidimensi yang menghambat akses mereka terhadap layanan kesehatan yang memadai. Pertama, hambatan geografis menjadi kendala utama. Banyak desa terletak di wilayah terpencil, seperti daerah pegunungan di Papua, dataran tinggi di Kalimantan, atau pulau-pulau kecil di Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Melansir Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sekitar 30% desa di Indonesia termasuk dalam kategori daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), yang ditandai dengan minimnya infrastruktur jalan, transportasi umum, dan konektivitas. Kondisi ini memaksa warga menempuh perjalanan panjang---sering kali berjam-jam hingga berhari-hari---untuk mencapai puskesmas atau rumah sakit, dengan biaya yang sering kali tidak terjangkau bagi keluarga berpenghasilan rendah.

Kedua, kekurangan tenaga medis memperparah situasi. Mengutip Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, rasio dokter per 100.000 penduduk di wilayah pedesaan hanya sekitar 12, jauh tertinggal dibandingkan angka 40 di wilayah perkotaan. Akibatnya, tenaga kesehatan di desa, seperti bidan atau perawat, sering kali harus melayani populasi yang besar, menyebabkan beban kerja berlebih dan penurunan kualitas layanan. Ketiga, keterbatasan fasilitas kesehatan menjadi isu signifikan. Menurut Yayasan Wahana Visi Indonesia, lebih dari 40% desa di Indonesia tidak memiliki puskesmas pembantu atau pos pelayanan terpadu (posyandu) yang aktif, memaksa warga mengandalkan fasilitas kesehatan yang berjarak jauh atau pengobatan tradisional tanpa pengawasan medis yang memadai.

Keempat, rendahnya kesadaran kesehatan masyarakat memperumit upaya peningkatan kesehatan. Berdasarkan survei Kementerian Kesehatan, hanya 55% warga pedesaan memiliki pengetahuan yang cukup tentang pencegahan penyakit, seperti diare, malaria, atau stunting. Hal ini menyebabkan banyak warga mengabaikan gejala awal penyakit, menunda perawatan, atau memilih pengobatan yang tidak sesuai, yang pada akhirnya meningkatkan risiko komplikasi dan kematian. Kelima, faktor sosial-ekonomi, seperti kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan, turut memperburuk situasi. Menurut Dompet Dhuafa, keluarga miskin di pedesaan sering kali memprioritaskan kebutuhan dasar, seperti makanan dan perumahan, di atas perawatan kesehatan, yang mengakibatkan penurunan kesehatan jangka panjang.

Tantangan-tantangan ini memiliki dampak yang luas, tidak hanya pada kesehatan individu, tetapi juga pada kesejahteraan komunitas secara keseluruhan. Penyakit yang tidak tertangani dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan biaya perawatan, dan menghambat pembangunan ekonomi desa. Oleh karena itu, pendekatan berbasis komunitas menjadi sangat relevan untuk mengatasi masalah ini secara holistis.

Peran Strategis Komunitas dalam Sistem Kesehatan Berbasis Komunitas  
Sistem Kesehatan Berbasis Komunitas (SKBK) dirancang untuk memberdayakan komunitas sebagai aktor utama dalam sistem kesehatan desa. Pendekatan ini mengintegrasikan partisipasi aktif warga, pemanfaatan sumber daya lokal, dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan untuk menciptakan layanan kesehatan yang kontekstual dan berkelanjutan. Komunitas memainkan sejumlah peran strategis dalam SKBK. Pertama, warga berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan kesehatan yang paling mendesak melalui mekanisme partisipatif, seperti musyawarah desa, diskusi kelompok terarah, atau survei komunitas. Misalnya, di Desa Kuripan Kidul, Jawa Tengah, warga dapat menyoroti prevalensi penyakit, seperti demam berdarah atau kekurangan gizi, sebagai prioritas, memastikan bahwa program kesehatan yang dikembangkan relevan dengan realitas lokal.

Kedua, komunitas dapat memanfaatkan kearifan lokal untuk memperkuat program kesehatan. Menurut Dompet Dhuafa, integrasi praktik tradisional---seperti penggunaan jamu untuk meningkatkan imunitas, tradisi gotong royong dalam menjaga kebersihan lingkungan, atau pendekatan berbasis budaya dalam edukasi kesehatan---dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap intervensi kesehatan modern. Pendekatan ini tidak hanya menghormati nilai-nilai lokal, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dalam komunitas.

Ketiga, warga dapat dilatih sebagai kader kesehatan untuk mengisi kesenjangan tenaga medis. Melansir Kementerian Kesehatan, Indonesia saat ini memiliki lebih dari 1,2 juta kader kesehatan yang aktif di posyandu, menjalankan tugas-tugas penting, seperti pemantauan gizi balita, edukasi kesehatan untuk ibu hamil, dan penanganan awal kasus darurat. Dengan pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan, kader kesehatan menjadi tulang punggung layanan kesehatan di tingkat desa, memungkinkan penjangkauan yang lebih luas dan respons yang lebih cepat terhadap kebutuhan kesehatan masyarakat.

Keempat, komunitas memainkan peran penting dalam advokasi. Melalui kelompok-kelompok, seperti posyandu, karang taruna, atau kelompok perempuan, warga dapat menyuarakan kebutuhan kesehatan mereka kepada pemerintah desa atau kabupaten, memastikan bahwa dana desa dialokasikan secara efektif untuk program kesehatan. Peran advokasi ini tidak hanya meningkatkan akuntabilitas pemerintah lokal, tetapi juga memperkuat rasa kepemilikan komunitas terhadap sistem kesehatan, yang merupakan prasyarat keberlanjutan SKBK.

Kelima, komunitas dapat berkontribusi dalam memobilisasi sumber daya lokal. Misalnya, warga dapat mengorganisasi kegiatan gotong royong untuk membangun fasilitas sanitasi, seperti jamban sehat, atau mengelola bank sampah untuk mendukung kebersihan lingkungan. Inisiatif-inisiatif ini, yang sering kali berbasis pada nilai-nilai budaya Indonesia, memperkuat kohesi sosial dan memastikan bahwa program kesehatan tidak hanya bergantung pada sumber daya eksternal.

Strategi Pengembangan Sistem Kesehatan Berbasis Komunitas  
Untuk memastikan keberhasilan SKBK, diperlukan strategi yang terencana, terkoordinasi, dan berbasis pada prinsip pemberdayaan masyarakat. Pertama, edukasi kesehatan harus menjadi fondasi utama. Dinas Kesehatan Kabupaten, bekerja sama dengan puskesmas dan organisasi masyarakat, dapat menyelenggarakan penyuluhan rutin tentang topik-topik kritis, seperti imunisasi, sanitasi, pencegahan penyakit menular, dan penanganan stunting. Mengutip Kementerian Kesehatan, desa-desa yang memiliki program edukasi kesehatan reguler melaporkan peningkatan kesadaran masyarakat hingga 25% dalam kurun waktu dua tahun. Untuk memaksimalkan dampak, materi penyuluhan harus disesuaikan dengan konteks budaya dan bahasa lokal, menggunakan media yang mudah diakses, seperti poster, video pendek, radio komunitas, atau drama tradisional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun