Mohon tunggu...
Alfin Febrian Basundoro
Alfin Febrian Basundoro Mohon Tunggu... Freelancer - Menuliskan isi pikiran, bukan isi hati

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UGM 2018, tertarik pada isu-isu politik dan keamanan internasional, kedirgantaraan, militer, dan eksplorasi luar angkasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kebijakan Subsidi dan Hancurnya Ekonomi-Politik Venezuela

17 Februari 2019   14:34 Diperbarui: 17 Februari 2019   14:49 4053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.aljazeera.com

Krisis ekonomi-politik sedang terjadi di Venezuela. Inflasi besar-besaran, krisis pemerintahan, hingga kelangkaan bahan pokok meruntuhkan negara tersebut. Pemerintah kewalahan dalam mengatasi hiperinflasi, sementara banyak penduduknya yang eksodus ke negeri tetangga. Krisis multidimensional ini terjadi akibat satu kesalahan pokok: kebijakan subsidi.

Venezuela pada 1970-1990an bagaikan "permata" di Amerika Selatan. Negeri itu menjadi salah satu yang paling sejahtera dan makmur di benua tersebut. Petrodolar yang mengalir deras menjadi penyokong ekonomi utama, menarik banyak negara untuk berinvestasi sekaligus membuka lapangan kerja untuk penduduk Venezuela.

Cadangan minyak negeri itu mencapai 290 miliar barel, bahkan lebih tinggi daripada Arab Saudi yang hanya 260 miliar barel. Sebagian besar cadangan minyak tersebut ditemukan di wilayah Danau Maracaibo. Kala itu, minyak merupakan komoditas berharga tinggi, imbas dari Perang Arab-Israel dan Iran-Irak yang menurunkan suplai minyak dari Timur Tengah. Tentu, Venezuela sebagai negara penghasil minyak "alternatif" menikmati keuntungan yang luar biasa besar.

Saking makmurnya, dunia melihat Venezuela sekelas Eropa Barat atau Kanada. Kontes kecantikan Miss Universe juga menjadi landmark negeri tersebut. Hampir tak ada pemberitaan mengenai kemiskinan akut atau krisis ekonomi di sana. Pendeknya, Venezuela ibarat "surga dunia" baik bagi penduduknya maupun masyarakat internasional.

Pada tahun 1999, Hugo Chavez dari Partai Sosialis meraih kursi kekuasaan. Ia menggunakan petrodolar untuk menyubsidi bahan bakar bagi warganya. BBM bahkan menjadi salah satu komoditas termurah di Venezuela, hasil dari kebijakan ekonomi sosialistik Chavez. Data dari Global Petro Prices meenyatakan bahwa harga BBM Venezuela sempat mencapai 1 sen US$ per liter, atau sekitar Rp135, lebih murah daripada sebotol air mineral.

Guna menekan angka kemiskinan di pedesaan yang belum terjamah duit petrodolar, pemerintahan Chavez juga memberlakukan subsidi tinggi pada bahan-bahan pokok dan energi. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing juga dilakukan oleh pemerintah. Bahkan, data CNBC dan Bank Dunia menyatakan bahwa lebih dari sepertiga anggaran negara Venezuela digunakan untuk subsidi.

Minyak yang pengelolaannya pada 1980-1990an cukup didominasi oleh perusahaan asing diambil alih seluruhnya oleh pemerintah, dalam satu perusahaan minyak: PDVSA (Petrleos de Venezuela, S.A.). Tahun 2000-2013 ibarat "tahun emas" bagi masyarakat Venezuela. Mereka benar-benar dimanjakan dengan "kebaikan hati" pemerintahnya.

Praktis, karena subsidi yang jor-joran itu, harga barang-barang di sana tidak mengalami fluktuasi. Akibatnya, terjadilah devaluasi; Mata uang Venezeual, Bolivar, mengalami penurunan nilai yang cukup drastis, mengingat semua orang memiliki uang dengan jumlah besar.

Lantas, apakah kebijakan subsidi besar-besaran yang diberikan pemerintah Venezuela berdampak baik bagi negeri tersebut? Untuk kehidupan masyarakat terutama kelas pekerja dan bawah, mungkin saja sangat membantu. Namun, bagi perekonomian nasional jangka panjang tentu tidak.

Kebijakan subsidi tersebut tak diikuti dengan pengelolaan ekonomi dan manajemen sumber daya yang baik. Pemerintah kala itu hanya memperhatikan kesejahteraan masyarakat dengan landasan ideologi sosialisme. Ironisnya, pemerintahan Chavez berciri kediktatoran, sementara nepotisme merajalela di kalangan pejabat tinggi.

Banyak orang yang setia dengan pemerintah dan Partai Sosialis yang ditunjuk menjadi pengurus ekonomi negara itu, bahkan tanpa latar belakang ekonomi. Pengangguran di kalangan kelas pekerja direkrut pemerintah menjadi karyawan PDVSA tanpa seleksi. Gaji yang besar diberikan pemerintah dengan dalih "pengentasan kemiskinan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun