Mohon tunggu...
Baiq AlfinaRahma
Baiq AlfinaRahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - pelajar

bahagia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rapuh

18 Juni 2022   09:52 Diperbarui: 18 Juni 2022   09:58 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mendapatkan seseorang yang bisa membahagiakan adalah keinginan semua orang, tak kecuali diriku. Setelah banyak hal yang aku lewati aku sangat menginginkan dirinya segera hadir dalam hidupku.

Kisahku bermula ketika perceraian kedua orang tuaku. Kesedihan, kemarahan, dan kebencian mulai aku rasakan ketika aku mengetahui bahwa tanaman bungaku yang selama ini kurawat dan kujaga layu, karena kehadiran benalu yang tak menghasilkan simbosis mutualisme. Tapi aku tak bisa terus-menerus seperti ini, aku harus bisa berdamai dengan takdir hidupku.

Namaku Alfina, aku merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Menjadi seorang anak pertama pastilah sangat berat, karena pundaknya harus selalu siap dengan semua keadaan dan menjadi kekuatan untuk adik-adiknya. Sebagai seorang anak aku ingin selalu berada bersama kedua orang tuaku. Karena, dari merekalah aku bisa belajar menjadi sumber kebahagiaan untuk orang-orang disekitarku.

Tapi semuanya telah berubah ketika aku duduk di kelas 3 SMP. Prahara rumah tangga yang selama ini terjadi antara ayah dan ibuku sudah tidak bisa lagi diperbaiki. Hal itu yang mengharuskan kedua orang tuaku bercerai. Perceraian yang membuat diriku kehilangan rasa percaya diriku, perceraian yang juga membuatku harus memilih antara ayah atau ibuku.

Sebelum perceraian itu terjadi, ayah ibuku telah pisah ranjang selama lima tahun lamanya. Selama itu pula ketika bulan Ramadhan aku tidak pernah lagi merasakan hangatnya berbuka dan sahur bersama ayah, begitu juga ketika merayakan hari raya idul fitri. Tepatnya dua hari sebelum hari raya di tahun kelima ayah dan ibuku pisah ranjang, aku mendengar kabar yang sangat menggetarkan dan menghancurkan hatiku.

"Fin, ayah pamit ya. Mulai sekarang ayah sudah gak bisa lagi datang kerumah ini."ucap ayah sambil mencium keningku. Lalu seketika ibuku memelukku dari belakang dan berkata "maafin ibu fin, ibu gak bisa lagi mempertahankan ayah untuk sama kita lagi, ayah dan ibu sudah sah bercerai bulan kemarin dan hari ini adalah hari terakhir masa iddah ibu nak."

Dug..... rasanya aku masih tak percaya dengan semua ini. Keluarga yang selama ini aku bangga-banggakan harus berakhir secepat ini. Entah apa yang harus ku lakukan. Aku hanya bisa bisa melihat ayah dari balik tirai sambil menangis dan terus memanggil ayah,ayah,ayah. Ibuku berusaha menenangkanku, tapi air mataku saat itu tak bisa lagi untuk ku bendung, semuanya telah mengalir begitu deras bak mengalirnya air terjun. Aku berlari kekamar untuk melampiaskan segala kesedihanku dibalik bantal hingga tanpa kusadari aku telah tertidur begitu lelap.

Kesedihan demi kesedihan kini telah berlalu. Seiring berjalannya waktu, aku mulai bisa menerima semua keadaan ini. Karena aku juga tidak boleh egois, saat ini kebahagiaan ibuku  adalah hal terpenting bagiku.

Satu tahun setelah percerain itu, akhirnya ibuku mengajakku beserta adik-adikku pergi untuk menemui ayah. Aku begitu bahagia dan bisa dibilang sangat sangat bahagia, begitu juga dengan adik-adikku. Setelah sekian lama, akhirnya aku bisa bertemu ayah. Tapi semuanya diluar dugaan. Ketika aku sampai di rumah ayah, ternyata ayah tidak ada. Tanpa berfikir panjang akupun langsung pergi menuju kantor ayah, karena aku yakin ayah ada dikantor.

Sesampainya di kantor, mataku tak melihat satupun tanda adanya bahwa ayah ada disana. Akhirnya kakiku berjalan menuju seorang paruh bya yang sedang menyiram tanaman di halaman kantor "permisi pak, kalau boleh tahu pak Anwar kemana ya pak?" ucapku sambil menatap kesekeliling untuk memastikan lagi. "loh kamu bukannya anak perempuannya pak anwar ya?"ucapnya, "iya pak". Setelah lama menatapku iapun berkata lagi "tapi bukannya pak Anwar bilang dia mau pergi ke Jawa untuk menjemput anak perempuannya yang akan pulang dari pondok." Aku keheranan "maaf pak, tapi saya udah lama pulang dari pondok. Dan ayah sendiri yang menjemput saya pak." Ucapku sambil memasang wajah heran."oh, kalau begitu pak anwar pergi kerumah istrinya nak." Lanjutnya.

 Aku terkejut bukan main mendengarnya. Akupun langsung berlari menuju mobil untuk mengatakan kabar tersebut pada ibuku. Setelah mendengar kabar itu, ibuku langsung bertanya kepada penjaga dikantor "maksud bapak apa, mengatakan kalau pak Anwar pergi ke rumah istrinya?' ucap ibuku. "iya bu, pak Anwar kan sudah bulan kemarin melaksanakan pernikahan di Jawa bu, seluruh pegawai diundang menghadiri acaranya bu." Ucap tukang kebun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun