Mohon tunggu...
Alfikri Oktavian
Alfikri Oktavian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

A student who interested in Politics, International Relations, communications, and business.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kudeta Myanmar dan Masa Depan Demokrasi

28 Desember 2022   22:40 Diperbarui: 29 Desember 2022   02:09 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: freepik.com

Seperti yang kita ketahui bersama, isu kudeta Myanmar kerap menjadi perbincangan beberapa waktu lalu hingga saat ini. Sering kita dengar di media massa bahwa protes massal telah berlangsung di seluruh Myanmar sejak militer merebut kendali pada 1 Februari silam. Pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan anggota partai National League for Democracy (NLD) termasuk di antara mereka yang ditahan. Ratusan orang, termasuk anak-anak pun menjadi korban dari peristiwa ini. 

Militer sekarang kembali bertugas dan telah mengumumkan keadaan darurat selama setahun. Ini merebut kendali pada 1 Februari setelah pemilihan umum yang dimenangkan oleh partai NLD dengan telak. 

Angkatan bersenjata pun telah mendukung oposisi, yang menuntut pemungutan suara ulang sehingga mengklaim penipuan yang meluas. Komisi pemilihan mengatakan tidak ada bukti yang mendukung klaim tersebut. 

Kudeta terjadi saat sesi baru parlemen akan dibuka dan menahan Suu Kyi di lokasi yang tidak diketahui sejak kudeta terjadi. Dia menghadapi berbagai tuduhan seperti melanggar undang-undang rahasia resmi negara, memiliki walkie-talkie ilegal, hingga menerbitkan informasi yang dapat menimbulkan ketakutan atau kekhawatiran. 

Anggota parlemen dari partai NLD yang berhasil lolos dari penangkapan ini pun membentuk kelompok baru dalam persembunyian. Dari situasi tersebut, saya sangat setuju dengan pendapat narasumber pada awal podcast bahwa mengencam setiap aksi kudeta dikarenakan dapat disebut sebagai anti demokrasi seperti pemaksaan di jalur non konstitusional. Menurut beliau, kudeta ini bisa diprediksi dengan melihat hasil pemilu tahun lalu. Dimana partai NLD memenangkan 83 % kursi di parlemen dan membuat pihak militer tidak siap menerima kekalahan. 

Myanmar dapat dikatakan sebagai negara yang menutup diri dari pihak luar negara. Hal ini pun membuat kita mengetahui bahwa demokrasi di Myanmar dikenal sangat rapuh. Tapi dari penjelasan pembicara pada podcast ini memberi insight baru bahwa demokratisasi di Myanmar tidak sepenuhnya gagal. 

Bahkan, adanya demonstrasi sampai saat ini yang dinilai sangat aktif di seluruh negeri Myanmar merupakan hasil dari demokrasi itu sendiri. Semua lapisan masyarakat dari sipil, tenaga kesehatan, perawat dan lainnya mengikuti demonstrasi untuk menolak kudeta dikarenakan dapat dinilai sangat merugikan dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sampai saat ini ada sekitar 400 lebih jumlah orang yang di penjara paksa dan  beberapa orang yang ditembak ketika melakukan protes damai. 

Adanya kudeta ini benar-benar berdampak pada kehidupan masyarakat Myanmar. Dalam 10 tahun terakhir, Myanmar mengalami banyak keterbukaan dari negara lain. 

Masyarakat di Myanmar terkoneksi dengan dunia luar sehingga dunia internasional pun megetahui apa yang sedang terjadi disana. Namun, hal ini ditindak oleh militer Myanmar sehingga memaksakan perubahan terhadap undang-undang cyber dan memutuskan jadingan internet sehingga masyarakat tidak dapat mengakses segala jenis social media. 

Tidak hanya sampai disitu, mereka membuat aturan bahwa online provider harus menyerahkan data pribadi yang dapat dilihat bahwa ini menjadi otortotarianisme mutlak baik secara online maupun offline. Dapat dilihat bahwa problem yang terjadi di Myanmar pada saat ini ini tidak hanya terjadi secara langsung, namun juga secara digital. 

Sikap militer Myanmar ini tentu menjadi perbincangan banyak negara. Karakteristik dari militer Myanmar yaitu tidak takut akan apapun. Sehingga, walaupun dikcam oleh banyak negara, militer Myanmar tak peduli terhadap hal tersebut. Disebutkan juga oleh pembicara bahwa masih ada sekitar sepuluh negara di dunia yang mendukung aksi kudeta ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun