Mohon tunggu...
Alfian Wahyu Nugroho
Alfian Wahyu Nugroho Mohon Tunggu... Penulis Artikel

Selamat membaca beragam tulisan yang menganalisis berbagai fenomena dengan teori-teori sosiologi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Sinis melalui Mazhab Frankfurt

17 Mei 2025   13:51 Diperbarui: 20 Mei 2025   18:50 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Institut für Sozialforschung (Sumber: https://www.ifs.uni-frankfurt.de/history.html)

7. Teori Tindakan Komunikatif (Theory of Communicative Action) 

  • Habermas, emansipasi sosial dicapai lewat komunikasi rasional tanpa dominasi, pentingnya ruang publik deliberatif.

8. Rasionalitas Instrumental vs Rasionalitas Substantif 

  • Habermas, kritik terhadap dunia yang dikendalikan oleh logika efisiensi dan teknokrasi, bukan etika dan komunikasi.

9. Teori Pengakuan (Recognition Theory) 

  • Honneth, ketidakadilan sosial berasal dari kegagalan dalam memberi pengakuan terhadap martabat manusia. Tiga bentuk pengakuan: cinta (relasi intim), hak (hukum), solidaritas (sosial).

9. Etika Diskursus 

  • Apel & Habermas, norma sosial yang valid harus diuji dalam wacana rasional oleh semua pihak yang terdampak.

10. Ruang Publik (Public Sphere) 

  • Habermas, ruang dimana warga berdiskusi rasional tanpa dominasi. Dalam masyarakat modern, ruang ini terdistorsi oleh media dan kapitalisme.

Sumbangsih Mazhab Frankfurt dapat dirunut ke berbagai aspek kehidupan kontemporer. Dalam pendidikan, misalnya, mereka mengkritik sistem pendidikan modern yang telah menjadi teknokratis dan kehilangan tujuan humanistiknya. Pendidikan bukan lagi alat pembebasan, melainkan reproduksi ideologi dominan. Dalam ranah sosial, mereka membongkar cara ideologi bekerja melalui praktik sehari-hari yang membungkam perlawanan mulai dari norma keluarga, tontonan media, hingga struktur bahasa yang memformat kesadaran. Dalam ekonomi, Mazhab ini tidak hanya mengulang kritik klasik terhadap kapitalisme, tetapi juga menggali bagaimana fetisisme komoditas dan konsumsi menciptakan bentuk eksploitasi yang lebih subtil namun menyeluruh. Sedangkan dalam politik, mereka menaruh kecurigaan mendalam terhadap demokrasi liberal, terutama karena ruang publik telah dikolonisasi oleh logika pasar dan media korporat. Kontribusi Mazhab Frankfurt bukanlah pada penciptaan solusi instan, melainkan pada cara berpikir yang terus-menerus mempertanyakan struktur. Kritik mereka bersifat genealogis melacak asal-usul ketidakadilan dan dialektis, yakni mengungkap kontradiksi dalam sistem yang tampaknya stabil. Bahkan kritik tajam terhadap “kebebasan palsu” dalam masyarakat kapitalistik hari ini, mulai dari ilusi pilihan di media sosial hingga wacana self-improvement yang neoliberalistik, menunjukkan relevansi terus-menerus dari kerangka pemikiran Mazhab ini.

Horkheimer & Adorno (Sumber: https://jacobin.com/2020/02/max-horkheimer-frankfurt-school-adorno-working-class-marxism)
Horkheimer & Adorno (Sumber: https://jacobin.com/2020/02/max-horkheimer-frankfurt-school-adorno-working-class-marxism)

Bahasa sederhananya, secara sarkas Mazhab Frankfurt ini adalah sekumpulan ideologi yang selalu memprotes apapun karena terlalu pesimis dan elit. Mazhab ini dituduh menjauh dari realitas kelas pekerja dan terlalu larut dalam “sindrom akademik” lebih sibuk mengkritik ketimbang bertindak. Tapi justru di sinilah nilai reflektif mereka tidak semua pembebasan datang dari agitasi politik langsung. Ada kalanya, dunia perlu dicurigai terlebih dahulu sebelum diselamatkan.

Membaca Fenomena Melalui Mazhab Frankfurt 

Mazhab Frankfurt yang mengembangkan teori kritis sebagai upaya membebaskan kesadaran dari dominasi ideologi. Saya mau mencontohkan narasi penerapan Mazhab Frankfurt dalam melihat fenomena sosial. Saya contohkan bagaimana Mazhab Frankfurt dalam melihat fenomena media sosial misalnya TikTok, media tersebut menurut teori kritis bukan sebagai ruang bebas ekspresi, tetapi sebagai struktur hegemonik baru yang secara halus mereproduksi bentuk-bentuk penindasan simbolik dan kultural. 

Dalam konsep “industri budaya” (Horkheimer & Adorno, 1944), konten populer tidak tumbuh secara organik, melainkan diproduksi dan disebarluaskan melalui mekanisme kapitalistik yang memanipulasi kesadaran massa. Viralitas TikTok adalah wujud nyata dari ini konten dioptimalkan agar menarik algoritma, bukan mendalam secara substansi. Kreativitas menjadi sekunder, tergantikan oleh “template” konten lipsync, dance challenge, atau tren suara tertentu. Ini menciptakan budaya homogen dengan pengguna sebagai produsen semu yang sebenarnya dikendalikan oleh logika teknokapitalisme. Bagi Mazhab Frankfurt, media seperti TikTok tidak sekadar menyebarkan hiburan, tetapi membentuk cara berpikir dan merasakan publik. Konten viral bukan hasil kreativitas murni, melainkan hasil seleksi algoritmik yang ditentukan oleh logika pasar mana yang mudah dikonsumsi, cepat dibagikan, dan menghasilkan impresi maksimum. Industri budaya, menurut Mazhab Frankfurt, beroperasi dalam kerangka rasionalitas instrumental di mana semua nilai direduksi menjadi fungsi, dan semua kreativitas menjadi sekadar bentuk produksi. Tren TikTok bukanlah refleksi kebebasan individu, tetapi bentuk adaptasi terhadap logika viralitas. Konten yang dihasilkan berulang-ulang dalam pola seragam, mengikuti musik yang sama, gaya visual yang identik, bahkan ekspresi wajah yang distandarisasi. Inilah homogenisasi budaya yang dikhawatirkan Adorno, individu tidak lagi mencipta, tetapi meniru sebagai bentuk bertahan di ekosistem kompetitif algoritma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun