Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengenal Uranium, Musuh Sekaligus "Teman Dekat" AS

8 Juli 2019   15:19 Diperbarui: 8 Juli 2019   15:31 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: liputan6.com

Amerika Serikat menjadi pihak yang paling menentang perkembangan nuklir milik Iran. Pengayaan uranium yang dilakukan Iran diklaim sebagai langkah ancaman terhadap keamanan global.

Uranium sebagai salah satu bahan dasar tenaga nuklir pertama kali ditemukan oleh ahli kimia Jerman, Martin Heinrich Klaprot, pada tahun 1789. Lalu uranium dikembangkan sebagai bahan radioaktif pada 1896 oleh Henry Becquerel.

Logam uranium berwarna abu-abu keperakan. World Nuclear Association menyebutkan saat ini terdapat 20 tambang uranium yang beroperasi di berbagai negara.

Iran mengungkapkan akan terus melakukan pengayaan uranium hingga 5 persen pada bulan ini meskipun melanggar kesepakatan nuklir Joint Comperhensif Plan of Action (JCPOA) tahun 2015.

Adapun negara anggota yang ikut dalam kesepakatan nuklir ini, yaitu Iran, AS, Perancis, Inggris, Rusia, China, Jerman, dan Uni Eropa.

Hal ini dilakukan Iran untuk menarik dukungan negara anggota yang tergabung dalam kesepakatan tersebut agar membela Iran terhadap sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh AS.

Sebagai timbal balik, Iran akan membatasi pengayaan uranium sesuai dengan ketentuan di ambang batas 3,67 persen. Sebelum perjanjian ditandatangani oleh negara anggota, Iran berhasil melakukan pengayaan uranium sebesar 20 persen.

Perlu diketahui butuh pengayaan uranium sebesar 90 persen agar dapat mengembangkan senjata nuklir ini. Pengayaan uranium yang dilakukan Iran diklaim untuk memasok bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Bushehr.

Presiden AS Donald Trump membuat keputusan sepihak dengan menarik diri dari perjanjian nuklir tersebut pada Mei 2018 lalu serta memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran.

Keputusan lahir sebab adanya tuduhan terhadap Iran yang mengembangkan program peluru kendali dan terlibat konflik di beberapa wilayah Timur Tengah.

Uranium mesti diolah melalui berbagai tahapan proses yang panjang agar dapat dimanfaatkan sebagai energi dibandingkan pengolahan bahan bakar fosil yang berasal dari batubara, minyak, dan gas alam.

Pemanfaatan uranium paling besar digunakan sebagai bahan bakar nuklir. Selain uranium, thorium juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar nuklir. Thorium tidak dapat berdiri sendiri sebagai bahan bakar tanpa bantuan uranium.

Dengan begitu, pengembangan terhadap uranium harus dilakukan terlebih dahulu sebelum mengembangkan thorium. Perbedaan lainnya yakni thorium yang cenderung lebih aman dan tidak dapat dimanfaatkan dengan tujuan persenjataan.

Negara-negara di dunia saat ini lebih condong melakukan penelitian dan pengembangan uranium hingga beberapa dekade mendatang.

Indonesia juga memiliki kandungan uranium yang besar di tanah air. Namun, berdasarkan aturan yang berlaku menyatakan uranium tidak diizinkan untuk dieksploitasi secara komersial.

Butuh anggaran yang besar dalam pengayaan uranium. Selain itu, dibutuhkan pula sarana dengan teknologi mumpuni disertai kualitas sumber daya manusia yang kompeten.

International Atomic Energy Agency (IAEA) mencatat hingga akhir 2016 Amerika Serikat menempati urutan teratas sebagai negara pengguna nuklir terbesar di dunia dengan memiliki sekitar 100 PLTN di negara tersebut.

Melihat beberapa fakta yang ada, AS merasa kekhawatiran besar terhadap potensi nuklir yang dimiliki Iran. Iran merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan minyak bumi terbesar di dunia.

Anggaran dana untuk melakukan pengayaan uranium bukan kendala bagi Iran. Untuk menahan laju Iran, sejak beberapa dekade lalu AS selalu menerapkan sanksi ekonomi atas Iran.

Iran yang tidak tinggal diam lantas memberikan ancaman akan terus melakukan pengayaan uranium yang berpotensi menjadi senjata nuklir. Padahal, AS merupakan negara yang memiliki jumlah PLTN terbanyak saat ini.

Iran dan AS sebelumnya pernah memiliki hubungan bilateral yang erat hingga mampu bekerja sama dalam pengembangan nuklir. Sejak konflik yang terjadi pada 1970-an membuat hubungan kedua negara memanas hingga sekarang.

Pengolahan uranium perlu sokongan dana, teknologi, serta kualitas tenaga kerja mumpuni. Iran bisa dibilang telah memiliki ketiga aspek dan menjadi ancaman nyata bagi AS serta global.

Namun, apapun yang dilakukan otoritas Amerika Serikat memiliki tujuan dalam menjaga eksistensi Paman Sam sebagai negara super power.

Bogor, 8 Juli 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun