Mohon tunggu...
Alex Win
Alex Win Mohon Tunggu...

I think therefore I am

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Biksu dan Sang Gadis

30 September 2010   13:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:50 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Alkisah dua orang biksu Budha mendapat perintah untuk membeli kebutuhan sehari-hari di desa. Keduanya harus turun gunung, dari pertapaan mereka, menelusuri jalan setapak yang terjal dan menyeberangi sebuah sungai yang lebar dan deras aliran airnya. Kedua biksu itu dibesarkan bersama oleh Sang Guru, keduanya sangat patuh dan rajin menjalankan tugasnya, baik secara duniawi maupun spiritual. Keduanya masih muda, yang lebih tua bernama Budhi dan yang lebih muda bernama Dharma. Tugas mereka sederhana tetapi melelahkan karena harus membawa sekeranjang sayur-sayuran untuk ditukar dengan berbagai kebutuhan dapur lainnya di desa terdekat. Perjalanan pun dimulai pagi-pagi. Menjelang siang, mereka mencapai pinggir sungai dan menyeberang. Tidak ada jembatan yang melintasi sungai tersebut, hanya ada seutas tambang yang membentang sebagai tempat berpegangan. Dengan berhati-hati mereka menyeberang, menentang arus sungai dengan berpegangan pada tambang. Sesampainya di desa, keduanya cepat-cepat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Sang Guru. Setelah itu mereka pun bergegas pulang. Mereka telah sepakat untuk bekerjasama, saat pergi biksu Dharma yang membawa keranjang penuh sayur-sayuran dengan dipanggul. Saat pulang, giliran biksu Budhi yang membawa keranjang penuh dengan kebutuhan yang dipesan. Mendekati sungai, dalam perjalanan pulang, biksu Dharma bergegas untuk melihat kondisi air sungai, apakah banjir atau bertambah deras. Biksu Budhi berjalan lambat, agak tertinggal,  bertatih-tatih menggendong keranjang di punggungnya. Sesampai di pinggir sungai yang deras, biksu Dharma melihat seorang gadis sedang menatap air yang mengalir deras. Kebingungan dia rupanya. "Sedang mencari apa ?" sapa biksu Dharma dengan ramah. "Aku sedang mencari jembatan untuk menyeberang, air sungai sangat deras !" jawab sang gadis dengan nada tak pasti, karena memang jalan kecil yang dia tempuh terputus dipinggir sungai. "Oh..... tidak ada jembatan, hanya ada tambang ini tempat orang berpegangan saat menyeberang." sahut biksu Dharma sambil menarik tambang untuk menunjukkan gunanya. "Wah...wah.... bagaimana mungkin ? Aku tidak bisa berenang dan tubuhku terlalu kecil dan ringan untuk menentang arus sungai !!!" seru sang gadis, panik dia rupanya. "Tadi aku kira, jalan pintas ini lebih cepat untuk mencapai rumah", tambahnya. "Baik...aku bantu saja, aku bisa gendong kau menyeberang, berpegangan erat saja.....biar aku yang membawa kau ke seberang." jawab biksu Dharma penuh keyakinan. "Ah... terima kasih sudah membantu..... aku memang harus cepat pulang sebelum gelap" kata sang gadis. Tubuhnya yang kecil dan ringan memang bukan masalah bagi si biksu yang setiap hari menempuh jalan terjal di pertapaannya. Biksu Dharma pun menggendong sang gadis menyeberangi sungai tersebut. Sang gadis berpegangan erat pada pundak biksu Dharma. Dengan langkah mantap dan hati-hati biksu Dharma berjalan melawan arus sungai dengan berpegangan pada tambang, air mencapai pinggangnya. Sementara biksu Dharma telah menempuh setengah lebar sungai, biksu Budhi pun mencapai tepi sungai dan melihat saudara seperguruannya sedang menggendong seorang gadis ditengah sungai. "Astaga..... apa-apaan nih ???? " begitu kata-kata yang terlontar dari mulut biksu Budhi. Secara refleks dia menurunkan keranjang yang dipanggulnya ke tanah dan bergegas menyusul saudaranya itu. Dia berjalan cepat sambil memanggil-manggil, namum suaranya tertelan deru air sungai. Tak lama kemudian biksu Dharma mencapai seberang sungai dan menurunkan sang gadis dan bersyukur telah selamat mengarungi derasnya air sungai. Menyadari matahari telah condong ke barat, gadis itupun berterima kasih dan berlalu, masih harus menempuh jarak yang lumayan untuk berjumpa dengan keluarganya. Biksu Budhi pun tiba di tepi seberang, dengan napas memburu, dia memanggil saudaranya dengan lantang. "Dharma !!!! apa yang kau lakukan ? bukankah Guru telah berpesan agar kita menjaga diri dan tindak tanduk kita di jalan ?" Dengan pandangan heran biksu Dharma memandang ke saudara tuanya, mencoba memahami apa yang menjadi masalah. "Hah....masih berlagak bodoh....... masih ingatkah apa saja yang menjadi pantangan kita sebagai biksu ? Bukankah kita sudah mengucapkan sumpah di hadapan Sang Guru untuk pantang membunuh dan makan makhluk hidup, tidak minum arak dan ...... TIDAK MENYENTUH WANITA ?", kata-kata terakhir diberikan tekanan khusus. Biksu Dharma mencoba menjelaskan, tetapi sebelum kata-kata keluar dari mulutnya, saudara tuanya telah memotong dengan keras, menegurnya, mengingatkan atas semua ajaran dari Sang Guru....dan terus berceloteh tentang ayat-ayat suci yang telah dihapal bertahun-tahun. Kesal atas celoteh kakak seperguruannya, biksu Dharma berjalan menjauh, menjaga agar emosinya tidak terpancing. Tetapi biksu Budhi terus mencerca dan menasehati, silih berganti. Semakin cepat Dharma berjalan, Budhi pun mengejar di belakang sambil menyemburkan petuah-petuah dan mengancam akan melaporkan ke Sang Guru. Tak tahan lagi akan perkataan yang semakin pedas, Dharma pun berhenti dan berpaling. "Sudahlah, saudaraku........ gadis itu sudah kutinggalkan setengah jam yang lalu ditepi sungai, mengapa engkau masih membawanya di dalam hati dan pikiranmu ? Toh aku hanya menolongnya menyeberang. Sekarang coba kau jawab, dimana keranjang yang seharusnya kau bawa ? Bukankah itu tanggung jawabmu? " Biksu Budhi tertegun.......wah celaka, keranjangnya masih diseberang sungai !!!!! Haripun sudah semakin gelap dan arus sungai menjadi bergulung-gulung karena derasnya air akibat lebat hujan yang turun di hulu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun