Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Saat Natal Datang (Lagi)

4 Desember 2022   12:15 Diperbarui: 4 Desember 2022   18:07 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dekorasi Natal di Mall Taman Anggrek, Jakarta. (Sumber: Kompas.com)

Setiap tahun umat Kristen merayakan Natal. Di kawasan timur Indonesia seperti NTT, Ambon, Papua dan Manado yang mayoritas penduduknya memeluk agama Kristen, Natal dirayakan secara lebih meriah. Rumah-rumah dihias lampu warna-warni. Ada pohon terang. Lagu-lagu Natal distel lebih keras. Kue Natal tak ketinggalan. Angkutan umum di kawasan ini yang selalu full musik pop dan dangdut, berganti ke lagu-lagu Natal. Pas hari Natal, biasanya, ada pesta makan-makan. Meriah pokoknya.

Mall Berbenah

Di kota besar seperti Jakarta aroma Natal telah tercium jauh-jauh hari. Pusat perbelanjaan di kota-kota besar memajang beragam Pohon Natal semenjak minggu terakhir Oktober untuk menarik calon pembeli. Berbagai tema Natal diusung misalnya "Winter Wonderland" dengan nuansa serba putih, beruang kutub, rumah papan, yang semuanya ditaburi salju buatan. Suasananya mirip-mirip musim dingin di Eropa dan Amerika yang bersalju.

Ada mal di Jakarta yang merangkai botol plastik bekas minuman menjadi pohon Natal yang tinggi. Beberapa gereja di Depok, Jawa Barat juga demikian. Begitulah, pusat perbelanjaan dan gereja merias dirinya habis-habisan, agar tampak menawan. Bagi pusat perbelanjaan tujuannya jelas, agar semakin banyak orang datang berbelanja ke sana, apalagi jika disertai diskon.

Coba tanya anak atau ponakan kita, Natal identik dengan apa? Pasti ada yang menjawab baju baru atau sepatu baru. Ada pula yang menjawab sinterklas dan pohon terang. Tentu saja tidak lupa lagu dan kue Natal. Bagi yang suka belanja, mesti penuh harap barang kesukaannya akan didiskon besar.

Bagi yang punya uang memilih ikut tur ke Yerusalem, turut melihat tempat-tempat yang pernah disinggahi Maria dan Yusuf zaman dahulu. Juga palungan tempat Yesus dibaringkan.

Panitia Natal di sebuah gereja di pelosok Rembang Jawa Tengah, tempat kami sekeluarga kerap misa Natal selalu menyiapkan kue-kue dan makanan tradisional. Habis misa ada acara makan bareng. Tak lupa sinterklas yang membagikan hadiah kepada anak-anak. Tetapi ada anak yang nangis, takut pada sinterklas.

Kata mereka rupanya kayak genderuwo. Entah mereka pernah melihat genderuwo di mana? Tetapi yang pasti si sinterklas hanya bertahan sepuluh menit. Lalu ia mencopot topi dan jenggot palsunya. Kemudian baju merahnya. Habis, cuaca di Pantura panas sekali, kawan.

Distorsi

Orang-orang menyambut Natal dengan banyak cara. Soalnya Natal datang hanya setahun sekali. Barangkali mereka berpikir, apa salahnya dirayakan dengan sedikit lebih meriah?

Diakui atau tidak, perayaan Natal di Indonesia, terutama di kota-kota besar telah tereduksi maknanya sekadar menjadi kegembiraan masa liburan panjang akhir tahun, ajang promosi dan pemuasan hasrat berbelanja seperti di Eropa dan Amerika. Figur sinterklas, pohon natal, lagu-lagu natal tampak lebih meriah ketimbang yang dirayakan kelahirannya.

"Sinterklas sekilas kelihatan lebih afdol dan layak dijadikan simbol meriahnya Natal ketimbang figur Yesus. Sebab, dalam soal Sinterklas, memang tidak dibutuhkan laku iman," kata Trisno Sutanto, pengamat budaya dan penulis, kepada saya.

 "Saya khawatir seluruh kompleksitas cerita Injil tentang kelahiran Yesus itu hilang ketika masa Natal direduksi menjadi sekadar figur sinterklas, undangan belanja, dan masa libur panjang di akhir tahun. Dan itu yang sedang terjadi pada kita saat ini," kata Trisno lagi.

Sinterklas (Sumber: jadiberita.com)
Sinterklas (Sumber: jadiberita.com)

Yang lebih ironis adalah, kata dia, Sinterklas merupakan distorsi dan pendangkalan makna Natal. Sebab dalam figur Sinterklas, seluruh pewartaan Natal kehilangan arti dan kekuatannya sebagai warta tentang solidaritas radikal Allah pada kehidupan manusiawi yang serba rentan.

Perlu diakui bahwa banyak gereja bukan saja tidak menaruh perhatian terhadap makna sosial Natal, tetapi juga tidak memiliki pemahaman yang lengkap tentang makna Natal. Mereka tidak paham bahwa Natal memiliki makna solidaritas kemanusiaan.

Hal ini terpengaruh oleh pemahaman teologi gereja yang berbeda-beda. Yang hanya menekankan keselamatan "yang kelak". Keselamatan di seberang sana. Yang bisa membuat mata jemaat tertutup terhadap kenyataan sosial yang ada di sekitarnya.

Hal itu tampak dalam ritual ibadah di tempat yang serba mewah dan ritualistik yang semarak meriah bahkan tampak berlebihan. Sebuah gereja bangga jika bisa mengadakan Natal di sebuah stadion besar di Jakarta dan menyebut angka 150 ribu orang yang hadir. Dan untuk bisa mengumpulkan orang sebanyak itu acara Natal perlu diiklankan melalui media massa.

Padahal kalau mau, dana yang dipakai untuk acara-acara ritual dan seremonial yang mewah itu bisa dipakai untuk bersolidaritas kepada sesama yang membutuhkan. Solidaritas inilah yang menjadi inti utama dari Natal, yakni keberpihakan Allah kepada kemanusiaan.

Dalam banyak Kitab pun, Allah melalui para nabinya telah mengecam sikap ibadah yang sangat bersifat ritualistik tetapi melupakan makna sosial dari karya penyelamatan Allah itu. Misalnya, Nabi Amos yang mengecam ibadah Israel yang sangat ritualistik, tetapi mengabaikan solidaritas kemanusiaan dan tanggung jawab sosial. Demikianpun Kitab Yesaya mencatat hal yang sama. Tuhan Yesus juga mengecam sikap ibadah para pemimpin agama Yahudi yang mengabaikan hal-hal yang utama dalam Taurat seperti ditulis penginjil Matius.

Natal adalah penantian penuh harap. Sebab itu dalam Gereja Katolik dan Gereja Protestan yang berteologi "arus utama" ada empat minggu masa penantian yang disebut Adven. Dan selama masa itu pesan-pesan tentang jawaban radikal Allah yang menerima kerentanan hidup manusiawi sebagai sarana bagi kemuliaan-Nya disampaikan.

Selamat memasuki Hari Minggu Adven II.

Depok, 4 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun