Berbagai hal yang boleh kita berpartisipasi dalam sebuah kejadian. Begitu juga dalam persoalan Poso yang lalu. Aleksander Mangoting dari Majalah Bahana pada Tgl. 2 Agustus 2002 bertempat di Batu Maeta diserahkan bibit tanaman yaitu bibit kacang panjang, kangkung, bayam, buncis, paria, sawi, majalah bahana dan beberapa bibit lainnya. Sumbangan ini diterima oleh Ibu Ruth yang tinggal di gedung gereja Oikumene di Kapernaum yang dibangun beberapa bulan yang lalu oleh orang yang peduli terhadap korban kerusuhan dan partisipasi segenap penduduk di tempat tersebut yang kini jumlahnya sudah 160 KK lebih. Jadi sudah bertambah sekitar 20 KK ketika Aleksander Mangoting dari Bahana berkunjung tahun lalu ke tempat yang sama.
Sore tgl. 3 Agustus 2002 dengan diantar petugas yang bersenjata, Bahana mengitari kota Poso untuk melihat berbagai kegiatan termasuk bagaimana pembangunan fasilitas umum dan rumah penduduk dibenahi.
Namun dari hasil percakapan dengan petugas (polisi dan tentara) serta sejumlah anggota masyarakat, terungkap bahwa diantara warga masyarakat masih amat terasa saling kecurigaan dan rasa sentimen yang begitu mendalam. Permusuhan antara satu kampung dengan kampung lain akibat pengalaman selama terjadinya kerusuhan Poso masih amat kental. Ketakutan yang dialami oleh masyarakat masih cukup tinggi sehingga tidurpun amat sulit. Siapa sebenarnya yang akan membangun rasa aman di Poso? Bukankah orang Poso sendiri yang akan membangun rasa aman diantara mereka?.
Namu dibalik semua itu, tentu keamanan hanya bertugas sebagai pembantu untuk membangun rasa aman. Tetapi tugas lain dariu pembantu adalah membersihkan kota Poso dari campur tangan dari luar, yangamat sulit diuraikan yang mana orang datang dari luar dan mana yang bukan. Seharusnya proses perdamaian di Poso dibersihkan dari campur tangan dari luar yang senantiasa masuk, bahkan juga menjadikan anggota masyarakat Poso sebagai alat mereka untuk mencapai tujuan-tujuan yang tidak pada tempatnya.
Kurang keseimbangan
Rumah ibadah kaum muslim hampir semuanya sudah dibangun hanya bagi umat Kristiani baru dua yang diperbaiki yaitu jemaat Eklesia GKST dan gereja Advent. Ada usulan dari pihak Kristen agar dana renovasi dan pembenahan rumah ibadah supaya diberikan dalam bentuk bahan atau uang, nanti mereka yang membangunnya sesuai kebutuhan mereka, namun pihak pemerintah tidak memberikannya.
Ikut ibadah
Gereja Toraja menumpang sejak tahun lalu (2001) di gedung Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Jemaat Baithel sekitar dua kilometer dari pusat kota Poso. Jam ibadah dibagi sehingga warga Gereja Toraja Jemat Rehobot Poso yang dilayani oleh Pdt. Pasa'pangan, S.Th tetap beribadah dan mereka mendapat jata ibadah jam 06.30. Aleksander Mangoting dari Bahana ikut dalam ibadah jam 06.30 pada tanggal 4 Agustus 2002 dimana dihadiri hanya sekitar 50 orang yang terdiri dari pemuda dan orang tua serta beberapa remaja dan anak Sekolah Minggu. Kebaktian madya dan anak Sekolah Minggu tidak dilaksanakan karena pertmbangan keamanan. Bahkan ada lebih seratus lebih anggota Gereja Toraja jemaat Rehobot Poso tidak dapat hadir dalam ibadah tersebut karena ketengangan dan soal hubungan kendaraan yang sulit. Ada ojek tetapi menurut Anto' harus serba hati-hati. Kalau tidak, bisa saja kita dihabisi oleh orang lain.
Hasil pemilihan Majelis Gereja yang dilakukan beberapa waktu lalu menghasilkan 15 orang terpilih yang akan diutus (dilantik) pada tanggal 11 Agustus 2002 dalam ibadah jam 06.00. Selain itu, Majelis Gereja Toraja Jemaat Rehobot Poso sudah membentuk panitia pembangunan yang akan bertugas untuk membangun pastori dan gedung Gereja yang habis terbakar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI