Mohon tunggu...
Aldo Wardana
Aldo Wardana Mohon Tunggu... mahasiswa

olahraga, musik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengintip Rumah Penjaga Kemerdekaan Pers: Catatan Kunjungan ke Dewan Pers

14 Oktober 2025   15:30 Diperbarui: 14 Oktober 2025   14:50 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kesempatan langka menghampiri saya dan rekan-rekan Himpunan Mahasiswa (Hima) untuk melakukan kunjungan studi ke sebuah lembaga yang menjadi pilar utama kebebasan pers di Indonesia. Kami, sekelompok mahasiswa yang memiliki ketertarikan pada dunia komunikasi dan jurnalistik, berkesempatan untuk menyambangi dan belajar langsung di Gedung Dewan Pers. Ini bukan sekadar kunjungan biasa, melainkan sebuah perjalanan untuk memahami "penjaga gawang" etika dan kemerdekaan pers di negeri ini.

Beberapa waktu lalu, kami menginjakkan kaki di Gedung Dewan Pers yang berlokasi di jantung Jakarta. Suasananya terasa sarat dengan nilai-nilai intelektual dan sejarah panjang perjuangan pers Indonesia. Di sinilah berbagai kebijakan yang melindungi wartawan dan memastikan publik mendapatkan informasi yang akurat dirumuskan.

Kunjungan kami diawali dengan sesi diskusi yang sangat mencerahkan. Perwakilan dari Dewan Pers memaparkan secara komprehensif bagaimana perjalanan lembaga ini dari masa ke masa.

Kami dijelaskan tentang sejarahnya, yang bermula dari lembaga yang dibentuk pemerintah hingga bertransformasi menjadi institusi independen pasca-Reformasi 1998. Perkembangannya pun tak kalah menarik; dari yang awalnya hanya fokus pada media cetak, kini Dewan Pers harus beradaptasi dengan era digital yang serba cepat.

Namun, perjalanan itu tidak mulus. Kami juga diberi gambaran mengenai tantangan terbesarnya saat ini. Salah satunya adalah tsunami informasi bohong (hoaks) dan disinformasi yang merajalela di media sosial. Di sinilah peran krusial Dewan Pers terasa, yaitu menjadi wasit yang memastikan karya jurnalistik tetap berpegang pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan bukan sekadar konten viral tanpa verifikasi.

Setelah sesi diskusi, kami diajak berkeliling gedung. Salah satu ruangan yang paling menarik perhatian adalah sekretariat Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Ruangan ini bukan sekadar kantor; ia adalah wadah bagi para jurnalis televisi dari berbagai stasiun untuk berkumpul, berdiskusi, dan merumuskan sikap bersama terkait isu-isu yang mereka hadapi di lapangan. Melihat ruang tersebut memberikan kami gambaran nyata bahwa dunia jurnalisme sangat menjunjung tinggi solidaritas dan kolaborasi.

Lalu, mengapa kunjungan ini dan tulisan ini penting bagi kita sebagai mahasiswa? Jawabannya sederhana: untuk membuka wawasan dan menumbuhkan kesadaran. Bagi mahasiswa, terutama yang berada di persimpangan jalan dalam memilih penjurusan, dunia jurnalistik sering kali tampak seperti profesi yang hanya memberitakan peristiwa. Namun, kunjungan ini menyadarkan kami bahwa jurnalistik jauh lebih dalam dari itu.

Profesi ini adalah tentang menjadi suara bagi yang tak bersuara, menyajikan kebenaran di tengah lautan kebohongan, dan menjadi pilar keempat demokrasi yang mengawasi kekuasaan. Memahami fungsi Dewan Pers---yang melindungi wartawan dari kriminalisasi, menyelesaikan sengketa pemberitaan, dan menjaga martabat profesi---membuat kami sadar betapa mulianya profesi ini.

Ini adalah ajakan bagi rekan-rekan mahasiswa untuk tidak memandang sebelah mata pada dunia jurnalistik. Di era di mana kebenaran menjadi barang mahal, kebutuhan akan jurnalis yang berintegritas, kritis, dan profesional sangatlah mendesak.

Kunjungan kami ke Dewan Pers menegaskan satu hal: jurnalistik bukanlah sekadar pekerjaan, melainkan sebuah panggilan untuk menjaga akal sehat bangsa. Semoga cerita ini bisa menjadi percikan semangat bagi siapa pun yang merasa terpanggil untuk menjadi bagian dari pilar penting demokrasi ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun