Mohon tunggu...
aldian yoga
aldian yoga Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

aman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mari Kembali Merawat Nilai-nilai di Tengah Kegelisahan

19 Januari 2023   23:54 Diperbarui: 19 Januari 2023   23:57 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Kemiskinan yang hakiki bukanlah satu malam tanpa makan, melainkan satu hari tanpa berpikir" (Ali Syari'ati). Di awal tulisan ini saya sengaja mengutip cendekiawan dan ulama terkenal Ali Syari'at. Pesan dibalik kalimat ini adalah kita  manusia bukanlah  manusia jika kita hanya peduli dengan isi perut  kita  tapi tidak peduli bahkan mengabaikan isi kepala kita. Saya berharap agar setiap orang yang membaca esai ini, khususnya kaum muda, merenungkan pemikirannya dan mengevaluasi tindakannya saat ini dan hingga saat ini, agar  selalu dinamis dalam dinamika kehidupan sebagai seorang pemuda ini, terlepas dari tantangan . dan tantangan. tantangan tabu dalam  dinamika kehidupannya.

 Jika kita mempertanyakan dinamika kehidupan sesuai dengan realitas yang ada saat ini, sebenarnya inilah saatnya untuk memahami apa yang  saya singgung di atas, dimana di tengah pandemi Covid-19 seperti yang kita ketahui bersama dampak Covid-19 telah . menyebabkan 2 peristiwa: masalah utama, yaitu: kemiskinan dan kepanikan. Seluruh dunia, baik  negara maju maupun  negara berkembang, seperti  negara kita Indonesia, harus menghadapi kenyataan yang tidak pernah terpikirkan oleh kita, sehingga semua negara tahu betul bahwa mereka tampaknya tidak siap bahkan ada yang menolak menghadapi virus corona. . -19 pandemi, menakutkan. Bisa jadi, virus corona atau Covid-19 melanda banyak orang di banyak negara di bidang kesehatan dan secara masif menghancurkan semua sistem kehidupan yang bergerak di atas roda globalisasi ini;  dari krisis ekonomi hingga meningkatnya ketimpangan sosial akibat berlanjutnya krisis ekonomi  global ini. Semua orang di seluruh dunia yang  biasanya  beraktivitas di luar rumah tiba-tiba panik dan takut beraktivitas di luar rumah karena virus corona yang mematikan, sehingga sebagian besar masyarakat di seluruh dunia disarankan untuk tetap berada di rumah atau bersama orang normal. . sebuah konsep yaitu work from home (WFH) untuk pekerja formal dan pengusaha, study at home (SFH) untuk pelajar dan mahasiswa, dan yang paling ambigu, stay at home untuk pekerja informal, pengangguran dan korban PHK akibat  virus corona. yang menghentikan seluruh proses produksi  perusahaan dan industri baik nasional maupun internasional.

 Masalah ini  menjadi masalah yang tidak ada habisnya akibat  banyaknya kontroversi dan perdebatan yang tidak ada habisnya tentang dari mana  virus corona berasal, siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana cara menemukan vaksin untuk melawan virus tersebut dan bagaimana cara yang benar untuk mengobati Covid-19. pandemi  dan sebagainya. dll.

 Tapi saya tidak akan membahas topik ini. Dalam esai ini, saya ingin membahas peran pemuda dan masyarakat (Indonesia) dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan di tengah pandemi Covid-19. Saya pernah mendengar percakapan dari  seorang teman yang berlangsung seperti ini; "Negara-negara maju saat ini tidak mampu mengatasi pandemi Covid-19 karena  hanya mengenal konsep individualitas dan tidak mengenal konsep gotong royong, dimana setiap warga negara hanya mementingkan dirinya sendiri, sehingga  mengasingkan diri, saling curiga dan saling menyalahkan. sebaliknya negara-negara Asia khususnya Indonesia selalu mengenal konsep gotong royong, sehingga apapun yang terjadi, semua warga  akan  bahu membahu, bahu-membahu, menghadapi segala tantangan dan rintangan...

 Speaking is sama sekali tidak penting, tetapi saya sangat setuju dengan isi dari apa yang dikatakan teman saya dalam pidatonya, negara Indonesia adalah negara yang luhur moralitas dan etika dalam  kehidupan budaya masyarakatnya, hal ini tercermin dalam falsafah negara Indonesia. yaitu pancasila dimana setiap sila  dalam pancasila sarat akan nilai dan makna, dari sila pertama yang menggambarkan bahwa negara kita adalah negara yang warganya taat beragama kepada penciptanya dan menjunjung tinggi kepercayaan setiap warganya tano, sila lain menjelaskan bahwa  kehidupan masyarakat yang beradab dalam suatu wilayah budaya (Tunggal Ika) berarti berakhlak mulia dan saling memanusiakan, sila ketiga menjelaskan bahwa setiap warga negara memiliki rasa persaudaraan dan persatuan yang luar biasa meskipun mereka berasal dari ras yang berbeda, adat-istiadat, budaya dan sebagainya, hukum keempat menjelaskan tentang kedewasaan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dimana sistem tersebut mengikuti iman, menjalankan, dan saling setia serta  gotong royong dalam musyawarah untuk mencapai kesepahaman demi kemaslahatan dan kepentingan bersama, dan hukum kelima menjelaskan situasi dan kondisi yang  dicapai melalui perundingan bersama sebagai bangsa dan negara yang merdeka atas nama rakyat. yaitu keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi seluruh warga negara. 5 hal ini (baca: pedoman) adalah nilai-nilai kebangsaan yang dipancarkan setiap orang hingga saat ini ketika berbicara tentang konsep dan gagasan Indonesia kita. Nilai-nilai kebangsaan  begitu komprehensif dan sangat sesuai dengan konsep dasar negara.

 Namun  saat ini, di  masa pandemi Covid-19, persoalannya adalah hilangnya (baca: hilangnya) nilai-nilai kebangsaan tersebut, yang diterapkan atau diwujudkan dalam dinamika kehidupan, adalah konsep kebangsaan kita. Pasalnya, saat ini kita mewajibkan menjaga jarak fisik (sosial) sebagai cara kita merespon (baca: bergerak) untuk memutus mata rantai virus, karena tanda utama penyebaran virus adalah fisik orang secara langsung. kontak  dengan orang yang pernah kontak dengan virus tersebut, yang kita kenal dengan istilah (physical distance). Namun, saya yakin himbauan atau himbauan pemerintah untuk menjaga jarak fisik (sosial) bahkan membatasi aktivitas di luar rumah justru menimbulkan masalah baru yang membuat situasi semakin kacau dan membingungkan di tengah pandemi, yaitu  kondisi psikologis. . . . warga dan  rasa keterasingan dari kehidupan sehari-hari sebagai makhluk sosial, mengakibatkan ketidakdisiplinan sipil seperti pembangkangan sipil, pembelian panik, kejahatan, dll. Situasi ini benar-benar menyerang kondisi psikologis setiap orang dan menimbulkan berbagai kontroversi baru, yang kembali menimbulkan pertanyaan, kapan  semua masalah ini akan berakhir?

 Anugrah keselamatan penulis dalam esai ini adalah kita sebagai pemikir tidak terpaku pada situasi saat ini, di mana kita hanya bisa berdiam diri di rumah atau sekadar mempertanyakan elitis dan dramatisasi politik dari diskusi di tingkat nasional, seperti sebagai pemungutan suara. . dan omnibus law protes online dan sebagainya, mengkritisi mekanisme politik terkait physical distancing, PSBB dan karantina kesehatan atau mengkritisi kebijakan bantuan sosial (BLT) seorang menteri desa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun