Mohon tunggu...
Aldi MuvidFaiza
Aldi MuvidFaiza Mohon Tunggu... Students of Universitas Negeri Semarang

topik konten favorit seputar perkembangan teknologi dan ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ketika Rupiah Melemah, Barang Impor Melonjak: Alarm Ketergantungan Ekonomi!

12 Mei 2025   12:09 Diperbarui: 12 Mei 2025   15:16 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Bank Indonesia

Ketika nilai tukar rupiah terus merosot terhadap dolar AS , dampaknya bukan hanya deretan angka di papan kurs, melainkan juga kantong kita yang semakin menipis. Barang-barang impor mulai dari obat - obatan, Smartphone, kosmetik, hingga alat elektronik kini seolah jadi barang mewah.. Pertanyaannya, Situasi ini memaksa kita bertanya: sampai kapan bergantung pada dolar?

Nilai tukar pada dasarnya adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Dalam konteks Indonesia, hampir seluruh aktivitas perdagangan internasional menggunakan dolar AS. Maka, saat rupiah melemah, biaya barang-barang impor melonjak. Per Mei 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali menyentuh angka Rp16.520 angka tertinggi dalam dua tahun terakhir. Kenaikan ini tak bisa dianggap remeh.  angka yang terasa seperti lari marathon tanpa garis finish menunjukkan pelemahan lebih dari 8%. sejak awal tahun pelemahan ini membuat banyak barang impor naik harga secara langsung, sebab mayoritas transaksi internasional Indonesia dilakukan dalam dolar (Bank Indonesia, 2025).  Mungkin terdengar kecil, tapi bagi seorang ibu yang harus membeli obat impor, atau pelaku usaha yang bergantung pada bahan baku luar negeri, ini adalah bentuk inflasi terselubung.

sumber: Dalle Picture
sumber: Dalle Picture

Menurut Badan Pusat Statistik, nilai impor Indonesia pada kuartal I 2025 mencapai US$55,71 miliar, meningkat dari tahun sebelumnya. Sebagian besar masih didominasi barang-barang nonmigas seperti elektronik, pupuk, dan produk kesehatan. Artinya, barang-barang yang kita gunakan sehari-hari tetap sangat bergantung pada impor dan artinya sangat rentan terhadap fluktuasi kurs.

Bank Indonesia memang punya senjata seperti intervensi pasar dan kenaikan BI-Rate. Sayangnya, senjata ini sering kali seperti payung di tengah badai melindungi, tapi tidak cukup membuat kita benar-benar kering. Pada Awal 2025, BI telah menaikkan suku bunga acuan dari 5,75% ke 6,00%, Namun langkah ini meskipun penting, seperti payung kecil di tengah badai besar menahan sementara, tapi tidak menyelesaikan akar permasalahan. perlu tinjauan ulang ketergantungan kita pada barang impor, dan mulai membangun ketahanan ekonomi domestik. 

Di tengah pelemahan rupiah, pilihan kita untuk beralih ke produk lokal bukan sekadar gaya hidup, melainkan bentuk perlawanan ekonomi. Setiap kali memilih tempe ketimbang keju impor, atau smartphone lokal dibanding merek global, kita sedang membangun benteng ketahanan nasional. Ini bukan soal nasionalisme kosong, melainkan strategi bertahan dalam ekonomi global yang rapuh.

Ketergantungan Indonesia pada barang impor memang bukan tanpa sebab. Banyak produk luar negeri menawarkan teknologi yang belum mampu diproduksi dalam negeri. Tetapi, situasi ini menunjukkan bahwa struktur ekonomi kita masih rentan terhadap guncangan global. Dan kita tidak bisa berharap rupiah terus stabil tanpa memperkuat struktur industri lokal. Dalam jangka panjang, investasi pada sektor riset dan pengembangan, serta subsidi bagi pelaku industri strategis dalam negeri, menjadi kebutuhan yang mendesak. 

Sumber: Picture/ https://dataindonesia.id/industri-perdagangan/detail/berapa-jumlah-umkm-di-indonesia
Sumber: Picture/ https://dataindonesia.id/industri-perdagangan/detail/berapa-jumlah-umkm-di-indonesia

Selain hal itu, pelemahan ini membuat UMKM juga ikut terdampak. Banyak di antara mereka yang menggunakan bahan baku impor seperti plastik, tinta, atau komponen elektronik. Ketika biaya produksi meningkat, margin keuntungan menurun, dan daya saing mereka di pasar pun menurun. Pemerintah perlu memastikan kebijakan stabilisasi nilai tukar tidak hanya berfokus pada intervensi pasar, tetapi juga pada penguatan struktur industri domestik.

Investasi pada riset dan pengembangan (R&D), peningkatan kapasitas produksi lokal, serta perlindungan terhadap industri dalam negeri harus menjadi prioritas jangka panjang. Ketahanan ekonomi bukan dibangun dalam semalam, melainkan lewat keberanian mengambil langkah strategis yang mendukung kemandirian nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun