Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Angin (Pemaksaan) dan Sang Matahari (Persuasi)

7 Maret 2021   16:16 Diperbarui: 7 Maret 2021   18:21 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sang Angin (Pemaksaan) dan Sang Matahari (Perrsuasi)

Adalah menjadi alkisah tentang Sang Angin dan Sang Matahari. Sang Angin dan Sang Matahari berdebat tentang siapa yang lebih kuat. Sang Angin menyatakan dia lebih kuat, demikian juga Sang Matahari. Mereka melihat seorang pria sedang memakai jaket tebal.  Mereka sepakat akan mengadu kekuatan, siapa yang bisa memaksa pria itu membuka jaket tebalnya.

Pertandingan adu kekuatan dimulai, dan Sang Angin dipersilahkan Sang Matahari untuk melakukan usahanya lebih dahulu.

Sang Angin dengan segala kekuatannya menerpa pria yang memakai jaket tebal tersebut. Semakin kencang Sang Angin menerpa pria tersebut, semakin kuat pula pria tersebut melawan angin dengan memegang dan memakai jaketnya. Sang Angin dengan segala kekuatan meniup dan menghembuskan kekuatannya, gagal melepaskan jaket tebal dari pria tersebut. Gagal.

Kini giliran Sang Matahari. Sang Matahari mulai menyinari pria berjaket tebal tersebut. Awalnya lembut, makin lama makin panas. Ketika sinar Sang Matahari mulai panas, si pria mulai kegerahan dan membuka kancing jaket tebalnya. Semakin gencar Sang Matahari dengan panasnya yang bertahap, berjenjang dan berkelanjutan, si pria tersebut kepanasan. Semakin panas, pria tersebut membuka jaket tebalnya. Sang Matahari sukses membuat pria tersebut membuka jaket tebalnya. Sang Matahari keluar sebagai pemenang. Sukses.

Terkadang, kehidupan kita juga bisa seperti Sang Angin dan Sang Matahari. Kita terkadang bisa bertindak seperti Sang Angin yang ingin memaksakan kehendak. Bisa saja orang tua kepada anaknya, bisa juga majikan terhadap karyawannya, bisa juga pimpinan kantor kepada pegawainya, atau pimpinan partai politik kepada anggotanya.

Akibat pemaksaan memang seringkali membuat front perlawanan atau pembangkangan dari bawahan. Pemaksaan seringkali membuat suasana orang bawahan yang dipaksa membuat tata cara kerja terpaksa yang tidak menghasilkan pekerjaan maksimal.

Kita masih ingat dulu di masa penjajahan ada namanya kerja paksa untuk membuka jalan dari Anyer ke Panarukan. Masa penjajahan Jepang juga ada kerja rodi atau kerja paksa. Kerja paksa adalah sesuatu yang lumrah di masa penjajahan. Hasilnya juga hasil kerja paksa.

Pada masa kerajaan dulu di Nusantara juga terdapat pemaksaan. Pemungutan upeti dan pajak tinggi oleh pihak kerajaan terhadap rakyat berjalan terus. Perampasan tanah rakyat oleh pihak kerajaan sering terjadi. Bahkan pengambilan paksa para putri cantik untuk menjadi pelayan di dalam kerajaan juga terjadi. Pemaksaan seakan sesuatu yang lumrah saja.

Perkembangan zaman ke arah demokrasi harus mengubah sikap masyarakat kita. Di tengah rumah atau keluarga kecil juga, keadaan sudah berubah. Orang tua tak selalu lagi bisa memaksakan kehendak kepada anaknya dalam banyak hal. Anak sudah sering melawan pemaksaan. Pola hubungan dan perintah orang tua kepada anak harus berubah. Anak juga sudah harus dilibatkan dalam diskusi keluarga.

Masalah pilihan calon suami atau isteri juga demikian. Kalau zaman dulu, pernikahan seringkali dijodohkan orang tua. Anak manut saja terhadap pilihan orang tuanya siapa yang menjadi calon isteri atau calon suami. Zaman now, masalah ini sudah seakan mutlak hak si anak untuk memilih calon suami atau calon isterinya. Mungkin masih ada satu dua yang dijodohkan atau diperkenalkan keluarga. Tapi biasanya itu terjadi jika si anak sudah mulai berumur, namun belum kawin-kawin juga.

Sikap Sang Matahari dengan persuasi mungkin lebih cocok di zaman now ini. Gaya persuasi dengan pendekatan dari dalam dirinya menjadi ampuh. Matahari memanaskan badan si pria berjaket tebal itu. Akhirnya dirinya yang melepaskan jaket tebalnya. Berbeda dengan Sang Angin yang menyerang dari luar. Si Pria membangun pertahanan melawannya. Tak mau melepaskan jaketnya.

Sang Matahari memberi panas dan keringat dari dalam dirinya, akhirnya membuat si pria melepas jaketnya. Lawannya bukan matahari, tapi panas tubuhnya. Jaket tebal adalah untuk melawan angin dan kedinginan. Bukan melawan kepanasan.

Sangat layak kita belajar dari Sang Matahari dan Sang Angin dengan gaya pemaksaan dan gaya persuasi tersebut diatas. Memang tak selamanya gaya persuasi bisa berhasil menghadapi anak atau bawahan yang nakal atau kurang ajar. Namun tidak ada salahnya dimulai dari persuasi. Jika gagal, maka upaya pemaksaan bisa diberlakukan. Namun jika keadaan normal, gaya persuasi patut diberlakukan dengan baik.

Gaya pemaksaan biarlah upaya darurat dan upaya terakhir, jika upaya persuasi gagal. Mengedepankan persuasi cenderung membawa kebaikan dan ketaatan, kesetiaan dan loyalitas. Pemaksaan cenderung menghasilkan perlawanan, perpecahan dan bahkan kudeta. Ayo pilih mana? Gaya persuasi Sang Matahari atau gaya Pemaksaan Sang Angin? Selamat memilih.

Salam hangat.

Aldentua Siringoringo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun