Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Tunanetra Bisa Mengingat Suara Hingga 26 Tahun?

7 Juni 2020   21:26 Diperbarui: 7 Juni 2020   21:28 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam tulisan "Memetik Nilai Kehidupan dari Sang Tunanetra, Kompasiana, 29 Mei 2020, kami menceritakan bagaimana kami tinggal bersama (live in) di sebuah Panti Karya. Kejadian itu pada tahun 1983. Lama sekali setelah itu kami tidak pernah lagi ke tempat tersebut.

Pada tahun 2009, ada kegiatan di kampung halaman dan membutuhkan waktu yang agak lama. Para anak muda di kampung ingin melakukan kunjungan kasih ke panti karya tersebut. Sebagai mantan pengurus, kami diajak para anak muda ini. Kami sepakat saya ikut rombongan anak muda ini.

Setibanya disana, kami disambut pimpinan panti karya tersebut. Sudah banyak perkembangan panti ini setelah 26 tahun. Perluasan wilayah pertanian dan berbagai ketrampilan baru dilakukan.

Kami memasuki acara formal dan ramah tamah. Pada acara memberikan sambutan, setelah panitia dan para anak muda tersebut selesai, mereka meminta saya menyampaikan sepatah dua patah kata sebagai penasehat dan mewakili perantau.

Saya memulai ucapan dan sapaan awal dan mengucapkan terima kasih ke pimpinan panti dan para anak muda yang menjadi rombongan kami, yah, basa-basi pidato pembukaanlah ceritanya. Belum sempat memperkenalkan diri, tiba-tiba seorang dari penghuni panti karya itu seorang bapak berdiri dan tunjuk tangan.

Saya kaget, lalu bertanya, "ada apa amang?" tanyaku.

   "Apakah yang bicara ini bapak Siringoringo yang dulu pernah datang ke sini waktu mahasiswa?" tanyanya. Jujur, saya mau pingsan mendengarnya. Bagaikan suara halilintar. Dia masih ingat suaraku? Semua yang ada di ruangan terheran-heran. Spontan saya turun dari altar dan menemui bapak itu.

   "Ya amang, saya Siringoringo yang dulu pernah ke sini, masih ingat suaraku?" kataku sambil menyalamnya.

   "Masih, dan tak akan pernah lupa," jawabnya seenaknya. Perasaanku campur aduk, salut, hormat, tetapi saya harus menyelesaikan sambutan. Lalu saya pamit, "saya selesaikan dulu sambutan saya, nanti kita bicara lagi ya amang," pintaku.

   "Baik," katanya lalu dia duduk.

Saya kembali ke altar dan melanjutkan sambutan, namun konsentrasi saya hilang. Kuselesaikan secepatnya dan saya kembali duduk ke tempat saya semula. Pikiran saya menerawang ke kunjungan kami 26 tahun yang lalu ke tempat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun